Visitor

Wednesday, January 25, 2017

Laporan Akhir PROGRAM STUDI NERS "ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. “N” DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN “COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA” DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT ANAK RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR"




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
 
       Pembangunan kesehatan menuju Indonesia 2016 adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta pemerataan pelayanan kesehatan yang dapat terjangkau oleh masyarakat. strategi peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah profesionalisme dibidang  pelayanan kesehatan. Keperawatan sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan mempunyai tuntutan untuk memberikan pelayanan yang bermutu (berkualitas) kepada masyarakat.
Kemampuan tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas harus ditopang dengan pengetahuan dan skill yang memadai dibidang keperawatan yang meliputi usaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Kehandalan tenaga keperawatan terlihat dari kemampuannya dalam penanganan kasus-kasus baik ditempat pelayanan kesehatan maupun dimasyarakat (Depkes RI, 2003).
Perawatan sebagai pelaksana terdepan pemberian  Pelayanan kesehatan, kepada masyarakat harus mampu menangani berbagai kasus penyakit pada masyarakat. Pneumonia adalah  penyakit yang menimbulkan berbagai macam penyimpangan kebutuhan dasar manusia yang memerlukan penanganan yang tepat.
       Pneumonia merupakan suatu peradangan pada paru yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Sedangkan peradangan pada paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia menjadi salah satu masalah kesehatan di beberapa negara di dunia, termasuk juga di Indonesia. Sebuah studi menyebutkan rata-rata kasus pneumonia dalam setahun adalah 12 kasus setiap 1000 orang. Di Amerika Serikat, pneumonia merupakan penyebab kematian ke-6, dan merupakan penyebab kematian nomor satu untuk penyakit infeksi. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001, pneumonia (dan influenza) merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia.
       Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Ruanga IRD Anak Bahwa kurun waktu 1 minggu dari tanggal 04 – 09 April 2016 didapatkan pneumonia sebanyak  9 orang diantaranya yaitu umur 3 bulan - 17 thn. Perempuan 3 orang, laki-laki 6 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien An. “N” dengan Gangguan Sistem Pernafasan : CAP (community acquired pneumonia) di Ruang IRD Anak RSUP Wahidin Sudiro Husodo Makassar.



B.       Tujuan Penulisan

1.    Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan community acquired pneumonia di Ruang IRD Anak RSUP Wahidin Sudiro Husodo Makassar.
2.    Tujuan Khusus
a.    Memperoleh gambaran nyata tentang pengkajian pada klien dengan community acquired pneumonia 
b.    Memperoleh gambaran nyata cara perumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan community acquired pneumonia.
c.    Memperoleh gambaran nyata tentang cara menyusun rencana keperawatan pada klien dengan community acquired pneumonia.
d.   Memperoleh gambaran nyata tentang tindakan keperawatan pada klien dengan community acquired pneumonia.
e.    Memperoleh gambaran nyata tentang evaluasi hasil tindakan keperawatan dan pencapaian tujuan keperawatan pada klien dengan community acquired pneumonia.

C.    Manfaat Penulisan

1.      Institusi
       Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang dan dapat digunakan untuk adik-adik tingkat sebagai literatur dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada kasus Community Acquired Pneumonia
2.      Rumah Sakit
       Sebagai bahan masukan bagi perawat pelaksana di rumah sakit dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya kasus Community Acquired Pneumonia.
3.      Klien/ Keluarga
       Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang kasus Community Acquired Pneumonia.
4.      Tenaga Keperawatan
       Dapat menjadi referensi bagi pembaca khususnya tenaga keperawatan untuk dijadikan sebagai acuan selama pendidikan dan dalam penerapan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan.

D.    Metode Penulisan

Metode penelitian yang digunakan penulisan dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
1.      Studi Kepustakaan
       Dilakukan dengan mengumpul informasi dari referensi-referensi yang berhubungan dengn kasus Community Acquired Pneumonia
2.      Studi Kasus
       Melakukan pengalaman langsung pada pasien yang menderita Community Acquired Pneumonia di RSUP Wahidin sudiro husodo makassar melalui pendekatan proses keperawatan (pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi).
       Untuk menghimpun data/ informasi dalam pengkajian, penulis menggunakan teknik :
a.    Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung pada klien setiap hari untuk mengetahui perkembangan dari tindakan yang telah diberikan
b.    Wawasan yaitu mengadakan Tanya jawab/ anamneses secara langsung kepada klien, keluarga, perawat, dan dokter.
c.    Dokumentasi yaitu mencatat data yang berhubungan dengan kebutuhan pengkaji khusus.

