Visitor

Thursday, January 12, 2017

LAPORAN BAKTERI ASAL UDARA KE 7










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dari semua lingkungan, udara merupakan lingkungan yang paling sederhana dan lingkungan ini berada dalam dalam satu fasa yaitu gas. Jumlah relatif dari berbagai gas di udara diukur dengan persentase volume yaitu terdiri dari 78% nitrogen, 21% oksigen, 0,9% argon, 0,03% karbon dioksida 0,01% hidrogen dan gas lainnya dalam jumlah sedikit. Selain berbagai gas, debu dan uap yang terkondensasi juga dapat ditemukan di udara. Udara terdiri dari berbagai lapisan hingga ketinggian sekitar 1000 km. Lapisan yang terdekat dengan bumi disebut troposfer. Di daerah subtropis, troposfer memanjang sekitar 11 km sedangkan di daerah tropis sampai sekitar 16 km. Troposfer ini dicirikan dengan keberadaan mikroorganisme. Temperatur atmosfer bervariasi dekat permukaan bumi. Namun, mikroba dalam jumlah besar ditemukan di atmosfer bagian bawah (permukaan bumi). (Budiyanto, 2001).
 Oksigen merupakan kebutuhan utama manusia yang paling esensial. Saat ini, masyarakat di kota-kota besar sudah sulit mendapat udara yang bersih dan segar karena tingginya tingkat pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor dan kegiatan pabrik. Kondisi pencemaran udara seperti ini mengakibatkan logam-logam berat berbahaya, virus, bakteri dan mikroorganisme lainnya bercampur baur dan masuk ke dalam tubuh melalui tarikan napas kita. Mengetahui jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berterbangan bebas di udara dan cara penanggulangannya adalah penting agar kita dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut. Pada bahasan kali ini, kami akan memaparkan beberapa jenis penyakit yang ditularkan melalui udara diantaranya penyakit TBC, meningitis dan influenza. (Budiyanto, 2001).


B.     Tujuan Percobaan
1.      Untuk mengetahui bagaimanakah konsep mikrobiologi lingkungan.
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah konsep mikrobiologi udara.
3.      Untuk mengetahui jenis mikroba apa saja yang ditemukan di udara.
4.      Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberadaan mikroba di   udara.
5.       Untuk mengetahui bagaimankah distribusi mikroba di udara.
6.      Untuk mengetahui contoh penyakit apa saja yang bias ditularkan melalui udara setrta cara      pengobatannya.
7.      Untuk mengetahui  bagaimanakah upaya pengendalian penyakit yang terbawa udara.
8.      Untukmengetahui  mengisolasi dan mengidentifaki bakteri asal udara.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Mikrobiologi Lingkungan
Lingkungan, sesuatu yang ada di sekeliling kita dimana semua makhluk hidup berada dari makhluk terkecil (mikroorganisme) sampai makhluk yang sempurna (manusia). Lingkungan yang terdiri dari udara, air dan tanah dimana dari ketiga komponen tersebut kita sangat membutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari, bila ketiga komponen tersebut terganggu maka terganggu pula aktivitas kita, misalnya saja jika terdapat mikroorganisme yang tidak menguntungkan dalam air dan yang lain-lainnya, lebih lanjutnya akan kita bahas di bawah ini. Peranan mikroorganisme dalam pengelolaan pencemaran lingkungan dapat terjadi dalam dua hal :
a)    Mikroorganisme yang telah direkayasa dapat digunakan untuk menggantikan suatu proses produk sehingga hanya menghasilkan polutan sedikit mungkin.
b)   Mikroorganisme yang telah direkayasa dapat digunakan sebagai organisme pembersih. (Kusnadi, dkk. 2003)

B.     Mikrobiologi udara
Udara tidak mempunyai flora alami, karena organisme tidak dapat hidup dan tumbuh terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme-organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara, batuk, dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel di udara). Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara. Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara akan bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya, hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel-partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. (Kusnadi, dkk. 2003)
Menurut Unus Suriawiria (1985), kompisisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama. Walaupun begitu sejalan dengan semakin kompleknya masalah pencemaran udara maka komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena terdapat komponen asing/mikroorganisme. Komposisi baku udara secara kimia sebagai berikut:
Tabel  Komposisi udara murni tanpa cemaran mikrooganisme
Komponen
Komposisi (ppm)
Per Volume
Per Berat
Nitrogen
780.900
755.100
Oksigen
209.500
231.500
Argon
9.300
12.800
CO2
300
460
Neon
18
12,5
Helium
5,2
0,72
Metan
2,2
1,2
Kripton
1
2,9
N. Oksida
1
1,5
Hidrogen
0,5
0,08
Xenon
0,08
0,36



