BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pembangunan kesehatan
menuju Indonesia 2016 adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta pemerataan
pelayanan kesehatan yang dapat terjangkau oleh masyarakat. strategi peningkatan
mutu pelayanan kesehatan adalah profesionalisme dibidang pelayanan kesehatan. Keperawatan sebagai
bagian dari sistem pelayanan kesehatan mempunyai tuntutan untuk memberikan
pelayanan yang bermutu (berkualitas) kepada masyarakat.
Kemampuan tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas harus ditopang dengan pengetahuan dan skill yang memadai dibidang
keperawatan yang meliputi usaha preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif. Kehandalan tenaga keperawatan terlihat dari kemampuannya dalam
penanganan kasus-kasus baik ditempat pelayanan kesehatan maupun dimasyarakat (Depkes RI, 2003).
Perawatan sebagai pelaksana terdepan pemberian Pelayanan kesehatan, kepada masyarakat harus
mampu menangani berbagai kasus penyakit pada masyarakat. Pneumonia adalah
penyakit yang menimbulkan berbagai macam penyimpangan kebutuhan dasar
manusia yang memerlukan penanganan yang tepat.
Pneumonia merupakan suatu peradangan
pada paru yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Sedangkan peradangan pada paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia menjadi salah satu
masalah kesehatan di beberapa negara di dunia, termasuk juga di Indonesia.
Sebuah studi menyebutkan rata-rata kasus pneumonia dalam setahun adalah 12
kasus setiap 1000 orang. Di Amerika Serikat, pneumonia merupakan penyebab
kematian ke-6, dan merupakan penyebab kematian nomor satu untuk penyakit
infeksi. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001, pneumonia (dan
influenza) merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Ruanga IRD Anak Bahwa kurun waktu 1 minggu dari tanggal 04
– 09 April 2016 didapatkan pneumonia
sebanyak 9 orang diantaranya yaitu umur
3 bulan - 17 thn. Perempuan 3 orang, laki-laki 6 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis tertarik untuk mengangkat kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada
Klien An. “N” dengan Gangguan
Sistem Pernafasan : CAP (community acquired
pneumonia) di Ruang IRD Anak RSUP Wahidin Sudiro Husodo Makassar.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan community acquired
pneumonia di Ruang IRD Anak RSUP Wahidin Sudiro Husodo Makassar.
2.
Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran nyata tentang pengkajian
pada klien dengan community acquired pneumonia
b. Memperoleh gambaran nyata cara perumusan
diagnosa keperawatan pada klien dengan community acquired
pneumonia.
c. Memperoleh gambaran nyata tentang cara
menyusun rencana keperawatan pada klien dengan community
acquired pneumonia.
d. Memperoleh gambaran nyata tentang tindakan
keperawatan pada klien dengan community acquired pneumonia.
e. Memperoleh gambaran nyata tentang evaluasi
hasil tindakan keperawatan dan pencapaian tujuan keperawatan pada klien dengan community
acquired pneumonia.
C. Manfaat Penulisan
1. Institusi
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang dan dapat digunakan
untuk adik-adik tingkat sebagai literatur dalam menerapkan Asuhan Keperawatan
pada kasus Community Acquired Pneumonia
2. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat pelaksana di rumah sakit dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya kasus Community
Acquired Pneumonia.
3. Klien/ Keluarga
Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang kasus Community
Acquired Pneumonia.
4. Tenaga Keperawatan
Dapat menjadi referensi bagi pembaca khususnya tenaga keperawatan
untuk dijadikan sebagai acuan selama pendidikan dan dalam penerapan asuhan
keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan.
D. Metode Penulisan
Metode
penelitian yang digunakan penulisan dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
1. Studi Kepustakaan
Dilakukan dengan mengumpul informasi dari referensi-referensi yang
berhubungan dengn kasus Community Acquired Pneumonia
2. Studi Kasus
Melakukan pengalaman langsung pada pasien yang menderita Community
Acquired Pneumonia di RSUP
Wahidin sudiro husodo makassar
melalui pendekatan proses keperawatan (pengkajian, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi).
Untuk menghimpun data/ informasi dalam pengkajian, penulis menggunakan
teknik :
a. Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung
pada klien setiap hari untuk mengetahui perkembangan dari tindakan yang telah
diberikan
b. Wawasan yaitu mengadakan Tanya jawab/
anamneses secara langsung kepada klien, keluarga, perawat, dan dokter.
c. Dokumentasi yaitu mencatat data yang
berhubungan dengan kebutuhan pengkaji khusus.
