Terima
kasih teLah Mengunjungi bLog Kami.... jangan Lupa TinggaLkan Komentar
anda di koLom bagian bawah... demi keberLanjutan BLog Kami... syukran :)
salama'Ki :)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bakteri memiliki beberapa bentuk
yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang berbentuk tongkat maupun
kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk basil pembagiannya yaitu basil
tunggal, diplobasil, dan tripobasil.Sedangkan pada coccus dibagi menjadi
monococcus, diplococcus, sampai stophylococcus. Khusus pada spirilum hanya
dibagi dua yaitu setengah melengkung dan melengkung (Dwidjoseputro.1998).
Melihat dan mengamati bakteri dalam
kedaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak berwarna juga
transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan
suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling
utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro.1998).
Prinsip dasar dari pewarnaan ini
adalah adanya ikatan ion antara komponen seluler dari bakteri dengan senyawa
aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya
muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarnaan. Berdasarkan
adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.
Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan
yang sulit tapi perlu ketelitian dan kecermatan bekerja serta mengikuti aturan
dasar yang berlaku (Lay.1994)
Oleh karena itu yang melatar
belakangi praktek ini yaitu untuk mengetahui teknik pewarnaan mikroorganisme
sehingga mempermudah dalam melihat bagian-bagian bakteri.
B. Tujuan Percobaan
Untuk melihat bentuk (morfologi) dan
ukuran sel bakteri dengan menggunakan satu macam larutan zat warna.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme yang ada di alam ini
mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan
bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air,
dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati
bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode
pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat
fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian
pengecatan.
Mikroorganisme sulit dilihat dengan
mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorpsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan
inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme
ataupun latar belakangnya. Zat warna mengadsorpsi dan membiaskan cahaya
sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya ditingkatkan. Penggunaan zat
warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora dan bahan infeksi yang
mengandung zat pati dan granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat
salah satu struktur sel disebut pewarnaan khusus. Sedangkan pewarnaan yang
digunakan untuk memilahkan mikroorganisme disebut pewarnaan diferensial yang memilahkan
bakteri menjadi kelompok gram positif dan gram negatif. Pewarnaan diferensial
lainnya ialah pewarnaan ziehl neelsen yang memilihkan bakterinya menjadi
kelompok-kelompok tahan asam dan tidak tahan asam (Dwidjoseputro.1998).
Pengenalan bentuk mikroba
(morfologi), kecuali mikroalgae harus dilakukan pewarnaan terlebih dahulu agar
dapat diamati dengan jelas (Hadiutomo. 1990). Pada umumnya bakteri bersifat
tembus cahaya, hal ini disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai
zat warna (Waluyo, 2004). Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempermudah
pengamatan bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jazad, mengamati struktur
dalam dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi jazad terhadap pewarna yang
diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui (Hadiutomo.
1990).
Kebanykan bakteri mudah berekasi dengan
pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan
basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya
bersifat alkali. Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu
fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat
warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian
dicuci dengan asam encer. Bakteri-bakteri ini dinamakan bakteri tahan asam dan
hal ini merupakan cirri khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 2005).
Metode pengecatan pertama kali
ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan metode ini. Bakteri dapat
dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif dan bakteri gram negative.
Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi
atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga
pengecatan gram tidak bias dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai
dinding sel seperti Mycoplasma sp (Waluyo, 2004).
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan
sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan umur biakan yang diwarnai
(umur biakan yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang digunakan adalah
garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif
dimana salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna dikelompokkan menjadi dua,
yaitu zat pewarna yang bersifat asam dan basa. Jika ion yang mengandung warna
adalah ion positif maka zat warna tersebut disebut pewarna basa. Dan bila ion
yang mengandung warna adalah ion negatif maka zat warna tersebut disebut
pewarna negatif (Hadiutomo. 1990).
Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa dan asam. Pada zat warna
basa bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut disebut kromofor dan
memiliki muatan positif. Sebaliknya, pada zat warna asam bagian yang berperan
memberikan zat warna mempunyai muatan negatif zat warna basa lebih banyak
digunakan karena muatan negatif banyak ditemukan didinding sel, membran sel dan
sitoplasmasewaktu proses pewarnaan muatan positif pada zat warna basa akan
berkaitan dengan muatan negatif dalam sel, sehingga mikroorganisme lebih jelas
terlihat (Dwidjoseputro.1998).
