Visitor

Wednesday, January 25, 2017

LAPORAN AKHIR PROGRAM STUDI NERS "LAPORAN ANALISA KASUS PADA PASIEN An. “D” DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN “SINDROM NEFROTIK” DIRUANG IRD ANAK RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2016"




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL) (Pramana, 2013).
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak penyebab, ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia (Handayani, 2007).
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid (sensitive steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid). International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN. Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan kolesterol serum (Wisata, 2010)
Prevalensi SN di negara barat sekitar 2–3 kasus per 100.000 anak < 16 tahun, di Asia 16 kasus per 100.000. Angka kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Indonesia sekitar 6 kasus per 100.000 anak < 14 tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada anak perempuan dengan perbandingan 2:1.
Anak dengan SN biasanya berumur 1 < 10 tahun, sekitar 90% kasus berumur < 7 tahun dengan usia rerata 2–5 tahun. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FKUI) / Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, SN merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Perbandingan SN pada anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Hasil penelitian retrospektif di bagian IKA Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil periode 1997-2000, mendapatkan bahwa perbandingan kejadian sindrom nefrotik antara anak laki-laki dan perempuan 1,7 : 1. Pada penelitian Irda, dkk, 2006 di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, pasien SN sebanyak 56 orang yang terdiri dari anak laki-laki 36 orang dan anak perempuan 20 orang dengan frekuensi anak laki-laki (64,3%) dibandingkan dengan anak perempuan (35,7%) kepustakaan, bahwa SN lebih banyak diderita oleh anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1 (Handayani, dkk, 2007).
Berdasarkan rekapitulasi medical record RSUD Kota Makassar, didapatkan jumlah penderita pada tahun 2010 berkisar 12 kasus, pada tahun 2011 berkisar 24 kasus, tahun 2012 berkisar 25 kasus. Melihat dari jumlah kasus penderita sindrom nefrotik mengalami peningkatan setiap tahunnya (RSUD Kota Makassar, 2013).
Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal. Hal ini menyebabkan proteinuria (protein di dalam air kemih), menurunnya kadar albumin dalam darah, penimbunan garam dan air yang berlebihan, serta meningkatnya kadar lemak dalam darah (Fida & Maya, 2012: 356). Apabila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
Pada Sindrom Nefrotik terdapat klasifikasi secara klinis dan gambaran patologi anatomi. Respon terhadap penggunaan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis. Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan karena inflamasi dan hialinisasi sehingga protein-protein yang berukuran kecil seperti albumin, imunoglobulin dan anti-trombin dapat melewati ginjal dan keluar bersama urin. Albumin adalah protein didalam darah yang berfungsi mempertahankan tekanan osmotik koloid. Albumin berfungsi mencegah bocornya darah dari pembuluh darah kedalam jaringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan edema pada nephrotic syndrome adalah dikarenakan kerusakan mikrovaskuler dan retensi natrium dan air oleh karena kerusakan ginjal (akibat peningkatan sekresi angiotensin) (Suharyanto. T & Madjid. A, 2009 : 140).
Gejala awal sindrom nefrotik bisa berupa berkurangnya nafsu makan, pembengkakan kelopak mata, nyeri perut, pengerutan otot, pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air, serta air kemih berbusa. Selain itu, perut dapat membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas, serta timbul cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Sementara itu, gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantong zakar (pada laki-laki). Biasanya, pembengkakan yang terjadi sering kali berpindah-pindah; pada pagi hari, cairan tertimbun di kelopak mata, dan setelah berjalan, cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Pengkisutan otot bisa tertutupi oleh pembengkakan (Fida & Maya, 2012 : 358).
Berdasarkan uraian diatas, dengan tingginya angka kejadian kasus sindrom nefrotik dengan akibat yang ditimbulkan pada anak-anak. Maka penulis tertarik membahas resume keperawatan dengan gangguan sistem perkemihan “Sindrom Nefrotik” di IRD Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.

