ANG
MINAT BELANJA PAKAIAN MURAH & BERKUALITAS, BONEKA, BUNGA & SELEMPANG
WISUDA, SILAHKAN INVITE BBM, INSTAGRAM, FACEBOOK KAMI ... SYUKRAN :)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit kardivaskuler merupakan
penyakit epidemi di Amerika Serikat.sekitar 6 juta orang Amerika terkena
beberapa penyakit jantung atau pembuluh darah. Penyakit kardivaskuler merupakan
penyebab kematian nomer satu di Amerika Serikat. Setiap tahunnya hampir hampir
1 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskuler. Menurut Amerikan Heart
Association, semakin banyak kematian yang yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler dibandingkan dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama
berikutnya. Hal ini menunjukan terjadinya satu kematian akibat penyakit
kardiovaskuler setiap 33 detik.
Penyakit
kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian yang terutama di indonesia.
Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome-ACS) menyebabkan angka perawatan
Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di pusat Jantung Nasional, Dan
merupakan masalah utama saat ini.
IMA dengan
elevasi ST (ST elevation myokardial infarction-STEMI) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak
stabil.IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
Dan di
sini kita akan membahas IMA dengan Elevasi ST atau ST Elevation Myokardial Infarction.
Mulai dari apa itu STEMI, bagaimana Etiologi, patofisiologi,WOC dan lain lain
sampai Asuhan Keperawatannya.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami
dan mengaplikasikan penyakit ST Elevation Myokardinal Infarcktion-STEMI
2.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi
dari STEMI
b. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi
atau penyebab dari STEMI
c. Mahasiswa mampu menjelaskan
patofisiologi/WOC dari STEMI
d. Mahasiswa mampu membuwat Asuhan
Keperawatan yang tepat pada pasien dengan kasus STEMI
C.
Manfaat
Dengan
disusunya makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan mahasiswa dan bisa
dijadikan bahan pembelajaran buat institusi umumnya dan mahasiswa khususnya.
D.
Metode
Penulisan
a.
Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa
literatur sebagai sumber dan catatan Medical Record (MR)
b.
Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara
langsung kepada klien dan keluarga
c.
Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung terhadap
keadaan klien.
E.
Sistematika
Penulisan
1.
Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi
tentang latar belakang,tujuan penulisan, manfaat, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
2.
Bab II berisi landasan teori infark
miokard akut, khususnya STEMI.
3.
Bab III berisi tentang tinjauan kasus
klien dengan STEMI
4.
Bab IV membahas kesinambungan antara
teori dan kasus
5.
Bab V berupa penutup yang memuat
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Infark
Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri
koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombopsis, vasokonstriksi, dan
reaksi inflamasi. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh
spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.(Arif muttaqin,2009)
Myocardial
Infark adalah kematian jaringan otot myokard. Myokard Infark merupakan sumbatan
total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar
dan difus. Pembuluh yang sering terkana adalah koronaris kiri, percabangan
anterior kiri dan arteri circumflek.(faqih ruhyanudin,2007)
B.
Etiologi
1. Coronary Arteri Disease:
aterosklerosis, artritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner
karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2. Coronary artery emboli: infektive
endokarditis, cardiac mycxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner.
3. Keleinan konginetal: anomali
koronaria.
4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan miokard: tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon
monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5. Gangguan hematologi: anemia,
hypercoagulabity, trombosis, trombositosis.
C.
Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi
dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten).
Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
D.
Manifastasi Klinis
1. Nyeri dada menetap, nyeri dada
bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan istirahat atau nitrat, nyeri
menyebar secara luas : dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, shock, gagal
jantung.
2. Banyak keringat, kulit lembab dengan
muka pucat
3. Tekanan darah menurun
4. Dyspnea, kelemahan dan membuat
pingsan
5. Nausea dan vomiting
6. Cemas dan gelisah
7. Takikardi atau bradikardi
8. Gejala yang jarang dikeluhkan
kelelahan berat, abdominal distress atau epigastrik, nafas pendek.
E.
Pemeriksaan Diagnostik
1. IMA dengan elevasi ST ditegakkan
berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST
>2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2
sadapn ektrimitas.
2. Gambaran EKG berubah ( di dalam 2-12
jam, tetapi ada juga sampai 72-96 jam).
3. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat 3-6 jam pasca serangan dan tetap tinggi selama 14-21
hari. Kadar kardiak troponin I meningkat 14 jam pasca serangan dan tetap tinggi
untuk 5-7 hari pasca serangan.