E.     Sistematika Penulisan 

Karya tulis ilmiah disusun secara sistematis dalam 5 bab, sebagai berikut
BAB I       : PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II     : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka yang membahas tentang konsep teori medic dan keperawatan pasien Community Acquired Pneumonia, mencakup : pengertian, anatomi fisiologi sistem pernafasan, etiologi, insiden, patofisiologi, manifestasi klinis, tes diagnostic, komplikasi, penatalaksanaan, dan proses keperawatannya.
BAB III   : TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus, membahas tentang kasus klien AnN” yaitu pengkajian data, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
BAB IV   : PEMBAHASAN
Pembahasan yang menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara konsep dasar teori (tinjauan pustaka) dengan tinjauan kasus.
BAB V     : PENUTUP
Penutup menguraikan tentang kesimpulan hasil pembahasan dan saran.
LAMPIRAN



 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Konsep dasar medik
1.    Defenisi
Pnemonia adalah suatu peradangan pada paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 1997 : 39), tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pnemonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, dkk. 2000 : 465). Sedangkan pengertian pnemonia menurut Long (1996 : 434) adalah peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit pnemonia adalah peradangan pada parenkim paru dengan faktor penyebab yang kompleks dan terjadi konsolidasi cairan pada rongga alveoli oleh eksudat.

2.    Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru
a.    Anatomi paru-paru
           Sistem pernafasan terdiri dari sistem pernafasan atas dan bawah yang dimulai dari hidung sampai paru-paru. Paru- paru merupakan sistem pernafasan bagian bawah dan dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
         Syaifuddin (1997 : 90 ) mengemukakan tentang anatomi paru-paru. Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada, bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus dan pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh pleura.
Pleura dibagi dua yaitu :
1).  Pleura Visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.
2).  Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura terdapat kavum pleura yang hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat surfaktan yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura untuk mencegah gesekan antara dinding dada dan paru-paru sewaktu bernafas.
         Paru - paru terdiri dari sebagian besar alveoli. Pada alveoli terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Paru-paru dibagi dua bagian yaitu :
1).  Paru-paru kanan.
        Terdiri dari tiga lobus yaitu lobus pulmo dextra superior yang terdiri dari lima segmen, lobus media yang terdiri dari dua segmen dan lobus inferior yang terdiri dari tiga segmen.
2).  Paru-paru kiri.
        Terdiri dari pulmo sinistra lobus superior yang terdiri dari lima segmen dan lobus inferior yang terdiri dari lima segmen.
Tiap segmen terbagi menjadi belahan yang disebut lobulus. Tiap lobus terdapat sebuah bronkiolus yang bercabang disebut duktus alveolus yang berakhir pada alveolus.
          Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di dalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1)     Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya.
2)     Kapasitas vital paru-paru yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.
b.   Fisiologi paru-paru.
         Fisiologi paru-paru  adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Adapun fisiologi pernafasan yaitu :
1)     Pernafasan paru-paru (eksterna)
         Pernafasan eksterna merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi di paru-paru yaitu oksigen diambil melalui mulut sampai ke alveoli yang berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmoner, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir di mulut dan hidung
2)     Pernafasan jaringan (interna)
         Haemoglobin yang banyak mengandung oksigen mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru.
3.    Insiden
       Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. 
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomorsatu". 
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari pneumonia antara lain :
a.       Pneumonia virus lebih sering dijumpai dari pada pneumonia bacteria
b.      Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan. Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
c.       Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
d.      Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5 tahun, mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien antara umur 16 dan 19 tahun.
e.       Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anak-anak kecil
f.   Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia virus.
g.      Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada bayi dan anak kecil.
h.      Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di rumah sakit.


4.    Etiologi
Etiologi pnemonia sebagai berikut :
a.    Bakteri gram positif
1)     Streptococcus pnemoniae, yang merupakan penyebab umum pnemonia di masyarakat
2)     Staphylococcus aureus, melalui darah dan aspirasi.
b.     Bakteri gram negatif.
1)     Hemophylus influenza
2)     Klebsiella pnemonia
3)     Pseudomonas aeruginosa
4)     Legionella pneumophillia, melalui inhalasi
c.     Bakteria pnemonia anaerobic.
1)     Streptococcus anaerobic
2)     Fuso bakteria
d.     Penyebab lain
1)     Mycoplasma pnemonia
2)     Virus : rubella, herpes simplex, influenza adenovirus
3)     Jamur : candida, histoplasma
e.     Penyebab non infeksi
1)     Inhalasi gas toksik, kimiawi
2)     Aspirasi isi lambung, minyak sayur, mineral, minyak bumi.