E. Sistematika Penulisan
Karya
tulis ilmiah disusun secara sistematis dalam 5 bab, sebagai berikut
BAB I :
PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, serta sistematika
penulisan.
BAB II :
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka yang membahas tentang konsep
teori medic dan keperawatan pasien Community Acquired
Pneumonia, mencakup :
pengertian, anatomi fisiologi sistem pernafasan, etiologi, insiden, patofisiologi,
manifestasi klinis, tes diagnostic, komplikasi, penatalaksanaan, dan proses
keperawatannya.
BAB III :
TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus, membahas tentang kasus klien An“N” yaitu pengkajian data, analisa data,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
BAB IV :
PEMBAHASAN
Pembahasan yang menguraikan tentang
kesenjangan yang terjadi antara konsep dasar teori (tinjauan pustaka) dengan
tinjauan kasus.
BAB V :
PENUTUP
Penutup menguraikan tentang kesimpulan hasil
pembahasan dan saran.
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
dasar medik
1. Defenisi
Pnemonia adalah
suatu peradangan pada paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 1997 : 39), tetapi ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa pnemonia adalah infeksi saluran pernafasan
akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, dkk. 2000 : 465).
Sedangkan pengertian pnemonia menurut Long (1996 : 434) adalah peradangan di
mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh
eksudat.
Pneumonia adalah peradangan
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia
digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia
terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
penyakit pnemonia adalah peradangan pada parenkim paru dengan faktor penyebab
yang kompleks dan terjadi konsolidasi cairan pada rongga alveoli oleh eksudat.
2. Anatomi
Dan Fisiologi Paru-Paru
a. Anatomi paru-paru
Sistem pernafasan terdiri dari
sistem pernafasan atas dan bawah yang dimulai dari hidung sampai paru-paru.
Paru- paru merupakan sistem pernafasan bagian bawah dan dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar
1
Syaifuddin (1997 : 90 ) mengemukakan
tentang anatomi paru-paru. Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya
menghadap ke tengah rongga dada, bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau
hilus dan pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh
pleura.
Pleura dibagi dua yaitu :
1). Pleura Visceral yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru.
2). Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi
rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura terdapat
kavum pleura yang hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat surfaktan yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura untuk
mencegah gesekan antara dinding dada dan paru-paru sewaktu bernafas.
Paru - paru terdiri dari sebagian
besar alveoli. Pada alveoli terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Paru-paru dibagi dua bagian yaitu :
1). Paru-paru kanan.
Terdiri dari tiga lobus yaitu lobus
pulmo dextra superior yang terdiri dari lima segmen, lobus media yang terdiri
dari dua segmen dan lobus inferior yang terdiri dari tiga segmen.
2). Paru-paru kiri.
Terdiri dari pulmo sinistra lobus
superior yang terdiri dari lima segmen dan lobus inferior yang terdiri dari
lima segmen.
Tiap segmen terbagi menjadi
belahan yang disebut lobulus. Tiap lobus terdapat sebuah bronkiolus yang
bercabang disebut duktus alveolus yang berakhir pada alveolus.
Kapasitas paru-paru merupakan
kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di dalamnya. Kapasitas paru-paru
dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Kapasitas total yaitu jumlah
udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya.
2) Kapasitas vital paru-paru
yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.
b. Fisiologi paru-paru.
Fisiologi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Adapun fisiologi pernafasan yaitu :
1) Pernafasan paru-paru
(eksterna)
Pernafasan eksterna merupakan
pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi di paru-paru yaitu oksigen
diambil melalui mulut sampai ke alveoli yang berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmoner, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dipompakan ke
seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus
berakhir di mulut dan hidung
2) Pernafasan jaringan
(interna)
Haemoglobin yang banyak mengandung
oksigen mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, darah
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan mengambil karbondioksida untuk dibawa ke
paru-paru.
3.
Insiden
Said (2007) menyatakan
bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk
di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun
diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di
Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita
akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia
menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300
balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomorsatu".
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari pneumonia antara lain :
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomorsatu".
