BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang
terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia
(≤ 2,5 gr/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL)
(Pramana, 2013).
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang
mempunyai banyak penyebab, ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat
dengan manifestasi proteinuri masif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan
biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia (Handayani, 2007).
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara
histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap
pengobatan steroid (sensitive steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian
besar tidak memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid). International
Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan
laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN.
Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama,
jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan
kolesterol serum (Wisata, 2010)
Prevalensi SN di negara barat sekitar 2–3 kasus per
100.000 anak < 16 tahun, di Asia 16 kasus per 100.000. Angka kejadian SN di
Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18
tahun per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Indonesia
sekitar 6 kasus per 100.000 anak < 14 tahun. Anak laki-laki lebih sering
terjangkit daripada anak perempuan dengan perbandingan 2:1.
Anak dengan SN biasanya berumur 1 < 10 tahun,
sekitar 90% kasus berumur < 7 tahun dengan usia rerata 2–5 tahun. Di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FKUI) /
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, SN merupakan penyebab kunjungan
sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi dan merupakan penyebab
tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Perbandingan SN pada anak laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Hasil penelitian retrospektif di bagian IKA Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Dr. M. Djamil periode 1997-2000, mendapatkan bahwa perbandingan kejadian
sindrom nefrotik antara anak laki-laki dan perempuan 1,7 : 1. Pada penelitian
Irda, dkk, 2006 di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, pasien SN
sebanyak 56 orang yang terdiri dari anak laki-laki 36 orang dan anak perempuan
20 orang dengan frekuensi anak laki-laki (64,3%) dibandingkan dengan anak
perempuan (35,7%) kepustakaan, bahwa SN lebih banyak diderita oleh anak
laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1 (Handayani, dkk, 2007).
Berdasarkan rekapitulasi medical record RSUD Kota
Makassar, didapatkan jumlah penderita pada tahun 2010 berkisar 12 kasus, pada
tahun 2011 berkisar 24 kasus, tahun 2012 berkisar 25 kasus. Melihat dari jumlah
kasus penderita sindrom nefrotik mengalami peningkatan setiap tahunnya (RSUD
Kota Makassar, 2013).
Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom (kumpulan
gejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal. Hal ini
menyebabkan proteinuria (protein di dalam air kemih), menurunnya kadar albumin
dalam darah, penimbunan garam dan air yang berlebihan, serta meningkatnya kadar
lemak dalam darah (Fida & Maya, 2012: 356). Apabila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai
resisten steroid.
Pada Sindrom Nefrotik terdapat klasifikasi secara
klinis dan gambaran patologi anatomi. Respon terhadap penggunaan steroid lebih
sering digunakan untuk menentukan prognosis. Glomeruli adalah bagian dari
ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada nefrotik sindrom, glomeruli
mengalami kerusakan karena inflamasi dan hialinisasi sehingga protein-protein
yang berukuran kecil seperti albumin, imunoglobulin dan anti-trombin dapat
melewati ginjal dan keluar bersama urin. Albumin adalah protein didalam darah
yang berfungsi mempertahankan tekanan osmotik koloid. Albumin berfungsi
mencegah bocornya darah dari pembuluh darah kedalam jaringan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan edema pada nephrotic syndrome adalah dikarenakan
kerusakan mikrovaskuler dan retensi natrium dan air oleh karena kerusakan
ginjal (akibat peningkatan sekresi angiotensin) (Suharyanto. T & Madjid. A,
2009 : 140).
Gejala awal sindrom nefrotik bisa berupa berkurangnya
nafsu makan, pembengkakan kelopak mata, nyeri perut, pengerutan otot, pembengkakan
jaringan akibat penimbunan garam dan air, serta air kemih berbusa. Selain itu, perut
dapat membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas, serta timbul
cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Sementara itu, gejala lainnya
adalah pembengkakan lutut dan kantong zakar (pada laki-laki). Biasanya,
pembengkakan yang terjadi sering kali berpindah-pindah; pada pagi hari, cairan
tertimbun di kelopak mata, dan setelah berjalan, cairan akan tertimbun di
pergelangan kaki. Pengkisutan otot bisa tertutupi oleh pembengkakan (Fida &
Maya, 2012 : 358).
Berdasarkan uraian diatas, dengan tingginya angka
kejadian kasus sindrom nefrotik dengan akibat yang ditimbulkan pada anak-anak.
Maka penulis tertarik membahas resume keperawatan dengan gangguan sistem
perkemihan “Sindrom Nefrotik” di IRD Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada penderita sindrom nefrotik.
