Visitor

Thursday, January 26, 2017

MAKALAH KEWARGANEGARAAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL




VISUALISASI POLSTRANAS
A. POLITIK
           
Etimologis  Politik berasal dari bahasa yunani (Politeia) yang berasal dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri / berdiri sendiri (negara) dan teia (urusan)
 Politik Terminologis  dari segi kepentingan mempunyai dua pengertian, bahasa indonesia menerjemahkan dua perkataan Inggris yang berbeda yaitu politics dan policy menjadi satu kata yang sama yaitu politik.

             kepentingan umum para warga negara dari suatu negara. Politik dalam arti politics
Pemaknaan Politics :
Serangkaian asas atau prinsip / alat atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
Suatu keadaan yang dikehendaki disertai cara / alat yang dipergunakan untuk mencapai keadaan yang diinginkan.
Gagasan suatu kelompok/individu untuk mencapai kepentingannya baik sendiri / bersama ide yang digagas dan disepakati Politik dalam makna Policy adalah kebijakan yang dirumuskan berdasarkan pertimbangan tertentu.Penggunaan pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita keinginan atau keadaan yang kita kehendaki.

B. Strategi
           
Etimologis  Strategi berasal dari Yunani strategos artinya the art of general atau ilmu tentang cara menjalankan politik. ( tokoh : Antoine Henri Jomni, Karl Von Clausewitr dan Linddle Hart )
 strategi tidak
àTerminologis  hanya sebagai ranah perjuangan fisik secara luas dikenal dengan telaah strategis (telstra). Pada dasarnya strategi merupakan kerangka rencana / tindakan yang disusun dan ditetapkan untuk mencapai tujuan sebelumnya.

C. Nasional
           Suatu bangsa yang telah bernegara. bangsa Nasional (Nation) 
Faktor-Faktor Pembentukan Poltranas :
   1. UUD 1945 Ideologi dan Politik
   2. membiayai pelaksanaan Ekonomi  Poltranas
   3.  Bhineka Tunggal Ika Sosial budaya
    4. Hankamrata (bela negara) Hankam tercapai stabilitas nasional Internal /     eksternal bangsa.
D. Politik Nasional
a.Hakikat Politik Nasional
            Politik Nasional hakikatnya sama dengan kebijakan nasional yang menjadi landasan penyusunan konsep strategi nasional. Politik Nasional dapat diartikan sebagai alat perjuangan mencerminkan ideologi, aspirasi, dan sikap suatu bangsa serta sebagai konsepsi yang merupakan manifestasi (perwujudan) dari ide dan sikap secara konkret ditujukan sebagai sarana mencapai tujuan nasional bertahap

b. Peranan Politik Nasional
            konkretnay sebelum dilakukan amandemen UUD 1945 perumusan nasional dilakukan MPR dan DPR. Rumusan sebelum UUD 1945 diamandemen dilakukan oleh mandataris MPR yaitu Presiden, Wakil Presiden beserta kabinet jajarannya secara fungsional (DPA, DPR, BPK, dan MA). Politik Nasional disusun oleh Presiden bersama-sama DPR. Dalam hal ini DPR memberikan saran dan pendapat serta meminta keterangan dan masukan dari MPR yang tertuang dalam Ketetapan/TAP yang menjadi landasan Politik Nasional.