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari pneumonia antara lain :
a. Pneumonia virus lebih
sering dijumpai dari pada pneumonia bacteria
b.
Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama
kehidupan. Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan
pada 70 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
c.
Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
d.
Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5
tahun, mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada
pasien antara umur 16 dan 19 tahun.
e.
Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan
anak-anak kecil
f. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus
pneumonia virus.
g.
Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua
pada bayi dan anak kecil.
h. Pneumonia mikoplasma
mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di rumah sakit.
4.
Etiologi
Etiologi pnemonia sebagai
berikut :
a. Bakteri gram positif
1) Streptococcus pnemoniae,
yang merupakan penyebab umum pnemonia di masyarakat
2) Staphylococcus aureus,
melalui darah dan aspirasi.
b. Bakteri gram negatif.
1) Hemophylus influenza
2) Klebsiella pnemonia
3) Pseudomonas aeruginosa
4) Legionella pneumophillia,
melalui inhalasi
c. Bakteria pnemonia anaerobic.
1) Streptococcus anaerobic
2) Fuso bakteria
d.
Penyebab lain
1) Mycoplasma pnemonia
2) Virus : rubella, herpes
simplex, influenza adenovirus
3) Jamur : candida, histoplasma
e.
Penyebab non infeksi
1) Inhalasi gas toksik, kimiawi
2) Aspirasi isi lambung, minyak
sayur, mineral, minyak bumi.
5.
Klasifikasi
Ditinjau
dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang berbeda
penatalaksanaannya.
a. Community
acquired pneumonia (CAP)
Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit
atau panti jompo. Patogen umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical, virus influenza, respiratory
syncytial virus (RSV). Pada anak-anak pathogen yang biasa dijumpai sedikit
berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, di samping bakteri pada pasien dewasa.
b. Nosokomial
Pneumonia
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di
rawat di rumah sakit. Patogen yang umum terlibat adalah bakteri nosokomial yang
resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah
bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp,
Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi cefalosporin
generasi ke-tiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel seperti Citrobacter
sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas aeruginosa merupakan
pathogen yang kurang umum dijumpai, namun sering dijumpai pada pneumonia yang
fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang resisten terhadap
methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.
c. Pneumonia
Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi secret
oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien
dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.
Patogen yang menginfeksi pada Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah
kombinasi dari flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci
anaerob. Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim
dijumpai campuran antara Gram negatif batang + S. aureus + anaerob 35
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil
pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Gambaran
adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dengan “shift to
the left”. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilaksanakan dengan memeriksa
kultur sputum (hati-hati menginterpretasikan hasil kultur, karena ada
kemungkinan terkontaminasi dengan koloni saluran pernapasan bagian atas).
Pemeriksaan mikrobiologis lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah,
khususnya pada pasien dengan pneumonia yang fulminan, serta pemeriksaan Gas
Darah Arteri (Blood Gas Arterial) yang akan menentukan keparahan dari pneumonia
6. Patofisiologi
Perjalanan
penyakit pnemonia menurut Guyton (1995 : 380) yaitu dimulai dengan infeksi di
dalam alveolus, membran paru menjadi lebih meradang dan berpori besar sehingga
cairan serta sering sel darah merah dan putih pun keluar dari darah masuk ke
alveolus. Jadi alveolus yang terinfeksi secara progresif terisi dengan cairan
dan sel. Infeksi tersebut menyebar dan perluasan bakteri dari alveolus ke
alveoli sehingga sebagian paru-paru kadang seluruh lobus bahkan satu paru-paru
menjadi terisi cairan dan debris sel. Fungsi paru-paru selama pnemonia berubah
pada berbagai stadium. Stadium awal proses pnemonia mungkin terbatas pada
sebuah paru-paru dan ventilasi alveolus dapat berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan dua kelainan utama paru-paru
yaitu :
a. Penurunan luas total
permulaan membran respirasi yang tersedia
b. Rasio ventilasi, perfusi
menurun.
Kedua
efek ini disebabkan berkurangnya kapasitas difusi yang menyebabkan hipoksemia.
Terjadinya pneumonia
tergantung kepada
virulensi mikro
organisme, tingkat
kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Faktor
predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung
kronik,
diabetes
mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau
kelemahan
struktur organ dada
dan penurunan kesadaran.