Kelompok mikroorganisme yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk didalamnya ragi) dan juga mikroalgae. Kehadiran jasad hidup tersebut didalam udara, ada yang didalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). (Kusnadi, dkk. 2003)

C.    Jenis mikroba yang ditemukan di udara
Selain gas, partikel debu dan uap air, udara juga mengandung mikroorganisme. Di udara terdapat sel vegetatif dan spora bakteri, jamur dan ganggang, virus dan kista protozoa. Selama udara terkena sinar matahari, udara tersebut akan bersuhu tinggi dan berkurang kelembabannya. Selain mikroba yang mempunyai mekanisme untuk dapat toleran pada kondisi ini, kebanyakan mikroba akan mati. Udara  terutama merupakan media penyebaran bagi mikroorganisme. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan dengan di air atau di tanah. Mikroba udara dapat dipelajari dalam dua bagian, yaitu mikroba di luar ruangan dan di dalam ruangan. (Dwidjoseputro, 1990).
Pentingnya mikroorganisme udara telah dipelajari sejak 1799, di mana tahun Lazaro Spallanzani berusaha untuk menyangkal teori “generatio spontanea”. Tahun 1837, Theodore Schwann, dalam percobaan untuk mendukung pandangan Spallanzani memasukkan udara segar yang telah dipanaskan ke dalam kaldu daging steril dan menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroba tidak dapat terjadi. Louis Pasteur pada tahun 1861 merupakan orang yang pertama menunjukkan bahwa mikroorganisme tumbuh akibat kontaminasi dari udara. Dia menggunakan kapas khusus untuk menyaring udara sehingga mikroba tidak dapat masuk ke dalam kaldu daging steril. Dia secara mikroskopis menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam kapas. Dalam percobaan menggunakan tabung berleher angsa, ia menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak bisa terjadi dalam media steril kecuali terdapat kontaminasi dari udara yang tidak steril. (Dwidjoseputro, 1990).
D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Mikroba Di Udara 
Sejumlah faktor intrinsik dan lingkungan mempengaruhi dan distribusi jenis mikroflora di udara. faktor intrinsik meliputi sifat dan keadaan fisiologis mikroorganisme dan juga keadaan suspensi. Spora relatif lebih banyak daripada sel vegetatif.  Hal ini terutama karena sifat spora dorman yang memungkinkan mereka untuk mentolerir kondisi yang tidak menguntungkan seperti pengeringan, kurangnya nutrisi yang cukup dan radiasi ultraviolet. Demikian pula spora fungi berlimpah di udara karena spora merupakan alat penyebaran penyebaran fungi. (Waluyo, 2005). 
Ukuran mikroorganisme merupakan faktor yang menentukan jangka waktu mereka untuk tetap  melayang di udara. Umumnya mikroorganisme yang lebih kecil dapat dengan mudah dibebaskan ke udara dan tetap di sana selama jangka waktu lama. Miselium fungi memiliki ukuran yang lebih besar dan karena itu tidak dapat bertahan lama di udara.  Keadaan suspensi memainkan peran penting keberadaan mikroorganisme di udara. Semakin kecil suspensi, semakin besar kemungkinan mereka untuk tetap berada di udara.  Biasanya mereka melekat pada partikel debu dan air liur. Mikroorganisme yang ada dalam partikel debu di udara hanya hidup untuk waktu yang singkat. Tetesan yang dibuang ke udara melalui batuk atau bersin juga hanya dapat bertahan di udara untuk waktu singkat. Namun jika ukuran suspensi menurun, mereka dapat bertahan lama di udara. (Waluyo, 2005).
 Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam aerosol. Studi dengan Serratia marcesens dan E. coli menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara terkait erat dengan suhu. (Waluyo, 2005).
Ada peningkatan yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18° C sampai 49o C. Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa. Partikel influenza, polio dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur rendah, 7-24° C. tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan hidup mikroorganisme adalah antara 40 sampai 80%. Kelembaban relatif yang lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian mikroorganisme. Hampir semua virus mampu bertahan hidup lebih baik pada RH 17 sampai 25%. Namun, virus poliomyelitis bertahan lebih baik pada RH 80 – 81%. Kemampuan mikroba bertahan hidup lebih ditentukan oleh RH dan suhu. Pada semua temperatur, kemampuan mereka untuk bertahan hidup adalah pada RH ekstrem. Terlepas dari RH, peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan. (Waluyo, 2005). 
Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada udara yang tenang, partikel cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran udara dapat menjaga mereka dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin penting dalam penyebaran mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh.  Arus juga memproduksi turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal mikroba udara. Pola cuaca global juga mempengaruhi penyebaran vertikal. Ketinggian membatasi distribusi mikroba di udara. Semakin tinggi dari permukaan bumi, udara semakin kering, radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin rendah sampai bagian puncak troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam kondisi ini, dengan demikian, mikroba yang masih mampu bertahan pada ketinggian adalah mikroba dalam fase spora dan bentuk-bentuk resisten lainnya. (Waluyo, 2005).