C. Masalah Pokok Penyusunan Politik Nasional
            Dalam menyusun politik nasional terdapat tiga permasalahan pokok meliputi :
1. Kebutuhan Pokok Nasional
    a) masalah kesejahteraan baik material maupun non material
    b) Masalah Pertahanan dan Keamanan
2.  Hal-hal yang timbul dari lingkungan sendiri meliputi kondisi Ipoleksosbud
3.  Hal-hal timbul dari luar lingkungan  bersifat membantu/menguntungkan  maupun sebaliknya bahwa tidak ada satu negara yang dapat hidup sendiri.
D. Pertimbangan dalam merumuskan politik nasional
            adapun pertimbangan sebagai berikut :
1. Menilai secara tepat ancaman atau gangguan yang datang dari dalam maupun luar.
2. Faktor-faktor Dinamis maupun statis dari  wilayah nasional terhadap pelaksanaan
    Politik Nasional.
3. Menilai secara tepat potensi dan
    kemampuan Ipoleksosbud terhadap penghambat pelaksanaan kebijakan nasional
e. Visualisasi penyusunan politik nasional
            sebelum masa amandemen UUD 1945
1.  MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat tertinggi
2.  Presiden mandataris MPR bersama DPR dibantu lembaga tinggi negara (kabinet, DPA,BPK, dan  MA berdsasarkan GBHN dan Ketetapan MPR menyusun Politik nasional (Politik Pembangunan)
3. Politik Pembangunan dilaksanakan secara bertahap sebagai peningkatan pembangunan sebelumnya
4. Tahapan pembangunan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
 seni dan ilmu mengembangkan dan menggunakan Strategi Nasional  kekuatan nasional untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh politik nasional yang berisi perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan.
             proses berfikir untuk menelaah yang akan Telaah Strategis (Telestra)  terjadi di masa yang akan datang sebagai akibat dan perkembangan peristiwa yang terjadi dimasa lalu dan saat ini.
            Perkiraan  Proses berfikir secara runtut untuk menganalisis keadaan Stategis  serta untuk menentukan sasaran yang akan dipilih dan menentukan cara bertindak yang akan ditempuh.
diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1. mempelajari lingkungan (examination of the environment)
 2. Pengembangan sasaran alaternatif dan cara bertindak yang perlu ditempuh
3. Analisis kekuatan sendiri
4. Batas waktu untuk penilaian strategis


PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN DUNIA
Dalam Rapim ABRI tahun yang lalu saya telah berbicara mengenai gambaran masa
depan yang ingin kita wujudkan pada akhir PJP II dengan berbagai tantangannya. Mengenai
Repelita VII juga telah saya kemukakan berbagai pikiran yang ada pada kita dalam konteks
pembahasan itu.
Oleh karena itu, saya tidak akan mengulangi pembahasan mengenai pembangunan dalam
PJP II, tetapi khusus menyoroti sedikit lebih rinci mengenai Repelita VII sesuai permintaan
penyelenggara Rapim ini.
Memang, penyusunan Repelita VII akan berpedoman kepada GBHN 1998 yang setelah
pemilihan umum nanti baru akan dirumuskan oleh para wakil rakyat. Namun rumusan pokok-pokok
pikiran dalam PJP II yang telah kita miliki sewaktu menyusun Repelita VI, kiranya dapat menjadi
bahan acuan dalam melihat gambaran masyarakat Indonesia pada akhir Repelita VII.
Kata kunci yang terpatri dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan telah kita tetapkan
menjadi sasaran jangka panjang adalah kemajuan, kemandirian, keadilan, dan peningkatan
kesejahteraan. Dalam Repelita VII, sasaran itu ingin dicapai dengan meletakkan titik berat
pembangunan pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Titik berat pembangunan ini memang berbeda dengan tahapan pembangunan terdahulu yang hanya
meletakkannya pada bidang ekonomi. Namun, pergeseran paradigma itu sebenarnya menunjukkan
perkembangan kemajuan pembangunan kita.