2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan :
1)      Definisi Sindrom Nefrotik
2)      Etiologi Sindrom Nefrotik
3)      Patofisiologi Sindrom Nefrotik
4)      Tanda & Gejala Sindrom Nefrotik
5)      Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik
6)      Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik
7)      Komplikasi Sindrom Nefrotik
b.      Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Sindrom Nefrotik
c.       Mahasiswa mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien dengan Sindome Nefrotik
d.      Mahasiswa mampu melakukan rencana keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
e.       Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan baik independen, dependen, atau interdependen.

C.    Manfaat
1.      Manfaat aplikatif
Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai data penunjang bagi perawat atau tim kesehatan lain untuk melakukan pendidikan kesehatan untuk pencegahan serta perawatan pada anak dengan sindrom nefrotik serta sebagai salah satu pembanding dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan.
2.      Manfaat akademis
Karya tulis ilmiah dapat memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik sebagai acuan dalam pembelajaran mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIS

A.    Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953). Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).

B.     Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1.       Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2.       Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
-          Malaria kuartana atau parasit lainnya.
-          Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid
-    Glumerulonefritis akut atau kronik
-    Trombosis vena renalis.
-   Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.


3.       Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Churk dkk membaginya menjadi :
a.       Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b.      Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c.       Glomerulonefritis proliferatif
-          Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. 
-          Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
-          Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
-          Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
4.       Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk



C.    Patoisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular (kebocoran glomerulus) akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi Proteinuria.
Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin, sehingga menyebabkan Hypoalbuminemia
Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular perpindah kedalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormone (ADH) dan sekresi aldesteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, serta menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar dari jaringan akan menyebabkan Edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein Karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma, sehingga menyebabkan Hyperlipidemia.
Adanya Hyperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin, Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin (Lipiduria). Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeable
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinn disebabkan oleh karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atua defisiensi seng. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap infeksi

D.    Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :
1.      Kenaikan berat badan
2.      Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
3.      Pembengkakan abdomen (asites)
  1. Efusi pleura
  2. Pembengkakan labia atau skrotum
  3. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan absorpsi intestinal buruk
  4. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
  5. Iritabilitas
  6. Mudah letih
  7. Letargi
  8. Tekanan darah normal atau sedikit menurun
  9. Rentan terhadap infeksi
  10. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih

E.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Laboratorium
a.       Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
b.      Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>
2.      Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
F.     Penatalaksanaan
a.       Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
b.      Pembatasan sodium jika anak hipertensi
c.       Antibiotik untuk mencegah infeksi
d.      Terapi diuretik sesuai program
e.       Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
f.       Terapi prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sesuai program 

G.    Komplikasi
Sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal. Penyakit yang disebabkan karena nefrotik sindrome dapat menyebabkan glomeruli ginjal rusak dan tentunya dapat mempengaruhi kemampuan untuk membersihkan darah. Edema yang awalnya terjadi di daerah kaki, tentunya dapat juga mempengaruhi (terjadi edema) jaringan ginjalnya sendiri dan mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membersihkan darah. Gagal ginjal dapat berupa CRF (cronic renal failure) atau ARF (Acute renal failure).
Hiperkoagulasi, yaitu keadaan dimana darah cepat menjadi beku. Ini artinya mereka memiliki risiko tinggi terjadi bekuan darah di vena-vena kaki dan vena ginjal yang mengangkut darah dari ginjal. Banyak pasien yang mendapatkan obat pengencer darah untuk menghindari komplikasi. Berikut beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1.      Hypovolemia berat
2.      Infeksi skunder ( Pnemococcus, Bronkopnemonia, Peritonitis)
3.      Dehidrasi
4.      Proteinuria berat
5.      Ganggun koagulasi (Venous Trhombosis, Emboli pulmoner, syok)
6.      Malnutrisi (Hypoalbunemia berat dan berlangsung lama )
7.      Gagal ginjal akut ( penurunan fungsi ginjal yang irreversible )
8.      Peningkatan terjadinya aterosklerosis, peningkatan serum kolesterol total yang berlangsung lama dan tidak terkontrol.

