E.     Distribusi Mikroba di Udara 
Belum ada mikroba yang habitat aslinya di udara. Pada sub pokok bahasan sebelumnya mikrooganisme di udara dibagi menjadi 2, yaitu mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroba paling banyak ditemukan di dalam ruangan.
1.    Mikroba Di Luar Ruangan
Mikroba yang ada di udara berasal dari habitat perairan maupun terestrial. Mikroba di udara pada ketinggian 300-1,000 kaki atau lebih dari permukaan bumi adalah organisme tanah yang melekat pada fragmen daun kering, jerami, atau partikel debu yang tertiup angin.  Mikroba tanah masih dapat ditemukan di udara permukaan laut sampai sejauh 400 mil dari pantai pada ketinggian sampai 10.000 kaki. Mikroba yang paling banyak ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium, dan Aspergillus. Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis. (Setyaningsih, dkk, 2003).
 Mikroba yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk sari, kista protozoa, alga, Micrococcus, dan Corynebacterium, dan lain-lain. (Setyaningsih, dkk, 2003).
2.    Mikroba di dalam Ruangan
Dalam debu dan udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang menderita penyakit menular, telah ditemukan mikroba seperti bakteri tuberkulum, streptokokus, pneumokokus, dan staphylokokus.  Bakteri ini tersebar di udara melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba. Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui debu dan udara. Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang terkontaminasi cairan yang mengandung patogen.  Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk oleh bersin, batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat berisi ribuan mikroba. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar antara 10.000 sampai 100.000.  Banyak patogen tanaman juga diangkut dari satu tempat ke tempat lain melalui udara dan penyebaran penyakit jamur pada tanaman dapat diprediksi dengan mengukur konsentrasi spora jamur di udara.. (Hodgson, 2000).


3.    Mikroorganisme Udara di Rumah Sakit
Meskipun rumah sakit adalah tempat pengobatan berbagai penyakit, ada kasus dimana penyakit menular tambahan diderita pasien pada saat rawat inap. Udara di dalam rumah sakit dapat bertindak sebagai reservoir mikroorganisme patogen yang ditularkan oleh pasien.  Infeksi yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit tersebut disebut infeksi nosokomial dan patogen yang terlibat disebut sebagai patogen nosokomial. Infeksi, diwujudkan oleh gejala terkait, setelah tiga hari dirawat di rumah sakit bisa dianggap sebagai infeksi nosokomial (Gleckman.dkk.1995)
Terdapat dua cara utama penyebaran patogen nosokomial, yaitu dengan kontak (baik langsung atau tidak langsung), dan penyebaran melalui udara. (Gleckman.dkk.1995)
Infeksi nosokomial di rumah sakit mungkin dibawa oleh staf atau pasien yang masuk ke rumah sakit. Infeksi nosokomial yang banyak ditemukan yaitu berasal dari Haemophilus. influenzae, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, anggota Enterobacteriaceae dan virus pernafasan. (Gleckman.dkk.1995)  