4. Peningkatan kadar serum isoenzim
darah : CPK (Creatine Phospokinase) meningkat dalam 2-6 jam pasca serangan dan
mencapai kadar puncak pada 24 jam pertama pasca serangan kadar CPK menurun
setelah hari ke 2-3. Kadar SGOT terdeteksi setelah 8 jam serangan kadarnya
meningkat hingga 24-48 jam dan menurun pada hari 3-4. Kadar LDH meningkat pada
hari ke 2-3 kemudian normal kembali pada hari ke 5-6. Kadar CK-MB meningkat 2-3
jam pasca serangan dan mencapai puncaknya pada 12 jam pasca serangan.
5. Radionuclide imaging-mengetahui area
yang terjadi penurunan perfusi sebagai cold spot yang terlihat di area ischemia
dan infark.
6. Interview untuk mengetahui riwayat
penyakit.
F.
Penatalaksanaan
Tatalaksana
IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based
berdasarkan penelitian randomized clinikal trial yang terus berkembang ataupun
konsensus dari para ahli sesuai pedoman.
Tujuan
utama tata laksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penelitian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi anti anti platelet ,pemberian obat penunjang
dan tatalaksana komplikasi IMA.
1.
Tata laksana awal
a. Tata laksana pra rumah sakit
Prognosis
STEMI bebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu:
komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian
besar kematian diluar rumah sakit pada STEMI disebabkan adnya fibrilasi
ventrikel mendadak. Yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset
gejala.Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen
utama tata laksana pra hospital pada pasien yang di curigai STEMI antara lain:
· Pengenalan gejala oleh pasien dan
segara mencari pertolongan medis
· Segera memanggil tim medis emergensi
yang dapat melekukan tindakan resusitasi
· Transportasi pasien ke rumah sakit
yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang
terlatih
· Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan
terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk menerima pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi
dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan
mengenai pentingnya tata laksana dini.
b. Tata laksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada
pasien yang di curigai STEMI mencakup:
§ Mengurangi/menghilangkannyeri dada
§ Identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segara
§ Triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di rumah sakit
§ Menghindari permulangan cepat pasien
dengan stemi.
2.
Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Oksigan
harus diberikan pad a pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua
pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin
sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberika NTG intravena.
c. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Dengan
morfin, aspirin, penyekat beta, terapai reperfusi.
G.
KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikuler
Setelah
STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hubungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pamompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian utama di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai
korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal
(10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki
basah di paru dan bunyi jantung di s3 dan s4 gallop, pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
ANG
MINAT BELANJA PAKAIAN MURAH & BERKUALITAS, BONEKA, BUNGA & SELEMPANG
WISUDA, SILAHKAN INVITE BBM, INSTAGRAM, FACEBOOK KAMI ... SYUKRAN :)
ANG
MINAT BELANJA PAKAIAN MURAH & BERKUALITAS, BONEKA, BUNGA & SELEMPANG
WISUDA, SILAHKAN INVITE BBM, INSTAGRAM, FACEBOOK KAMI ... SYUKRAN :)
ANG
MINAT BELANJA PAKAIAN MURAH & BERKUALITAS, BONEKA, BUNGA & SELEMPANG
WISUDA, SILAHKAN INVITE BBM, INSTAGRAM, FACEBOOK KAMI ... SYUKRAN :)
KONSEP DASAR KEPERWATAN
A.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum
Pada
pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis
(CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem
saraf pusat.
a.
B1
(Breathing)
Klien
terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi
akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi
karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat
melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
b.
B2
(Blood)
·
Inspeksi
Inspeksi
adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
·
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
·
Auskultasi
Tekanan
darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan IMA.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA
tanpa komplikasi
·
Perkusi
Batas jantung tidak mengalami
pergeseran
c.
B3
(Brain)
Kesadaran
umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis,
menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons dari
adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang
ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
d.
B4 (Bladder)
Pengukuran
volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal
syok kardiogenik.
e.
B5 (Bowel)
Klien
biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan
pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama
IMA.
f.
B6 (Bone)
Aktivitas
klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan
postur tubuh.
Kaji
higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.
B.
Diagnosis Keperawatan
1.
Nyeri
yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
2. Aktual/risiko tinggi penurunan curah
jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektrikal.
3. Actual/risiko tinggi
ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut.
4. Actual/risiko tinggi gangguan
perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunannya curah jantung.