Zat warna asam yang bermuatan
negatif lazimnya tidak digunakan untuk mewarnai mikroorganisme, namun biasanya
dimanfaatkan untuk mewarnai mikroorganisme, namun biasanya dimanfaatkan untuk
mewarnai latar belakang sediaan pewarnaan. Zat warna asam yang bermuatan
negatif ini tidak dapat berkaitan dengan muatan negatif yang terdapat pada
struktur sel. Kadangkala zat warna negatif digunakan untuk mewarnai bagian sel
yang bermuatan positif, perlu diperhatikan bahwa muatan dan daya ikat zat warna
terhadap struktur sel dapat berubah bergantung pada pH sekitarnya sewaktu
proses pewarnaan (Dwidjoseputro.1998).
Prosedur pewarnaan yang menghasilkan
pewarnaan mikroorganisme disebut pewarnaan positif dalam prosedur pewarnaan ini
dapat digunakan zat warna basa yang yang bermuatan positif mau pun zat warna asam yang bermuatan
negatif. Sebaliknya pada pewarnaan negatif latar belakang disekeliling
mikroorganisme diwarnai untuk meningkatkan kontras dengan mikroorganisme yang
tak berwarna. Pewarnaan mencakup penyiapan mikroorganisme dengan melakukan
preparat ulas (Dwidjoseputro.1998)
Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat
ulasan bakteri di atas kaca objek. Ulasan ini kemudian difiksasi. Jumlah
bakteri yang terdapat pada ulasan haruslah cukup banyak sehingga dapat terlihat
bentuk dan penataanya sewaktu diamati. Kesalahan yang sering kali dibuat adalah
menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat terutama bila suspensi tersebut
berasal adari bukan media padat. Sebaliknya pada suatu suspensi bakteri bila
terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan sewaktu mencari bakteri pada
preparatnya (Sutedjo.1991).
Untuk pewarnaan yang mengamati
morfologi sel mikroorganisme maka seringkali setelah pembuatan preparat ulas
dilakukan fiksasi diikuti oleh pewarnaan. Fiksasi dapat dilakukan dengan cara
melewatkan preparat diatas api atau merendamnya dengan metanol. Fiksasi
digunakan untuk :
1. Mengamati bakteri oleh karena sel bakteri lebih
jelas terlihat setelah diwarnai
2. Melekatkan bakteri pada glass objek
3. Mematikan bakteri
Pada pewarnaan sederhana hanya
digunakan satu macam zat warna untuk meningkatkan kontras antara mikroorganisme
dan sekelilingnya. Lazim, prosedur pewarnaan ini menggunakan zat warna basa
seperti seperti crystal violet, biru metilen, karbol fuchsin basa, safranin
atau hijau malakit. Kadang kala digunakan zat warna negatif untuk pewarnaan
sederhana : zat warna asam yang sering digunakan adalah nigrosin dan merah
kongo (Lay.1994).
Prosedur Pewarnaan sederhana mudah
dan cepat, sehingga pewarnaan ini sering digunakan untuk melihat bentuk ukuran
dan penataan pada mikoorganisme bakteri pada bakteri dikenal bentu yang bulat
(coccus), batang (basil), dan spiral. Dengan pewarnaan sederhana dapat juga
terlihat penataan bakteri. Pada coccus dapat terlihat pewarnaan seperti rantai
(stertococcus), buah anggur ( stafilococcus), pasangan (diplococcus), bentuk
kubus yang terdiri dari 4 atau 8 (saranae) (Lay.1994).
Beberapa mikroba sulit diwarnai
dengan zat warna yang bersifat basa, tetapi mudah dilihat dengan pewarnaan
negatif, pada metode ini mikroba dicampur dengan tinta cina atau nigrosin,
kemudian digesekkan diatas kaca objek.Zat warna tidak akan mewarnai bakteri,
akan tetapi mewarnai lingkungan sekitar bakteri. Dengan mikroskop mikroba akan
terlihat tidak berwarna dengan latar belakang hitam (Lay.1994).
Metode pengecatan pertama kali
ditemukan oleh seorang ahli bioteknologi dari Denmark yang bernama Christian
Gram pada tahun 1884. Menemukan metode pewarnaan secara tidak sengaja. Dengan
metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif
dan bakteri gram negative. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri
terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh
komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak bisa dilakukan pada
mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp. Pewarnaan
gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak
digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Pewarnaan itu merupakan tahap
penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri (Lay,1994).