Juga
adanya tindakan invasife: infuse, intubasi,
trakeostomi, pemasangan ventilator. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo, penggunaan antibiotic, dan obat
suntik IV
serta keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram
negative.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikrobakterium atau
parasit.
7.
Manifestasi klinik
Menurut
Mansjoer, dkk. (2000 : 466) mengemukakan bahwa manifestasi klinik dari penyakit
pnemonia secara umum di bagi menjadi :
a. Manifestasi non spesifik infeksi
dan toksisitas berupa demam (39-40 °C), sakit kepala, iritabel, gelisah,
malaise, nafsu makan berkurang, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa batuk,
takipnoe, ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak, merintih dan
sianosis. Anak yang lebih besar akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pnemonia berupa
retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama
dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi pekak, suara nafas lemah dan
ronchi
8. Komplikasi
Menurut Mansjoer,
dkk. (2000 : 466) komplikasi penyakit pnemonia yaitu abses kulit, abses
jaringan lunak , otitis media, sinusitis , meningitis purulenta, perikarditis
dan epiglotis kadang ditemukan pada infeksi H. influenza tipe B.
9.
Pemeriksaan penunjang
a.
Sinar X: mengidentifikasikan distribusi
struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses)
b.
Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk
dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
c. Pemeriksaan serologi: membantu dalam
membedakan diagnosis organisme khusus.
d. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui
paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
e. Biopsi
paru: untuk menetapkan diagnosis
f. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah
udara yang diaspirasi
g. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan
mengangkat benda asing.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu
dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan antibiotika
spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui,
antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen.Community-Acquired Pneumonia (CAP) Terapi
CAP dapat dilaksanakan secara rawat jalan. Namun pada kasus yang berat pasien
dirawat di rumah sakit dan mendapat antibiotika parenteral. Pilihan antibiotika
yang disarankan pada pasien dewasa adalah golongan makrolida atau doksisiklin
atau fluoroquinolon terbaru.Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin
b. lebih
dianjurkan karena mencakup mikroorganisme atypical yang mungkin menginfeksi.
Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae yang resisten terhadap penicillin
direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivate fluoroquinolon terbaru.
Sedangkan untuk CAP yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh
pada amoksisilin-klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari
eritromisin,
c. claritromisin
serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus
diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan baik, efektif dan hanya
diminum satu kali sehari selama 5 hari,memberikan keuntungan bagi pasien.
Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat
menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama 10-14
hari.
Tabel.
Antibiotika Pada Pneumonia
Kondisi
Klinik
|
Patogen
|
Terapi
|
Dosis Ped
(mg/kg/hari)
|
Dosis
Dws
Dosis total/hari)
|
Sebelumnya sehat
|
Pneumococcus, Mycoplasma
Pneumonia
|
Eritromisin Klaritromisin Azitromisin
|
30-50
15
10 pada hari
1. Diikuti 5mg selama 4 hari
|
1-29
0,5-1g
|
Komorbiditas (manula, DM gagal ginjal, gagal jantung
keganasan)
|
S. Pneumonia,
Hemophillus Influenzae Moraxella
|
Cefuroksim
Cefotaksim
Ceftriakson
|
50-75
|
1-2g
|
Catarrhalis,
Mycoplasma chlamydia
Pneumonia dan Legionella
|
||||
Aspirasi
Community
Hospital
|
Anaerob mulut
Anaerob mulut, S.
aureus, gram, (-)
enterik
|
Ampi/Amox
Klindamisin
Klindamisin
+aminoglikosida
|
100-200
8-20
s.d.a
|
2-6g
1,2-1,8g
s.d.a
|
Nosokomial
Pneumonia
Ringan
Onset <5 hari, resiko rendah
|
K. Pneumonie, P.
aeruginosa
Enterrobacter spp. S. aureus
|
Cefuroksim
Cefotaksim
Cefriakson
Ampicilin-sulbaktam Tikarcilin-klav
Gatifloksasin
Levofloksasin
Klinda+azitro
|
s.d.a
s.d.a
s.d.a
100-200
200-300
-
-
|
s.d.a
s.d.a
s.d.a
4-8mg
12g
0,4g
0,5-0,75g
|
Pneumonia berat**
Onset > 5
Hari, Risiko Tinggi
|
K. pneumonia, P aeruginosa Enterbacter spp.
S. aureus
|
(Gentamacin/Tobramicin atau Ciprofloksasin)* +
Ceftazidime atau Cefepime atau Tikarcilin-klav/meronem/antreonam
|
7.5
-
150
100-150
|
4-6
Mg/kg
0,5-1,5g
2-6g
2-4g
|
Keterangan
:
*)
Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu
antibiotika yang terletak dibawahnya dalam kolom yang sama.