Tantangan-tantangan Pembangunan
Dengan pokok-pokok pikiran itu kita berusaha menyusun rencana pembangunan dalam Repelita VII. Dalam melaksanakannya terlebih dahulu harus kita kenali tantangan-tantangan yang kita hadapi, baik yang berasal dari luar atau dari dalam serta dapat bersumber pada faktorekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Dengan terjadinya integrasi ekonomi, volume perdagangan dunia akan meningkatlebihcepat. Tantangan utama dengan terjadinya proses globalisasi tersebut adalah mengupayakan agarbangsa Indonesia diuntungkan oleh proses perubahan itu. Kuncinya dari segi ekonomi adalah membangun daya saing dan memeliharanya agar berkesinambungan.
Meningkatkan daya saing akan sangat tergantung pada peningkatan efisiensi dan
produktivitas. Dalam peningkatan efisiensi kita berbicara mengenai penyempurnaankelembagaan ekonomi secara keseluruhan.
Deregulasi dan debirokratisasi adalah sebagian dari upaya itu.
Sedangkan peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan teknologi.
Pembangunan sumber daya manusia telah banyak kita lakukan dan telah cukup besar
hasilnya seperti yang antara lain terlihat dari indikator keberhasilan pembangunan di bidangpendidikan dan kesehatan. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara disekeliling kita masih jauh tertinggal. Oleh karena itu, mengejar ketertinggalan kualitas sumber daya manusiamerupakan pula tantangan bagi kita.Dalam hal ini, kita menghadapi masalah yang tidak ringan. Berdasarkan survei penduduk antar sensus (SUPAS) 1985 dan 1995 tampak bahwa jumlah angkatan kerja pada tiap-tiap tingkat pendidikan memang meningkat. Tetapi angkatan kerjaberpendidikan SD ke bawah masih sekitar 70 persen.Selain itu, pengangguran dengan tingkat pendidikan SLTA ke atas sejak tahun 1985 selalumeningkat. Untuk mengatasi masalah ini maka di masa depan kegiatan formal harus ditingkatkan,karena adanya kecenderungan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ia akan lebih memilih bekerja pada kegiatan formal. Tantangan penciptaan lapangan kerja sektor formal ini akan makin besar di masa yang akan datang.Membangun kemampuan teknologi, merupakan tantangan yang tidak ringan. Penguasaan teknologi pada tingkat perusahaan, dengan begitu juga pada tingkat industri, masih sangat lemah.
        Kemampuan kita dalam investasi (investment capability), produksi (production capability), penyesuaian rekayasa dan rancang bangun (engineering adjustment), organisasi (organizationalcapability), pemasaran (marketing capability) masih perlu ditingkatkan. Apalagi untuk
menciptakan pengetahuan dan teknologi baru (major change capability).           Kelemahan ini berakar dari kemampuan teknologi nasional (prasarana, sarana, dan SDM teknologi) kita yang masih lemah
maupun pada kelembagaannya, termasuk dalam kaitannya dengan dukungannya kepada duniausaha. Sektor ekonomi Indonesia yang makin modern dan sudah cukup berkembang telah memiliki pelaku-pelaku ekonomi yang tangguh dan mempunyai peluang untuk berkompetisi. Yang terutama menjadi masalah bagi kita ialah apakah ekonomi rakyat yang kita artikan sebagai ekonomi usaha kecil dapat terlibat di dalamnya dan turut mengambil manfaatnya. Dalam kondisi
seperti sekarang ini jelas lapisan terbesar rakyat Indonesia ini tidak akan dapat mengikuti, apalagi memanfaatkan perkembangan ekonomi yang demikian.
Betapapun majunya negara kita, kalau yang maju hanya satu bagian kecil saja, sedangkan lapisan terbesarnya makin jauh tertinggal, ancaman terhadap persatuan dan kesatuan justru akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan pada saat kita semua sama-sama serba kekurangan.
Oleh karena itu, membangun ekonomi usaha kecil, menghilangkan kemiskinan, dan mendorong kemajuan wilayah-wilayah yang tertinggal adalah tantangan yang mendasar dalam konsep pembangunan Indonesia.
Selain itu, kegiatan usaha di Indonesia sebagian besar masih didominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya sedikit dengan aset yang besar, sedangkan pengusaha kecil yang jumlahnya
sangat besar hanya memiliki aset dalam jumlah yang kecil. Di lain pihak, lapisan pengusaha Kecuali untuk yang berpendidikan tidak tamat SD dan tidak pernah sekolah. Berdasarkan SUPAS 1985 dan 1995, persentase angkatan kerja yang belum pernah sekolah dan tidak
tamat SD menurun pada periode 1985-1995 masing-masing dari 21,71 persen menjadi 12,09 persen dan 34,41 persen menjadi 24,49 persen. Dalam periode yang sama, angkatan kerja yang berpendidikan SD meningkat dari 27,59 persen menjadi 33,37 persen. SUPAS 1985 dan 1995 menunjukkan bahwa pada tahun 1985, tingkat pengangguran berpendidikan SLTA sebanyak 7,6 persen meningkat menjadi 12,36 persen dalam tahun 1995. Tingkat pengangguran
berpendidikan Diploma dan Akademi meningkat dari 3,9 persen menjadi 10,9 persen. Sedangkan tingkat pengangguran yang berpendidikan Universitas meningkat dari 3,2 persen menjadi 13,5 persen. Menurut statusnya, tenaga kerja yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan/pekerja tetap dan yang
bekerja sebagai karyawan/pekerja dengan upah dan gaji digolongkan sebagai tenaga kerja di sektor formal. Sedangkan tenaga kerja yang berusaha sendiri, dibantu pekerja keluarga dan atau karyawan/pekerja tetap, serta pekerja keluarga digolongkan sebagai tenaga kerja di s ektor informal.
menengah belum berkembang secara sehat dan mantap. Struktur dunia usaha yang demikian tidak kukuh, selain juga tidak mencerminkan cita-cita demokrasi ekonomi seperti yang diamanatkan oleh konstitusi. Dalam rangka itu, kemitraan perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan agar menjadi
pola dalam kehidupan ekonomi kita. Upaya itu merupakan tantangan yang tidak mudah, tetapi mutlak harus dilakukan.
Kita menyadari bahwa pembangunan tidak mungkin berjalan lancar apabila keadaan negara senantiasa kacau. Kita ketahui pula bahwa suasana aman, tenteram, stabil tetapi dinamis tidak datang dengan sendirinya dan tidak dapat pula terjamin akan tetap terpelihara, namun harus diciptakan melalui kerja keras dan upaya yang berkesinambungan. Kita bisa antisipasi bahwa
dalam Repelita VII, suasana kehidupan politik nasional akan makin diwarnai oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas demokrasi, partisipasi kearah perbaikan dan pembaharuan, serta kesadaran akan kemajemukan. Dengan demikian menjaga stabilitas nasional merupakan pekerjaan yang rumit
dan memerlukan pendekatan-pendekatan yang canggih, sehingga ini merupakan pula tantangan kita di masa yang akan datang.
Salah satu masalah yang menjadi kendala dalam upaya pembangunan kita adalah kelemahan dalam birokrasi. Demikian pula dirasakan kelemahan di bidang hukum. Tanpa perbaikan yang nyata pada kedua bidang ini, pembangunan sulit untuk bisa berjalan optimal. Hal ini merupakan tantangan yang tidak ringan pula. Sejalan dengan arus informasi yang mengalir makin cepat, interaksi kebudayaan kita
dengan kebudayaan luar juga akan makin gencar. Interaksi itu dapat membuahkan hasil yang
positif dengan memperkaya kebudayaan bangsa dan mendorong proses modernisasi. Interaksi itu juga akan menjadi pemacu pembaharuan dan merangsang pemikiran yang lebih maju, termasuk melahirkan teknologi baru. Sebaliknya interaksi itu, dapat juga membawa dampak yang negatif
bahkan bisa mengguncang masyarakat kita. Membentengi diri masyarakat dan bangsa kita, tampaknya sudah tidak bisa dilakukan lagi dengan mendirikan tembok penghalang, tetapi dengan penguatan ketahanan kebudayaan kita sendiri. Oleh karena itu, kita ditanta ng untuk dapat membuat
ekonomi, teknologi, dan pengetahuan menjadi perangkat budaya yang berwawasan kebangsaan.
                         