Pewarnaan gram memberikan hasil yang
baik, bila digunakan biakan segar yang berumur 24-48 jam. Bila digunakan biakan
tua, terdapat kemungkinan penyimpanan hasil pewarnaan gram. Pada biakan tua,
banyak sel mengalami kerusakan pada dinding-dinding selnya. Kerusakan pada dinding
sel ini menyebabkan zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan lartan
pemucat. Ini berarti bahwa bakteri gram positif dengan dinding sel yang rusak
tidak lagi dapat memertahankan crystal violet sehingga terlihat sebagai bakteri
gram negatif (Lay,1994).
Ciri-ciri gram negative:
·
Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10-45mm, berlapis
tiga atau multi layer
·
Dinding slnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%),
peptidoglikan terdapat dalam lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit
10% dari berat kering, tidak mengandung asam laktat.
·
Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
·
Tidak resisten terhadap gangguan fisik
Ciri-ciri bakteri gram positif:
·
Struktur dindingnya tebal
·
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal
·
Bersifat lebih rentan terhadap senyawa penisilin
·
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti
ungu Kristal
·
Komposisi yang dibutuhkan lebih rumit
·
Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap. Yaitu :
a. Pemberian cat warna utama (cairan Kristal violet)
berwarna ungu
b. Pengintensifan cat warna dengan penambahan larutan mordan
c. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alcohol asam
d. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
Banyak seenyawa organic berwarna
(zat warna) digunakan untuk mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan
mikroskopis dan telah dikembangkan prosedur pewarnaan gram untuk :
·
Mengamati dengan baik morfologi mikroorganisme secara kasar
·
Mengidentifikasi bagian-bagian structural sel
mikroorganismeMembantu mengidentifikasi atau membedakan organisme yang serupa
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan
tanggal praktikum
Hari/tanggal : Jumat, 8 April 2016
waktu : 11.00- selesai
Tempat : Lab.ANAKES
III.2 Alat
dan Bahan
1. Batu
Biakan bakteri A pada agar miring
2. Biakan
bakteri B pada agar miring
3. Air
garam fisiologis steril
4. Dua
buah kaca benda
5. Larutan
air fuchsin dan larutan methylen blue
III.3 Prinsip
Praktikum
Prinsip pewarnaan sederhana
didasarkan pada zat warna yang digunakan hanya terdiri dari satu zat yang
dilarutkan dalam bahan pelarut yang merupakan suatu cara yang cepat untuk
melihat morfologi bakteri secara umum.Prinsip
dasar dari pewarnaan ini yaitu adanya ikatan ion antara komponen seluler dari
bakteri dengan senyawa aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi
ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen selulermauoun pada
pewarnaan. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarnaan asam
dan pewarnaan basa.
III.4 Cara
Kerja
1. Bersihkan
kedua kaca benda dengan alcohol dan lewatkan pada api yang menyala.
2. Letakkan
di atas meja dan bagi dua kedua kaca benda tersebut dan masing-masing diberi
tanda A dan B
3. Teteskan
masing-masing satu tetes air garam fisiologis steril di bagian A dan B pada
kaca benda I, dan bagian A dan B di kaca benda II.
4. Ambil
dengan sengkelit steril, sedikit dan masing-masing bakteri A dan B, dan buatlah
suspensi bakteri yang tipis dan rata dengan NaCl fisiologis pada masing-masing
bagian A dan B pada kaca benda I dan II.
5. Keringkan
preparat pada udara atau diatas nyala api.
6. Setelah
preparat kering, fiksasi dengan melewatkan kaca benda 3 kali pada nyala api.
7. Letakkan
kedua kaca benda diatas rak preparat.
8. Tuangi
preparat A dan B pada kaca benda I dengan larutan air fuchsin.
9. Tuangi
preparat A dan B pada kaca benda II
dengan larutan methylene blue.
10. Biarkan
masing-masing zat warna pada masing-masing preparat salama 1 menit.
11. Buang
zat warnanya dan bilas kedua preparat dengan air mengalir lalu keringkan dengan
kertas saring.
12. Amati
di bawah mikroskop dengan pembesaran tinggi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
1.