F.     Macam- macam penyakit yang ditularkan melalui udara
1.    Tuberkulosis atau TBC
Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang sangat mudah sekali dalam penularannya. Penderita TBC biasanya mengalami batuk yang berkepanjangan sebagai gejala utama selama beberapa minggu yang diikuti dengan demam tinggi. Biasanya demam menyerang pada malam hari, namun ketika siang demam akan berkurang bahkan cenderung turun dan akan datang lagi bila mulai menjelang malam. Orang yang terkena TBC, daya tahan tubuhnya akan menurun secara drastis, nafsu makan berkurang, dan berat badan juga menurun dengan sangat cepat, rasa lelah dan batuk-batuk. Ini terjadi jika infeksi awal telah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya. (Krisno, 2010).
Dalam kasus reactivation tuberculosis, infeksi awal tubercilosis (primary tuberculosis) mungkin telah lenyap tetapi bakterinya tidak mati melinkan hanya “tidur” untuk sementara waktu. Bakteri ini akan aktif apabila kondisi tubuh sedang tidak fit dan dalam imunitas yang rendah. Bila penyakit ini semakin progresif maka bakteri yang aktif akan merusak jaringan paru-paru dan berbentuk rongga-rongga (lubang) pada paru-paru penderita, maka si penderita akan batuk-batuk dan memproduksi sputum (dahak) yang bercampur darah. Bila tidak segera dilakukan tindakan penanganan maka akan dapat menimbulkan kematian pada si penderita. Penderita yang tidak berobat dapat menularkan penyakitnya kepada orang disekitarnya. (Krisno, 2010).
Pada umumnya penularan TBC terjadi secara langsung ketika sedang berhadap-hadapan dengan si penderita, yaitu melalui ludah dan dahak yang keluar dari batuk dan hembusan nafas penderita. Secara tidak langsung dapat juga melalui debu, Lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dari yang berbulan-bulan sampi tahunan membuat penyakit ini digolongkan penyakit kronis. (Krisno, 2010).
        Gejala umum yang sering dirasakan adalah :
a)    Batuk lama lebih dari 30 hari yang disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga dengan batuk darah.
b)   Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifoid, malaria, atau infeksi saluran nafas akut), dan terkadang disertai dengan badan yang berkeringat di malam hari.
c)    Nafsu makan menurun dan bila terjadi pada anak maka terlihat gagal tumbuh serta penambahan berat badan tidak memadai sesuai dengan usia anak tersebut.
d)   Berat badan menurun dengan drastis tanpa sebab yang jelas disamping karna nafsu makan yang menurun, pada anak berat badan tidak naik dalam satu bulan walaupun sudah dilakukan penanganan gizi.
e)    Adanya pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak. (Krisno, 2010).
Pencegahan dan Penanganan Pengobatan TBC.
TBC bisa diobati, asalkan benar-benar mempunyai keinginan dan semangat yang besar untuk sembuh. Dorongan dari keluarga dan orang disekitar anda sangatlah diperlukan. Pemeriksaan yang intensif dan teliti serta disiplin minum obat yang diberikan dokter harus dilakukan penderita agar penyakit yang dideritanya segera sembuh. Pengobatan yang dilakukan dapat bertujuan untuk menyembuhkan, mencegah kematian, dan kekambuhan. (Krisno, 2010).
Adapun obat TBC yang utama adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang sering digunakan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makroloid, dan Amoksilin dikombinasikan dengan Klavulanat. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan untuk keseluruhan. Faktor utama dari pada kesembuhan adalah prilaku dan lingkungan dimana sipenderita itu tinggal, kedisiplinan dalam minum obat dan dan dukungan orang-orang disekitar si penderita. (Krisno, 2010).
Dalam proses penyembuhan, sipenderita harus minum obat sesuai dengan petunjuk dan waktu yang telah ditentukan (6–12 bulan) berturut-turut tanpa putus serta mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi. Selain petugas kesehatan yang memantau dan mengawasi, keluarga juga di ajak turut serta dalam mengawasi dan memastikan si penderita TBC meminum obat yang telah diberikan. Jika si penderita tidak disiplin dan teratur dalam meminum obat, dapat mengakibatkan kuman-kuman yang ada didalam tubuh akan menjadi kebal terhadap obat tersebut. Dan apabila si penderita berhenti minum obat sebelum waktunya maka, batuk yang sudah hilang akan timbul kembali dan kemungkinan kuman akan kebal dan TBC akan sulit untuk disembuhkan. (Krisno, 2010).
Dilakukannya pengobatan selama 6–9 bulan karena, bakteri-bakteri tuberkulosis memiliki daya tahan yang sangat kuat hingga berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotik. Kombinasi beberapa obat sangat diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase pertumbuhan yang cepat. Walaupun gejala-gejala sudah hilang, namun pengobatan tidak boleh berhenti sampai batas waktu yang telah ditentukan. Selain obat rekomendasi dari dokter, ada juga obat tradisional yang bisa digunakan yang sudah sejak dahulu digunakan yaitu :
a)    Sambiloto (Andrographis paniculata) : Daun kering digiling ditambah madu secukupnya kemudian dibuat pil dengan diameter 0,5 cm. Satu hari dua kali minum, setiap kali minum 15 – 30 pil.
b)   Tembelekan : Lantana camara : bunga kering 6 – 10 gram ditambah tiga gelas air lalu direbus hingga setengahnya. Gunakan untuk tiga kali minum setiap harinya. (Krisno, 2010).
2.    Meningitis
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. (Thieman,2004)
Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya. (Thieman,2004)
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. (Thieman,2004)
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya:
a)    Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
b)   Neisseria meningitidis (meningococcus).
c)    Haemophilus influenzae (haemophilus).
d)   Listeria monocytogenes (listeria).
e)    Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah    Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis. (Thieman,2004)
Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri. (Thieman,2004)
Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui. (Thieman,2004)
Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis
Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. (Thieman,2004)
Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya. (Thieman,2004)
Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit. (Thieman,2004)