5.
Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder
dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan.
6. Cemas yang berhubungan dengan rasa
takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan.
7.
Ketidakefektifan
koping individu yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang
salah, perubahan peran.
8.
Risiko
ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan
ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola
hidup yang sesuai.
C.
Intervensi keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat
sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam
laktat.
|
|
Tujuan:
dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada
Kriteria:
secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara obyektif
didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer, produksi urini>600 ml/hari
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Catat karakteristk nyeri, lokasi,
intensitas, lamanya, dan penyebaran.
|
Variasi penampilan dan perilaku
klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai temuan pengkajian.
|
Anjurkan kepada klien untuk
melaporkan nyeri dengan segera.
|
Nyeri berat dapat menyebabkan syok
kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.
|
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
|
Posisi fisiologi akan meningkatkan
asupan oksigen kejaringan yang mengalami iskemia.
|
|
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan
miokardium yang membutuhkan oksigen untuk menurunkan iskemia.
|
|
Meningkatkan jumlah oksigen yang
ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder
terhadap iskemia
|
|
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatan
kondisi oksigen ruangan. Oksigen ruangan akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada di ruangan.
|
|
Meningkatkan asupan oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dari iskemia jaringan.
|
|
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus internal melalui mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidak dikirimkan ke korteks serebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi
nyeri.
|
|
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan, dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri
dan menurunkan sensasi nyeri.
|
Kolaborasi pemberian terapi
farmakologis antiangina:
|
Obat-obatan antiangina bertujuan
untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau
dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
|
|
Nitrat berguna untuk control nyeri
dengan efek vasodilatasi koroner.
|
|
Menurunkan nyeri hebat, memberikan
sedasi, dan mengurangi kerja miokardium
|
|
Penghambat (adrenergic) beta
menghambat reseptor beta1 untuk pengontrol nyeri melalui efek hambatan
rangsang simpatis, dengan demikian mengurangi denyut jantung. Obat-obatan ini
dipakai sebagai antiangina, antiaritmia, dan antihipertensi. Penghambat beta
efektif sebagai antiangina karena mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitas miokardium, obat ini menurunkan kebutuhan pemakaian oksigen
dengan demikian juga meredakan rasa nyeri angina.
|
|
Kalsium mengaktivasi kontraksi
miokardium, menambah beban kerja jantung, dan keperluan jantung akan oksigen.
Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas jantung (efek inotropik
negative) dan beban kerja jantung, sehingga dengan demikian mengurangi
keperluan jantung akan oksigen. Obat ini efektif dalam meredakan angina
klasik dengan mengurangi oksigen.
|
|
Antikoagulan dipakai untuk
menghambat pembentukan bekuan darah. Tidak seperti trombolitik, obat ini
tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegah
pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada klien yang memiliki
gangguan pembuluh arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk
pembentukan bekuan darah’
Heparin adalah antikoagulan
pilihan yang membantu mempertahankan integritas jantung.
|
|
Trombolitik menghancurkan thrombus
dengan mekanisme fibrinolitik mengubah plasminogen menjadi plasmin, yang
menghancurkan fibrin di dalam bekuan darah.
|
|
Kolaborasi apabila tindakan
farmakologis tidak menunjukkan perbaikan atau penurunan nyeri.
|
|
Angioplasty koroner transluminal
perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan
menghancurkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran
darah ke jantung.
|
|
Tandur pintas arteri koroner
bertujuan unruk meningkatkan asupan suplai darah ke miokardium dengan
mengganti alur pintas.
|
2.
Aktual/Risiko
tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektrikal.
|
|
Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria
: Hemodinamika stabil (tekanan darah dkm batas normal, curah jantung kembali
meningkat, asupan dan keluaran sesuai, irama jantung tidak menunjukkan
tanda-tanda disritmia), produksi urine > 600 ml/hari.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Ukur tekanan darah. Bandingkan
tekanan darah kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri
bila memungkinkan
|
Hipotensi dapat terjadi akibat
disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum berhubungan dengan nyeri
cemas yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran katekolamin.
|
Evaluasi kualitas dan kesamaan
nadi
|
Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi
|
Auskultasi dan catat terjadinya
bunyi jantung S3/S4
|
S3 berhubungan dengan gagal
jantung kronis atau gagal mitral yang disertai infark berat. S4 berhubungan
dengan iskemia, kekakuan ventrikel, atau hipertensi pulmonal.
|
Auskultasi dan catat murmur
|
Menunjukkan gangguan aliran darah
dalam jantung akibat kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot
papilaris.
|
Pantau frekuensi jantung dan irama
|
Perubahan frekuensi dan irama
jantung dapat menunjukkan adanya komlikasi distrimia.
|
Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering dan mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
|
Makanan dengan porsi besar dapat
meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung ke jantung
sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
|
Kolaborasi :
|
Jalur yang penting untuk pemberian
obat darurat
|
|
Enzim dapat digunakan untuk
memantau perluasan infark, perubahan elektrolit berpengaruh terhadap irama
jantung
|
3.