Tabel
Pewarnaan Sederhana
|
Hasil
|
||
bentuk bakteri
|
Warna
sitoplasma
|
Warna latar
belakang
|
|
Air fuchsin/eosin
|
Bacil
|
Ungu tua
|
Pink/merah
|
Methylene blue
|
Cocus
|
Ungu
|
Biru
|
2. Gambar
IV.2. Pembahasan
Pewarnaan sederhana, merupakan pewarna yang paling
umum digunakan.Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum,
dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu
mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan
bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya
bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan
untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif).
Pada pewarnaan sederhana, bakteri diwarnai oleh
reagen tunggal.Pewarnaan dasar dengan kromogen (zat warna) muatan positif
disarankan selama asam nukleat bakteri dan komponen dinding sel membawa muatan
negative yang menyerap dengan kuat dan mengikat kation kromogen perlu
diperhatikan lamanya waktu pewarnaan tergantung pada jenis pewarnaan yang
digunakan.
Langkah percobaan yang dilakukan dimulai dengan 1
tetes sampel yang berupa bakteri sampel A dan bakteri sampel B diteteskan di
atas gelas benda yang suddah diberi tanda A dan B. Gelas benda berisi sampel
tersebut dipanaskan (fiksasi) di atas bunsen. Hal ini bertujuan untuk
menguapkan air sehingga hanya akan didapat bakteri saja. Proses fiksasi juga
bertujuan supaya bakteri benar-benar melekat pada gelas benda sehingga olesan
bakteri berupa tetesan sampel tidak akan terhapus apabila dilakukan pencucian.
Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi adalah bidang yang mengandung
bakteri dijaga agar tidak terkena nyala api.
Pemberian reagen atau pewarna yang berganti dari satu
pewarna ke pewarna lain dengan waktu yang telah ditentukan disebabkan karena
zat-zat warna tersebut dapat berikatan dengan komponen dinding sel bakteri
dalam waktu singkat. Karena itulah rentang waktu pemberian zat warna yang satu
ke yang lainnya tidak lama sehingga proses identifikasi bakteri berlangsung
cepat (efisiensi waktu).
Setiap akhir pemberian reagen atau pewarna, selalu
dilakukan pembilasan terhadap gelas benda dengan menggunakan aquades. pembilasan
ini bertujuan untuk mengurangi kelebihan setiap zat warna yang sedang
diberikan. Setiap akhir pembilasan pada masing-masing reagen, perlu dilakukan
penyerapan air bilasan dari aquades dengan menggunakan kertas tissu agar
aquades tidak tercampur dengan reagen atau pewarna baru yang akan diberikan.
Setelah pembilasan terakhir, gelas benda dikeringkan dan diamati di bawah
mikroskop.
Pada
praktikum pewarnaan sederhana, Dengan menggunakan larutan eosin kelompok kami
menemukan bakteri basil yang terdapat pada preparat A, warna sitoplasma yaitu
biru dan warna latar belakangnya yaitu merah. Sedangkan pada preparat B, dengan
menggunakan larutan eosin , kami menemukan bentuk bakteri basil, latar
belakang merah dan warna sitplasma
merah.
pada
larutan Methylen blue,kami menemukan bentuk bakteri basill pada preparat A
dengan warna sitoplasma ungu tua dan latar belakang merah. sedangkan pada
preparat B, kami menemukan bentuk bakteri coccus,warna sitoplasma ungu tua dan
latar belakang merah.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat ditarik pada praktikum ini yaitu:.
1. Bentuk bakteri yang didapatkan pada biakan bakteri A
dengan menggunakan zat warna methyle blue adalah cocus (bulat).
2. Bentuk bakteri yang didapatkan pada biakan bakteri B dengan
menggunakan zat warna air fuchsin adalah bacil (batang).
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D.1998.Dasar-Dasar Mikrobiologi, Malang : Djambatan
Hadiutomo. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga
Lay,
Bibiana.W.1994.Analisis Mikroba di Laboratorium.Jakarta: Rajawali
Sutedjo, Mul Mulyani.1991.Mikrobiologi Tanah.Jakarta : Rineka Cipta
Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum.Malang : UMM Press
Sutedjo, Mul Mulyani.1991.Mikrobiologi Tanah.Jakarta : Rineka Cipta
Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum.Malang : UMM Press
YANG
MINAT BELANJA PAKAIAN MURAH & BERKUALITAS, BONEKA, BUNGA & SELEMPANG
WISUDA, SILAHKAN INVITE BBM, INSTAGRAM, FACEBOOK KAMI ... SYUKRAN :)
No comments:
Post a Comment