Gambaran Masyarakat Indonesia pada Repelita VII
Dengan mengenali berbagai tantangan itu, dan berbekal modal hasil-hasil pembangunan yang telah kita capai selama ini kita merancang upaya pembangunan dalam Repelita VII.
Dalam Repelita VII, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi yaitu rata-rata di atas 7 persen per tahun. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk kita harapkan akan terus turunhingga mencapai 1,4 persen per tahun menjelang akhir Repe lita VII.6 Jika kedua sasaran tersebut dapat dicapai maka pendapatan per kapita Indonesia tahun 2003 diharapkan akan
meningkat menjadi hampir 1,8 kalilipat dibanding dengan tahun 1993, atau menjadi sekitar US$1.400 berdasarkan harga konstan US$ 1993 atau sekitar US$2.000 pada harga yang berlaku.
Dengan sasaran itu, kita akan memantapkan diri berada di kelas pendapatan menengah menurut klasifikasi Bank Dunia.        
Berbagai proses transformasi akan menyertai pertumbuhan ekonomi tersebut.
Transformasi struktur produksi akan tercermin pada peran sektor pertanian yang akan terus turun, tetapi harus kita upayakan tidak terlalu cepat. Peran sektor industri pengolahan, yang dewasa ini menengah belum berkembang secara sehat dan mantap.5 Struktur dunia usaha yang demikian tidak kukuh, selain juga tidak mencerminkan cita-cita demokrasi ekonomi seperti yang diamanatkan oleh
konstitusi. Dalam rangka itu, kemitraan perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan agar menjadi pola dalam kehidupan ekonomi kita. Upaya itu merupakan tantangan yang tidak mudah, tetapi mutlak harus dilakukan.
Kita menyadari bahwa pembangunan tidak mungkin berjalan lancar apabila keadaan negara senantiasa kacau. Kita ketahui pula bahwa suasana aman, tenteram, stabil tetapi dinamis tidak datang dengan sendirinya dan tidak dapat pula terjamin akan tetap terpelihara, namun harus
diciptakan melalui kerja keras dan upaya yang berkesinambungan. Kita bisa antisipasi bahwa dalam Repelita VII, suasana kehidupan politik nasional akan makin diwarnai oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas demokrasi, partisipasi kearah perbaikan dan pembaharuan, serta kesadaran
akan kemajemukan. Dengan demikian menjaga stabilitas nasional merupakan pekerjaan yang rumit dan memerlukan pendekatan-pendekatan yang canggih, sehingga ini merupakan pula tantangan kita di masa yang akan datang.
Salah satu masalah yang menjadi kendala dalam upaya pembangunan kita adalah kelemahan dalam birokrasi. Demikian pula dirasakan kelemahan di bidang hukum. Tanpa perbaikan yang nyata pada kedua bidang ini, pembangunan sulit untuk bisa berjalan optimal. Hal ini merupakan tantangan yang tidak ringan pula.
Sejalan dengan arus informasi yang mengalir makin cepat, interaksi kebudayaan kita dengan kebudayaan luar juga akan makin gencar. Interaksi itu dapat membuahkan hasil yang positif dengan memperkaya kebudayaan bangsa dan mendorong proses modernisasi. Interaksi itu juga akan menjadi pemacu pembaharuan dan merangsang pemikiran yang lebih maju, termasuk
melahirkan teknologi baru. Sebaliknya interaksi itu, dapat juga membawa dampak yang negatif, bahkan bisa mengguncang masyarakat kita. Membentengi diri masyarakat dan bangsa kita, tampaknya sudah tidak bisa dilakukan lagi dengan mendirikan tembok penghalang, tetapi dengan
penguatan ketahanan kebudayaan kita sendiri. Oleh karena itu, kita ditantang untuk dapat membuat ekonomi, teknologi, dan pengetahuan menjadi perangkat budaya yang berwawasan kebangsaan.