Risiko
kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik,
tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
|
|
Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mengenal factor-faktor yang menyebabkan
peningkatan risiko kekambuhan.
Kriteria
evaluasi : Klien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk
melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menereima perubahan pola
hidup yang efektif, klien mampu mengulang factor-faktor risiko kekambuhan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasi
factor yang mendukung pelaksanaan terapeutik
|
Keluarga
terdekat baik suami/isteri atau anak yang mampu menerima penjelasan dapat
menjadi pengawas klien dalam menjalankan pola hidup yang efektif selama klien
di rumah dan memiliki waktu yang optimal dalam menjaga klien.
|
Berikan
penjelasan penatalaksanaan terapeutik
|
Setelah
mengalami serangan akut, perawat perlu menjelaskan penatalaksanaan lanjutan
dengan tujuan dapat:
|
Beri
penjelasan tentang:
|
Meminum
obat nitrogliserin (veno dilatasi perifer dan koroner) 0,4-0,6 mg tablet
secara sublingual 3-5 menit sebelum melakukan aktivitas bertujuan untuk
mengantisipasi serangan angina.
Klien
dianjurkan untuk selalu membawa obat tersebut setiap keluar rumah walaupun
klien tidak merasakan gejala angina.
|
|
Exertion. Aktivitas yang berlebihan
merupakan presipitasi serangan angina kembali. Klien dianjurkan untuk
mengurangi kualitas dan kuantitas kegiatan fisik dari yang biasa klien
lakukan sebelum keluhan angina terjadi.
|
|
Konsumsi
banyak makanan yang terbuat actor dari tepung merupakan salah satu factor
presipitasi serangan angina. Aktivitas yang dilakukan setelah makan yang
cukup banyak dapat meningkatkan risiko angina. Klien dianjurkan agar
beraktivitas minimal satu jam setelah makan. Pemberian makanan sedikit tapi
sering akan mempermudah saluran pencemaran dalam mencerna makanan sangat
dianjurkan pada klien setelah mengalami serangan angina.
|
|
|
|
Klien
dianjurkan untuk menghindari terpaan angin dan suhu yang sangat dingin dengan
tujuan agar serangan angina dapat dihindari.
Penutupan
hidung dan mulut saat klien membuka pitu dapat mengurangi terpaan angin yang
masuk ke saluran pernapasan. Menganjurkan klien menggunakan selimut saat
tidur dapat mengontrol suhu yang baik bagi klien.
|
|
Klien
dianjurkan untuk menghindari maneuver dinamik (lihat kembali pembahasan pada
Bab 2) seperti berjongkok, mengejan, dan terlalu lama menahan napas yang
merupakan factor presipitasi timbulnya angina. Dalam melakukan defekasi,
klien dianjurkan mengonsumsi laksatik agar dapat mempermudah pola defekasi
klien.
|
|
Jika
hubungan seksual merupakan salah satu factor presipitasi angina pada klien,
maka sebelum melakukan aktivitas seksual klien, dianjurkan untuk meminum obat
nitrigliserin atau sedative atau keduanya. Pengaturan aktivitas fisik yang
minimal pada klien ketika melakukan aktivitas seksual harus dijelaskan
termasuk pada pasangannya.
|
|
Konsumsi
garam yang tinggi akan meningkatkan dan memperberat serangan angina karena
akan meningkatkan tekanan darah. Pemberian obat diuretic dilakukan untuk
mempercepat penurunan garam dalam sirkulasi.
|
|
Serangan
angina lebih sering terjadi pada klien yang mengalami kecemasan, ketegangan,
eforia, atau kegembiraan yang berlebihan. Pemberian obat sedative ringan
seperti diazepin dapat mengurangi respons lingkungan yang member dampak stre
emosional. Klien dianjurkan untuk melakukan curah pendapat pada perawat
dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
|
No comments:
Post a Comment