2. Tujuan
Khusus
a. Mahasiswa
mampu menjelaskan :
1) Definisi
Sindrom Nefrotik
2) Etiologi
Sindrom Nefrotik
3) Patofisiologi
Sindrom Nefrotik
4) Tanda
& Gejala Sindrom Nefrotik
5) Pemeriksaan
Penunjang Sindrom Nefrotik
6) Penatalaksanaan
Sindrom Nefrotik
7) Komplikasi
Sindrom Nefrotik
b. Mahasiswa
mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Sindrom Nefrotik
c. Mahasiswa
mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien dengan Sindome Nefrotik
d. Mahasiswa
mampu melakukan rencana keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
e. Mahasiswa
mampu melakukan tindakan keperawatan baik independen, dependen, atau
interdependen.
C.
Manfaat
1. Manfaat
aplikatif
Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan
sebagai data penunjang bagi perawat atau tim kesehatan lain untuk melakukan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan serta perawatan pada anak dengan sindrom
nefrotik serta sebagai salah satu pembanding dalam mengimplementasikan asuhan
keperawatan.
2. Manfaat
akademis
Karya tulis ilmiah dapat memberikan informasi
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik sebagai acuan
dalam pembelajaran mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom
nefrotik.
BAB
II
LAPORAN
PENDAHULUAN
KONSEP DASAR
MEDIS
A.
Pengertian
Sindrom
nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953). Sindrom
nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).
B.
Etiologi
Penyebab
sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1.
Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan
sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom
nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
-
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
-
Penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid
-
Glumerulonefritis akut atau kronik
-
Trombosis vena renalis.
-
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
3. Sindrom
nefrotik idiopatik
Tidak diketahui
sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop
elektron. Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan
minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak
foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak
terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati
membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis
proliferatif
-
Glomerulonefritis proliferatif esudatif
difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
-
Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
-
Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular
dan viseral. Prognosis buruk.
-
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis
di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
4. Glomerulosklerosis
fokal segmental
Pada kelainan
ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis
buruk.
C.
Patoisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler glomerular (kebocoran glomerulus) akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi Proteinuria.
Perubahan integritas membrana
basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin,
sehingga menyebabkan Hypoalbuminemia
Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular perpindah kedalam
interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hypovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi
antidiuretik hormone (ADH) dan sekresi aldesteron yang kemudian terjadi retensi
natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, serta menyebabkan mudahnya
cairan tubuh keluar dari jaringan akan menyebabkan Edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan
triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein
Karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma, sehingga
menyebabkan Hyperlipidemia.
Adanya Hyperlipidemia juga akibat
dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin, Lemak bebas (oval
fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin (Lipiduria). Sumber lemak
ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang
permeable
Menurunnya respon imun karena sel
imun tertekan, kemungkinn disebabkan oleh karena hypoalbuminemia,
hyperlipidemia atua defisiensi seng. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap infeksi
D.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut
:
1. Kenaikan berat badan
2. Wajah tampak sembab (edema
fascialis) terutama di sekitar mata, tampak pada saat bangun di pagi hari dan
berkurang di siang hari
3. Pembengkakan abdomen (asites)
- Efusi pleura
- Pembengkakan labia atau skrotum
- Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan absorpsi intestinal buruk
- Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
- Iritabilitas
- Mudah letih
- Letargi
- Tekanan darah normal atau sedikit menurun
- Rentan terhadap infeksi
- Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih
E.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria).
Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin,
mioglobin, porfirin.
b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat
sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin <>
2. Biosi ginjal dilakukan untuk
memperkuat diagnosa.
F.
Penatalaksanaan
a. Diit tinggi
protein, diit rendah natrium jika edema berat
b. Pembatasan
sodium jika anak hipertensi
c. Antibiotik
untuk mencegah infeksi
d. Terapi diuretik
sesuai program
e. Terapi albumin jika
intake anak dan output urin kurang
f. Terapi
prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sesuai program
G.
Komplikasi
Sindroma nefrotik berhubungan dengan
gagal ginjal. Penyakit yang disebabkan karena nefrotik sindrome dapat
menyebabkan glomeruli ginjal rusak dan tentunya dapat mempengaruhi kemampuan
untuk membersihkan darah. Edema yang awalnya terjadi di daerah kaki, tentunya
dapat juga mempengaruhi (terjadi edema) jaringan ginjalnya sendiri dan
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membersihkan darah. Gagal ginjal dapat berupa CRF (cronic renal failure) atau ARF
(Acute renal failure).