5.    Klasifikasi
Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang berbeda penatalaksanaannya.
a.    Community acquired pneumonia (CAP)
Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo. Patogen umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical, virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak pathogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di samping bakteri pada pasien dewasa.
b.    Nosokomial Pneumonia
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen yang umum terlibat adalah bakteri nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi cefalosporin generasi ke-tiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas aeruginosa merupakan pathogen yang kurang umum dijumpai, namun sering dijumpai pada pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang resisten terhadap methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.
c.    Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi secret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci anaerob. Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim dijumpai campuran antara Gram negatif batang + S. aureus + anaerob 35 Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Gambaran adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dengan “shift to the left”. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilaksanakan dengan memeriksa kultur sputum (hati-hati menginterpretasikan hasil kultur, karena ada kemungkinan terkontaminasi dengan koloni saluran pernapasan bagian atas). Pemeriksaan mikrobiologis lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah, khususnya pada pasien dengan pneumonia yang fulminan, serta pemeriksaan Gas Darah Arteri (Blood Gas Arterial) yang akan menentukan keparahan dari pneumonia
6.      Patofisiologi
Perjalanan penyakit pnemonia menurut Guyton (1995 : 380) yaitu dimulai dengan infeksi di dalam alveolus, membran paru menjadi lebih meradang dan berpori besar sehingga cairan serta sering sel darah merah dan putih pun keluar dari darah masuk ke alveolus. Jadi alveolus yang terinfeksi secara progresif terisi dengan cairan dan sel. Infeksi tersebut menyebar dan perluasan bakteri dari alveolus ke alveoli sehingga sebagian paru-paru kadang seluruh lobus bahkan satu paru-paru menjadi terisi cairan dan debris sel. Fungsi paru-paru selama pnemonia berubah pada berbagai stadium. Stadium awal proses pnemonia mungkin terbatas pada sebuah paru-paru dan ventilasi alveolus dapat berkurang. Hal ini dapat menyebabkan dua kelainan utama paru-paru  yaitu :
a.    Penurunan luas total permulaan membran respirasi yang tersedia
b.    Rasio ventilasi, perfusi menurun.
Kedua efek ini disebabkan berkurangnya kapasitas difusi yang menyebabkan hipoksemia.
Terjadinya  pneumonia  tergantung  kepada  virulensi   mikro  organisme,  tingkat kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung kronik,  diabetes  mellitus,  keadaan  imunodefisiensi,  kelainan  atau  kelemahan  struktur organ dada dan penurunan kesadaran.
Juga adanya tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo, penggunaan antibiotic, dan obat suntik  IV  serta keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.

7.    Manifestasi klinik
       Menurut Mansjoer, dkk. (2000 : 466) mengemukakan bahwa manifestasi klinik dari penyakit pnemonia secara umum di bagi menjadi :
a.    Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39-40 °C), sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan berkurang, keluhan gastrointestinal.
b.    Gejala umum  saluran pernafasan bawah berupa batuk, takipnoe, ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c.    Tanda pnemonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi pekak, suara nafas lemah dan ronchi
8.    Komplikasi
Menurut Mansjoer, dkk. (2000 : 466) komplikasi penyakit pnemonia yaitu abses kulit, abses jaringan lunak , otitis media, sinusitis , meningitis purulenta, perikarditis dan epiglotis kadang ditemukan pada infeksi H. influenza tipe B.
9.     Pemeriksaan penunjang
a.       Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses)
b.      Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
c.       Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
d.      Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
e.       Biopsi  paru: untuk menetapkan diagnosis
f.       Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g.      Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
10.  Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen.Community-Acquired Pneumonia (CAP) Terapi CAP dapat dilaksanakan secara rawat jalan. Namun pada kasus yang berat pasien dirawat di rumah sakit dan mendapat antibiotika parenteral. Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau fluoroquinolon terbaru.Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun pilihan doksisiklin
b.    lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk CAP yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
c.    claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari,memberikan keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama 10-14 hari.

Tabel. Antibiotika Pada Pneumonia
Kondisi
Klinik

Patogen




Terapi
Dosis Ped
(mg/kg/hari)
Dosis
Dws
Dosis total/hari)
Sebelumnya sehat
Pneumococcus, Mycoplasma Pneumonia
Eritromisin Klaritromisin Azitromisin
30-50
15
10 pada hari 1. Diikuti 5mg selama 4 hari

1-29
0,5-1g
Komorbiditas (manula, DM gagal ginjal, gagal jantung keganasan)
S. Pneumonia, Hemophillus Influenzae Moraxella
Cefuroksim
Cefotaksim
Ceftriakson