3.    Flu Burung
Avian Influenza atau flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza H5N1. Virus yang membawa penyakit ini terdapat pada unggas dan dapat menyerang manusia. Flu burung terkadang sulit terdeteksi pada stadium awal, karena gejala klinis penyakit ini sangat mirip dengan gejala flu biasa,antara lain demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek, nyeri otot, sakit kepala, dan lemas. Namun, dalam waktu singkat penyakit ini dapat menyerang paru-paru dan menyebabkan peradangan (pneumonia). Jika tidak dilakukan penanganan segera, pada banyak kasus penderita akan meninggal dunia. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
Virus influenza H5N1 merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas dan memiliki sifat dapat bertahan hidup di air hingga empat hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Penularan virus flu burung berlangsung melalui saluran pernapasan. Unggas yang terinfeksi virus ini akan mengeluarkan virus dalam jumlah besar di kotorannya. Manusia dapat terjangkit virus ini bila kotoran unggas bervirus ini menjadi kering, terbang bersama debu, lalu terhirup oleh saluran napas manusia. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
Walaupun secara umum virus H5N1 tidak menyerang manusia, dalam beberapa kasus tertentu virus mengalami mutasi lebih ganas sehingga dapat menyerang manusia. Upaya pencegahan penularan virus flu burung adalah senantiasa menjaga sanitasi lingkungan. Pola hidup yang tidak menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan akan mempercepat penyebaran virus ini. Selain itu, rajinlah mencuci tangan, jangan sembarangan mengorek lubang hidung jika jemari belum dicuci dengan sabun. Waspadai semua kotoran unggas peliharaan, kandang, sangkar maupun kotoran burung liar. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
4.    Pneumonia
Pneumonia atau yang dikenal dengan nama penyakit radang paru-paru ditandai dengan gejala yang mirip dengan penderita selesma atau radang tenggorokan biasa, antara lain batuk, panas, napas cepat, napas berbunyi hingga sesak napas, dan badan terasa lemas. (Waluyo, 2005).
Penyakit ini umumnya terjadi akibat bakteri Streptococus pneumoniae dan Hemopilus influenzae yang berterbangan di udara terhirup masuk ke dalam tubuh. Bakteri tersebut sering ditemukan pada saluran pernapasan, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Selain dapat menimbulkan infeksi pada paru-paru, bakteri berbahaya itu juga dapat mengakibatkan radang selaput pada otak (meningitis) serta infeksi pembuluh darah yang amat fatal. (Waluyo, 2005).
Kasus pneumonia banyak terjadi di daerah yang sistem sanitasinya buruk. Untuk itu, menjaga kebersihan di lingkungan sekitar anda menjadi syarat utama agar terhindar dari penyakit ini, selain membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat. Biasakan mencuci tangan menggunakan sabun dan segera periksakan diri ke dokter jika mendapati gejala tersebut di atas. (Waluyo, 2005).
Bila ditemukan banyak kasus pneumonia di suatu wilayah, sebaiknya segera lakukan upaya preventif berupa kunjungan pemeriksaan dan penyuluhan dari rumah ke rumah oleh petugas Puskesmas dan jika perlu melakukan pengobatan. Tutup mulut dan hidung dengan menggunakan masker untuk mencegah masuknya kuman ketika berada di wilayah endemik pneumonia. (Waluyo, 2005).
5.    Sars
Sindrom pernapasan akut parah atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merupakan penyakit yang ditandai dengan gejala awal gangguan pernapasan berupa napas pendek dan terkadang disertai batuk. Penyebab SARS adalah Coronavirus, yaitu virus yang bersifat menular dan umumnya menyerang saluran pernapasan atas, virus ini juga dapat menyebabkan flu. Penyebaran terbanyak penyakit ini adalah di Asia, terutama Cina dan Hong Kong. Sementara itu, di Indonesia sendiri, menurut data terakhir Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru ditemukan 7 kasus suspect, 2 kasus probable, dan belum ada satu pun kasus kematian akibat penyakit ini (WHO,2006).
Sars adalah stadium lanjut dari pneumonia sehingga gejala awal yang dialami penderita juga mirip dengan flu biasa. Namun, demam yang menyerang penderita SARS dapat mencapai 38 derajat Celcius yang terkadang disertai dengan menggigil, sakit kepala, perasaan lesu, serta nyeri tubuh. (WHO,2006).
Pada stadium awal penyakit biasanya penderita akan mengalami gangguan pernapasan ringan selama tiga sampai tujuh hari. Jika tidak segera diatasi, besar kemungkinan penderita mengalami batuk kering yang dapat menimbulkan kekurangan oksigen dalam darah. Pada beberapa kasus, penderita akan memerlukan napas bantuan mengunakan ventilator (alat bantu pernapasan). Belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit ini, sehingga yang dibutuhkan adalah sikap waspada agar tidak terjangkit. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
a)    Mencuci tangan sesering mungkin. Bila bersentuhan dengan sesuatu yang banyak mengandung kuman atau kotoran, gunakan alkohol untuk membunuh bakteri yang menempel di kulit.
b)   Hindari menyentuh mulut, mata, hidung dengan tangan yang kotor.
Gunakan masker apabila menderita batuk/pilek agar kuman dan bakteri tidak menyebar ke orang lain. Sebagian besar infeksi terjadi di rumah sakit, karena itu kurangi frekuensi mengunjungi ruangan dengan tingkat infeksi tinggi.
(WHO,2006).