B.
Konsep
Dasar Keperawatan
I. Pengkajian
Data dasar pengkajian
pasien:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan,
insomnia
Tanda :
letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan
nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan
turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
d. Neurosensori
Gejala : sakit
kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan
mental (bingung)
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit
kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada
sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
f. Pernafasan
Gejala : adanya
riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : - sputum: merah muda, berkarat
- perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
- premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat
dengan konsolidasi
- Bunyi nafas menurun
- Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
g. Keamanan
Gejala : riwayat
gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat,
menggigil berulang, gemetar
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan
alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 –
8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas
pemeliharaan rumah
i. Pemeriksaan diagnostik
- Bersihan jalan nafas tidak efektif yang
berhubungan dengan banyaknya produksi sputum, nyeri pleuritik (dada).
-
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perusakan fungsi pernafasan
- Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan demam dan dispnea.
-
Kurang pengetahuan tentang program pengobatan dan
tindakan kesehatan preventif.
2. Rencana
Tindakan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Menurut Nanda (2015)
antara lain:
a. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: spasme
jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan,
sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC : ventilasi,
kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil : klien tidak merasa
tercekik, irama, frekwency dalam batas normal, tidak
ada bunyi abnormal.
NIC
:
1)
Pastikan kebutuhan oral suctioning
2)
Auskultasi nafas sebelum dan sesudah suctioning
3)
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4)
Lakukakn fisioterapi dada jika perlu
5)
Monitor status O2 pasien
b. Ketidak
efektifan pola nafas berhubungan dengan apnea: ansietas, posisi tubuh,
deformitas dinding dada, gangguan koknitif, keletihan hiperventilasi, sindrom
hipovnetilasi, obesitas, keletihan otot spinal
NOC
:ventilasi, kepatenan jalan nafas, status TTV
Kriteria
Hasil :mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips, klien tidak merasa tercekik, irama, frekwency dalam batas normal, tidak
ada bunyi abnormal.
NIC
:
1)
Posisikan semi fowler
2)
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3)
Pasang mayo jika perlu
4)
Berikan bronkodilator
5)
Auskultasi suara nafas
6)
Monitor pola nafas
c. Defisit
volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu, demam,
kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
NOC : fluid balance,
Hidration, Status Nutrisi; intake nutrisi dan cairan
Kriteria
Hasil : mempertahankan urine output sesuai dengan usia, dan BB, BJ urine
normal,
HT normal, TTV normal, Tidak ada tanda dehidrasi (turgor kulit baik, membran
mukosa
lembab, tidak ada rasa haus berlebihan)
NIC
:
1) Pertahankan
intake dan output yang akurat
2) Monitor
status hidrasi
3) Monitor
Vital sign
4) Monitor
masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori
5) Berikan
cairan IV pada suhu ruangan
6) Kolaborasikan
pemberian cairan IV
d. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring atau
imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2 dengan
kebutuhan.
NOC : ADL, pemulihan
tenaga
Kriteria
Hasil :mampu melakukan aktivitas secara mandiri, berpartisipasi dalam
aktivitas
fisik tanpa disretai peningkatan TTV
NIC
:
1)
Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam menyiapkan program terapi
yang tepat
2)
Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3)
Kaji adanya faktor penyebab kelelahan
4)
Monitor respons kardiovaskuler terhadap aktivitas
5)
Monitor lama istirhatanya pasien
6)
Monitor nutrisi dan sumber tenaga adekuat
e. Defisit pengetahuan
berhubungan dengan keadaan penyakit keterbatasan kognitif, salah interpretasi
informasi, kurang paparan
NOC
: proses penyakit, proses penyembuhan
Kriteria
Hasil :klien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, prognosis dan
program pengobatan
NIC
:
1)
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang prose penyakit
yang spesifik
2)
Jelaskan patofisiologi tentang penyakit
3)
Gambarkan tanda dan gejala yang muncul pada penyakit
4)
Gambarkan proses penyakit
5)
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
No comments:
Post a Comment