PERANAN MAHASISWA DALAM POLSTRANAS
          Peranan yang diharapkan kepada mahasiswa dalam pelaksanaan Politik dan Strategi Nasional (poltranas) adalah :
a.     Mahasiswa sebagai subyek, diharapkan menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat untuk dapat menyumbangkan pikiran dan tenaga dalam pelaksanaan pembangunan antara lain dalam bentuk pengabdian masyarakat yang merupakan bagian dari tri dharma perguruan tinggi yaitu dalam bentuk KKN.
b.     Mahasiswa sebagai obyek dalam pelaksanaan Polstranas sesuai dengan pembukaan UUD1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dituntut secara sungguh – sungguh menyelesaikan studinya, sehingga ilmu yang diperoleh setelah selesai pendidikan, dapat disumbangakan dalam pelaksanaan Polstranas.
c.      Mahasiswa sebagai generasi muda atau generasi penerus cita dan nilai – nilai luhur bangsa, harus peka dan arif.
d.     Partisipasi mahasiswa dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber daya nasional.




PENUTUP
KESIMPULAN                         
      Menapaki tahap pembangunan nasional berikutnya kita perlu menghimpun sebanyak banyaknya. modal pembangunan yang kita miliki, yakni hasil-hasil pembangunan yang telah kita capai serta mengenali berbagai tantangan yang kita hadapi. Berbekal modal dan penge nalan.tantangan ini kit a mengembangkan potensi yang kita miliki dan memanfaatkan setiap peluang. Atas dasar itu, rencana pembangunan nasional disusun untuk kemudian kita laksanakan dan kita wujudkan.
Perlu saya ingatkan lagi bahwa saat ini kita tengah mempersiapkan penyusunan Repelita
VII, dan apa yang saya uraikan tadi belumlah merupakan gambaran yang lengkap. Hasil akhir dari penyusunan ini baru akan terwujud setelah GBHN 1998 tersusun. Namun, gambaran awal ini saya sampaikan untuk kita cermati bersama, untuk kita renungkan apakah sudah menuju ke arah yang seharusnya dan mendekatkan kita kepada amanat pendirian Republik ini.

SARAN
          Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini tidaksepenuhnya sempurna. Walaupun demikian kami bersyukur dapat melaksanakan diskusi ini . karena kita dapat mempelajarinya bersama – sama dan memecahkan permasalahan dalam materi kami.
          Demikianlah pelaksanaan diskusi dari kelompok kami ,kurang lebihnya kamimohon maaf.
Wassalamu Alai’kum Warahmatullahi wabarakatuh.......
     


No comments:

Post a Comment