Hiperkoagulasi, yaitu keadaan dimana darah cepat
menjadi beku. Ini artinya mereka memiliki risiko tinggi terjadi bekuan darah di
vena-vena kaki dan vena ginjal yang mengangkut darah dari ginjal. Banyak pasien
yang mendapatkan obat pengencer darah untuk menghindari komplikasi. Berikut
beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Hypovolemia berat
2. Infeksi skunder ( Pnemococcus,
Bronkopnemonia, Peritonitis)
3. Dehidrasi
4. Proteinuria berat
5. Ganggun koagulasi (Venous
Trhombosis, Emboli pulmoner, syok)
6. Malnutrisi (Hypoalbunemia berat dan
berlangsung lama )
7. Gagal ginjal akut ( penurunan fungsi
ginjal yang irreversible )
8. Peningkatan terjadinya
aterosklerosis, peningkatan serum kolesterol total yang berlangsung lama dan
tidak terkontrol.
H.
Pathway
Etiologi
: Autoimun, pembagian secara umum Glomerolus
Sistem imun menurun permeabilitas
glomerolus
proteinuria
massif
Hipovolemia hipoproteinemia,
hipoalbumin sintesa
protein
Tekanan
onkotik plasma
Aliran
darah Sekresi ADH Volume plasma Hiperlipidemia
ke
ginjal
Pelepasan
renin reabsorbsi air retensi natrium malnutrisi
dan natrium renal
vasokonstriksi edema
efusi pleura
sesak
hospitalisasi penatalaksanaan tirah baring
diet
ketidakpatuhan
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus
anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia
kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah
endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2. Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak napas, muka
sembab dan napsu makan menurun
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Edema masa neonatus, malaria,
riwayat glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis kronis, terpapar bahan
kimia.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah,
napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
5. Riwayat kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif.
Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati
pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah endemik malaria sering
dilaporkan terjadinya kasus sindrom nefrotik sebagai komplikasi dari penyakit
malaria.
7. Riwayat Nutrisi
Nafsu makan menurun, berat badan
meningkat akibat adanya edema.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan
lahir.
Status gizinya adalah dihitung
dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : <
60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
8. Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Kebutuhan Oksigenasi
Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura.
Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Nadi 70 – 110 X/mnt.
b. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya
edema, nyeri daerah perut, malnutrisi berat.
c. Kebutuhan Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri.
Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih.
d. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas
(sakrum, tumit, dan tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.
e. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan
hospitalisasi.
f. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada
tahap pemikiran prakonseptual ditandai dengan anak-anak menilai orang, benda,
dan kejadian di luar penampilan luar mereka.
g. Kebutuhan Kenyamanan
Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen,
adanya asites.
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Kebutuhan untuk perawatan diri pada
anak usia pra sekolah selama di rumah sakit mungkin dibantu oleh keluarga. Kaji
perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.
i.
Kebutuhan Informasi
Pengetahuan keluarga tentang diet pada anak dengan sindrom nefrotik,
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta proses penyakit dan penatalakasanaan.
j.
Kebutuhan Komunikasi
Anak usia pra sekolah dapat mengungkapkan apa yang
dirasakan. Kosakata sudah mulai meluas, kalimat kompleks sederhana tapi
dipahami. Untuk usia 3 tahun, komunikasi lebih sering berbentuk simbolis.
k. Kebutuhan Seksualitas
Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai
jender. Anak mulai menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama.
Eksplorasi tubuh mencakup mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk
boneka.
l.
Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai terbentuk
dengan anak mengetahui tentang identitas dirinya.
m. Kebutuhan Rekreasi
Anak yang mengalami hospitalisasid alam waktu lama akan
mengalami kejenuhan. Kebiasaan yang sering dilakukan mungkin berubah pada saat
anak hospitalisasi.
n. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.
9. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal, wajah
tampak sembab karena ada edema fascialis.
b. Pemeriksaan Mata
Edema periorbital, mata tampak sayu
karena malnutrisi.
c. Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika
klien sesak napas.
d. Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan
telinga, ada tidaknya keluaran.
e. Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi,
jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.
f. Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis
karena edema seluruh tubuh dan peningkatann kerja jantung.
g. Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi
jantung abnormal, kardiomegali.
h. Pemeriksaan Paru
Suara paru saat bernapas mungkin
ditemukan ronkhi karena efusi pleura, pengembangan ekspansi paru sama atau
tidak.
i.
Pemeriksaan Abdomen
Adanya asites, nyeri tekan,
hepatomegali.
j.
Pemeriksaan Genitalia
Pembengkakan pada labia atau
skrotum.
k. Pemeriksaan Ektstrimitas
Adanya edema di ekstrimitas atas
maupun bawah seperti di area sakrum, tumit, dan tangan.
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
2. Resiko infeksi
b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin.