H.    Pathway

Etiologi : Autoimun, pembagian secara umum                 Glomerolus
 
Sistem imun menurun                                           permeabilitas glomerolus
 
                                                                              proteinuria massif
 
Hipovolemia                                  hipoproteinemia, hipoalbumin sintesa
protein
                                                Tekanan onkotik plasma
 
Aliran darah                Sekresi ADH               Volume plasma           Hiperlipidemia
ke ginjal
 
Pelepasan renin           reabsorbsi air               retensi natrium malnutrisi
Rounded Rectangle: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh                                    dan natrium                 renal   
 
vasokonstriksi                                     edema                                     
 
Rounded Rectangle: Kelebihan volume cairan                                                                                                            efusi pleura
 
                                                                                                            sesak
 


hospitalisasi                 penatalaksanaan                      tirah baring
 
Rounded Rectangle: Kecemasan                                            diet
Rounded Rectangle: Intoleransi Aktivitas
 
Rounded Rectangle: Gangguan pemeliharaan kesehatanRounded Rectangle: Kurang Pengetahuan                                    ketidakpatuhan











KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2.      Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak napas, muka sembab dan napsu makan menurun
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis kronis, terpapar bahan kimia.
4.      Riwayat Penyakit Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
5.      Riwayat kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
6.      Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah endemik malaria sering dilaporkan terjadinya kasus sindrom nefrotik sebagai komplikasi dari penyakit malaria.
7.      Riwayat Nutrisi
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
8.      Pengkajian Kebutuhan Dasar
a.       Kebutuhan Oksigenasi
Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura. Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Nadi 70 – 110 X/mnt.
b.      Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema, nyeri daerah perut, malnutrisi berat.
c.       Kebutuhan Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih.
d.      Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas (sakrum, tumit, dan tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.
e.       Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
f.       Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada tahap pemikiran prakonseptual ditandai dengan anak-anak menilai orang, benda, dan kejadian di luar penampilan luar mereka.
g.      Kebutuhan Kenyamanan
Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen, adanya asites.
h.      Kebutuhan Personal Hygiene
Kebutuhan untuk perawatan diri pada anak usia pra sekolah selama di rumah sakit mungkin dibantu oleh keluarga. Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.

i.        Kebutuhan Informasi
Pengetahuan keluarga tentang diet pada anak dengan sindrom nefrotik, pertumbuhan dan perkembangan anak, serta proses penyakit dan penatalakasanaan.
j.        Kebutuhan Komunikasi
Anak usia pra sekolah dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. Kosakata sudah mulai meluas, kalimat kompleks sederhana tapi dipahami. Untuk usia 3 tahun, komunikasi lebih sering berbentuk simbolis.
k.      Kebutuhan Seksualitas
Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai jender. Anak mulai menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama. Eksplorasi tubuh mencakup mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk boneka.
l.        Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai terbentuk dengan anak mengetahui tentang identitas dirinya.
m.    Kebutuhan Rekreasi
Anak yang mengalami hospitalisasid alam waktu lama akan mengalami kejenuhan. Kebiasaan yang sering dilakukan mungkin berubah pada saat anak hospitalisasi.
n.      Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.
9.      Pengkajian Fisik
a.       Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal, wajah tampak sembab karena ada edema fascialis.
b.      Pemeriksaan Mata
Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi.

c.       Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
d.      Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
e.       Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.
f.       Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan peningkatann kerja jantung.
g.      Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
h.      Pemeriksaan Paru
Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena efusi pleura, pengembangan ekspansi paru sama atau tidak.
i.        Pemeriksaan Abdomen
Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali.
j.        Pemeriksaan Genitalia
Pembengkakan pada labia atau skrotum.
k.      Pemeriksaan Ektstrimitas
Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di area sakrum, tumit, dan tangan.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
2.      Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin.
3.      Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik.
4.      Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air.
5.      Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.