50-75


1-2g

Catarrhalis,
Mycoplasma chlamydia
Pneumonia dan Legionella



Aspirasi
Community

Hospital

Anaerob mulut

Anaerob mulut, S.
aureus, gram, (-)
enterik

Ampi/Amox
Klindamisin
Klindamisin
+aminoglikosida

100-200
8-20
s.d.a

2-6g
1,2-1,8g
s.d.a
Nosokomial
Pneumonia
Ringan
Onset <5 hari, resiko rendah

K. Pneumonie, P.
aeruginosa
Enterrobacter spp. S. aureus

Cefuroksim
Cefotaksim
Cefriakson
Ampicilin-sulbaktam Tikarcilin-klav
Gatifloksasin
Levofloksasin
Klinda+azitro

s.d.a
s.d.a
s.d.a
100-200
200-300
-
-

s.d.a
s.d.a
s.d.a
4-8mg
12g
0,4g
0,5-0,75g

Pneumonia berat**
Onset > 5
Hari, Risiko Tinggi

K. pneumonia, P aeruginosa Enterbacter spp.
S. aureus
(Gentamacin/Tobramicin atau Ciprofloksasin)* + Ceftazidime atau Cefepime atau Tikarcilin-klav/meronem/antreonam
7.5
-
150
100-150
4-6
Mg/kg
0,5-1,5g
2-6g
2-4g

 Keterangan :
                     *) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu
                     antibiotika yang terletak dibawahnya dalam kolom yang sama.

















B.       Konsep Dasar Keperawatan
I.     Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:
a.    Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b.    Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c.    Makanan/cairan
Gejala :        kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda :        sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
d.   Neurosensori
Gejala :        sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda :        perusakan mental (bingung)
e.    Nyeri/kenyamanan
Gejala :        sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda :        melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
f.     Pernafasan
Gejala :        adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :        - sputum: merah muda, berkarat
                                     - perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
 - premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
  - Bunyi nafas menurun
  - Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
g.    Keamanan
Gejala :        riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda :        berkeringat, menggigil berulang, gemetar
h.    Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :        riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda :        DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
i.      Pemeriksaan diagnostik
-   Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan banyaknya produksi    sputum, nyeri pleuritik (dada).
-   Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perusakan fungsi pernafasan
-   Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam dan dispnea.
-   Kurang pengetahuan tentang program pengobatan dan tindakan kesehatan preventif.
2.    Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Menurut Nanda (2015) antara lain:
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC : ventilasi, kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil : klien tidak merasa tercekik, irama, frekwency dalam batas normal,  tidak ada bunyi abnormal.
NIC :
1) Pastikan kebutuhan oral suctioning
2) Auskultasi nafas sebelum dan sesudah suctioning
3) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4) Lakukakn fisioterapi dada jika perlu
5) Monitor status O2 pasien
b. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan apnea: ansietas, posisi tubuh, deformitas dinding dada, gangguan koknitif, keletihan hiperventilasi, sindrom hipovnetilasi, obesitas, keletihan otot spinal
    NOC :ventilasi, kepatenan jalan nafas, status TTV
    Kriteria Hasil :mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips, klien tidak merasa tercekik, irama, frekwency dalam batas normal, tidak ada bunyi abnormal.
NIC :
1) Posisikan semi fowler
2) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3) Pasang mayo jika perlu
4) Berikan bronkodilator
5) Auskultasi suara nafas
6) Monitor pola nafas
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu, demam, kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
    NOC : fluid balance, Hidration, Status Nutrisi; intake nutrisi dan cairan
              Kriteria Hasil : mempertahankan urine output sesuai dengan usia, dan BB, BJ urine
              normal, HT normal, TTV normal, Tidak ada tanda dehidrasi (turgor kulit baik, membran
              mukosa lembab, tidak ada rasa haus berlebihan)

NIC :
1)   Pertahankan intake dan output yang akurat
2)   Monitor status hidrasi
3)   Monitor Vital sign
4)   Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori
5)   Berikan cairan IV pada suhu ruangan
6)   Kolaborasikan pemberian cairan IV
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring atau imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2 dengan kebutuhan.
              NOC : ADL, pemulihan tenaga
              Kriteria Hasil :mampu melakukan aktivitas secara mandiri, berpartisipasi dalam
              aktivitas fisik tanpa disretai peningkatan TTV
              NIC :
1) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam menyiapkan program terapi yang tepat
2) Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3) Kaji adanya faktor penyebab kelelahan
4) Monitor respons kardiovaskuler terhadap aktivitas
5) Monitor lama istirhatanya pasien
6) Monitor nutrisi dan sumber tenaga adekuat
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keadaan penyakit keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi, kurang paparan
     NOC : proses penyakit, proses penyembuhan
Kriteria Hasil :klien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, prognosis dan program pengobatan
NIC :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang prose penyakit yang spesifik
2) Jelaskan patofisiologi tentang penyakit
3) Gambarkan tanda dan gejala yang muncul pada penyakit
4) Gambarkan proses penyakit
5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat











No comments:

Post a Comment