3. Resiko
kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek
diuretik.
4. Resiko
kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air.
5. Kecemasan pada
anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.
C.
Intervensi Keperawatan
1. Gangguan
integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
a. Tujuan :
integritas kulit terjaga.
b. KH : Tidak ada
tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
c. Intervensi :
1) Mengatur atau
merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.
R/: untuk
mencegah terjadinya penekanan terlalu lama dan terjadi decubitus
2) Pertahankan
kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
R/: untuk
mencegah terjadainya resiko terinfeksi atau terkontaminasi
3)
Gunakan lotion bila kulit kering.
R/: memberikan
kelembapan pada kulit
4)
Kaji area kulit : kemerahan, tenderness
dan lecet.
R/: untuk
mengetahui apakah ada tanda-tanda peradangan pada kulit.
5)
Support daerah yang edema dengan
bantal.
R/: agar tidak
terjadi penekanan
6)
Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan
kondisi anak.
R/: mencegah
terjadinya cidera
2.
Resiko infeksi b/d terapi
imunosuppresive dan hilangnya gama globulin.
a.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
b.
Kriteria hasil :
-
Hasil laboratorium ( leukosit )
dalam batas normal
-
Tanda- tanda vital stabil
-
Tidak ada tanda- tanda infeksi
c.
Intervensi :
1)
Mencuci tangan setiap akan kontak
dengan anak
R/: mencegah
terjadinya terkontaminasi
2)
Kaji tanda–tanda infeksi
R/: untuk merencanakan
intervensi selanjutnya
3)
Monitor tanda–tanda vital
R/: mengetahui
perkembangan dan keadaan umum klien.
4)
Monitor
pemeriksaan laboratorium Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik
R/: untuk
menngetahui kadar atau nilai yang menandakan terjadinya infeksi, dan untuk
mencegah terjadinya infeksi.
3.
Resiko kurangnya volume cairan
(intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik
a.
Tujuan : cairan tubuh seimbang
b.
Kriteria hasil :
-
Mukosa mulut lembab
-
Tanda vital stabil
c.
Intervensi :
1)
Monitor intake dan output ( pada anak
< 1ml/kg/jam)
R/: untuk
mengetahui batasan masukan yang masuk dan pengeluaran dari tubuh klien
2)
Monitor tanda-tanda vital
R/: untuk
menegetahui perkembangan dan keadaan umum klien
3)
Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
R/: untuk
mengetahui status cairan yang dibutuhkan klien.
4)
Kaji membran mukosa mulut dan
elastisitas turgor kulit
R/: untuk
mengetahui tanda-tanda terjadinya dehidrasi
5)
Kaji pengisian kembali kapiler
(capilarry Refill)
R/: untuk
mengetahui apakah ada kelaianan yang lain yang terjadi pada klien.
4.
Resiko kelebihan cairan b/d retensio
sodium dan air
a.
Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang
b.
Kriteria hasil :
-
BB stabil
-
tanda vital dalam batas normal dan
tidak ada edema
c.
Intervensi :
1)
Monitor intake dan output, dan timbang
BB setiap hari
R/: uintuk
mengetahui status cairan tubuh klien
2)
Monitor tekanan darah
R/: sebagai
acuan untuk mengetahui apakah ada penekanan atau penambahan kerja jantung klien
3)
Mengkaji status pernafasan termasuk bunyi nafas
R/: untuk
mengetahui peninggkatan RR
4)
Pemberian deuretik sesuai program
R/: mencegah
terjadinya demam
5)
Ukur dan catat ukuran lilitan abdomen
R/: untuk
mengetahui status klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya, dan apakah
ada tanda-tanda terjadinya asites
5.
Kecemasan pada anak atau keluarga b/d
hospitalisasi pada anak
a.
Tujuan : kecemasan hilang
b.
Kriterai hasil :
-
Orang tua tampak lebih santai
-
Orang tua berpartisipasi dalam
perawatan dan memahami kondisi anak
c.
Intervensi :
1)
Anjurkan orang tua dan anak untuk
mengekspresikan rasa takut dan cemas
R/: membina
hubungan saling percaya baik pada pasien maupun keluarga
2)
Berikan penjelasan tentang penyakit
Sindrom Nefrotik, perawatan dan pengobatannya
R/: untuk
meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga
3)
Ajarkan pada orang tua untuk membantu
perawatan pada anaknya
R/: membuat
sautu kepercayaan agar keluarga agar merasa keluarga dianggap ada disamping
klien
4)
Berikan aktivitas bermain yang sesuai
dgn tumbang anak dan kondisinya.
R/: membuat
suasana seperti berada dirumah.
No comments:
Post a Comment