C.    Intervensi Keperawatan
1.      Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
a.       Tujuan : integritas kulit terjaga.
b.      KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
c.       Intervensi :
1)      Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.
R/: untuk mencegah terjadinya penekanan terlalu lama dan terjadi decubitus
2)      Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
R/: untuk mencegah terjadainya resiko terinfeksi atau terkontaminasi
3)      Gunakan lotion bila kulit kering.
R/: memberikan kelembapan pada kulit
4)      Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.
R/: untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda peradangan pada kulit.
5)      Support daerah yang edema dengan bantal.
R/: agar tidak terjadi penekanan
6)      Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.
R/: mencegah terjadinya cidera
2.      Resiko infeksi b/d terapi imunosuppresive dan hilangnya gama globulin.
a.       Tujuan : tidak terjadi infeksi
b.      Kriteria hasil :
-          Hasil laboratorium ( leukosit ) dalam batas normal
-          Tanda- tanda vital stabil
-          Tidak ada tanda- tanda infeksi
c.       Intervensi :
1)      Mencuci tangan setiap akan kontak dengan anak
R/: mencegah terjadinya terkontaminasi
2)      Kaji tanda–tanda infeksi
R/: untuk merencanakan intervensi selanjutnya
3)      Monitor tanda–tanda vital
R/: mengetahui perkembangan dan keadaan umum klien.
4)      Monitor pemeriksaan laboratorium Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik
R/: untuk menngetahui kadar atau nilai yang menandakan terjadinya infeksi, dan untuk mencegah terjadinya infeksi.
3.      Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik
a.       Tujuan : cairan tubuh seimbang
b.      Kriteria hasil :
-          Mukosa mulut lembab
-          Tanda vital stabil
c.       Intervensi :
1)      Monitor intake dan output ( pada anak < 1ml/kg/jam)
R/: untuk mengetahui batasan masukan yang masuk dan pengeluaran dari tubuh klien
2)      Monitor tanda-tanda vital
R/: untuk menegetahui perkembangan dan keadaan umum klien
3)      Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
R/: untuk mengetahui status cairan yang dibutuhkan klien.
4)      Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit
R/: untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya dehidrasi
5)      Kaji pengisian kembali kapiler (capilarry Refill)
R/: untuk mengetahui apakah ada kelaianan yang lain yang terjadi pada klien.
4.      Resiko kelebihan cairan b/d retensio sodium dan air
a.       Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang
b.      Kriteria hasil : 
-          BB stabil 
-          tanda vital dalam batas normal dan tidak ada edema
c.       Intervensi :
1)      Monitor intake dan output, dan timbang BB setiap hari
R/: uintuk mengetahui status cairan tubuh klien
2)      Monitor tekanan darah
R/: sebagai acuan untuk mengetahui apakah ada penekanan atau penambahan kerja jantung klien
3)      Mengkaji status pernafasan termasuk bunyi nafas
R/: untuk mengetahui peninggkatan RR
4)      Pemberian deuretik sesuai program
R/: mencegah terjadinya demam
5)      Ukur dan catat ukuran lilitan abdomen
R/: untuk mengetahui status klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya, dan apakah ada tanda-tanda  terjadinya asites
5.      Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak
a.       Tujuan : kecemasan hilang
b.      Kriterai hasil : 
-          Orang tua tampak lebih santai
-          Orang tua berpartisipasi dalam perawatan dan memahami kondisi anak
c.       Intervensi :
1)      Anjurkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas
R/: membina hubungan saling percaya baik pada pasien maupun keluarga
2)      Berikan penjelasan tentang penyakit Sindrom Nefrotik, perawatan dan pengobatannya
R/: untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga
3)      Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya
R/: membuat sautu kepercayaan agar keluarga agar merasa keluarga dianggap ada disamping klien
4)      Berikan aktivitas bermain yang sesuai dgn tumbang anak dan kondisinya.   
R/: membuat suasana seperti berada dirumah.


No comments:

Post a Comment