G.    Pengendalian penyakit yang terbawa udara
1.       Imunisasi
Dengan pemberian vaksin rubella pada anak-anak laki-laki dan perempuan sejak dini
2.      Pengubahan kandungan jasad penyebab infeksi di udara dengan penyaringan, sterilisasi atau pengenceran. Penyaringan udara yang diputar ulang dengan mengalirkan jumlah udara melalui penyaring dengan memerlukan sistem ventilasi komplek ditambah penggunaan energi yang besar. Teknik pengendalian di udara dengan pengenceran dengan melakukan penggantian udara dalam dengan udara luar secara terus-menerus. Terdapat juga metode untuk mengendalikan penyakit yang disebarkan melalui udara, yaitu :
a.       Metode sinar ultraviolet
Digunakan pada ruangan yang sesak dengan daya tembus jelek, merusak mata sehingga sinar harus diarahkan ke langit-langit
b.      Metode aliran udara satu arah
Digunakan di laboratorium industri ruang angkasa dengan batasan mahal untuk pemanasan atau pengaturan udara
c.       Metode sirkulasi ulang, udara tersaring
Digunakan di tempat apa saja dengan batasan penyaring harus sering diganti.
d.      Metode pembakaran
Digunakan pada ventilasi udara dari cerobong yang didalamnya terdapat organisme yang menginfeksi sedang dipindahkan (Volk and Wheeler, 1989).
 Upaya untuk membebaskan udara dalam ruangan dari mikroba 
Saat ini telah banyak dijual penyejuk udara/ AC dengan kemampuan anti mikroba. Cara sterilisasi udara yang digunakan pada penyejuk udara tersebut antara lain sebagai berikut:
a)    Mengalirkan udara melalui filter yang mengandung Leuconostoc Citreum (bahan efektif untuk menangkal avian influenza dari tumbuhan kimchii), Ag-Z (nano silver zeolite), Houttuyina (tumbuhan obat alami dari Korea),  dan  Triclosan (pembunuh jamur, bakteri, dan kuman). Keempat zat kimia itu akan bekerja secara efektif membunuh semua jenis bakteri, kuman, dan virus flu burung.
b)   Mengalirkan udara melewati tetesan air yang telah dialiri arus listrik.
c)    Mengalirkan udara melewati ion perak. (Volk and Wheeler, 1989).







































BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.    Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Analisis kesehatan
Hari sealasa, 17 November  2016 pukul 10.00 – 11.00 WITA
B.     Alat dan Bahan
a.    Alat  yang digunakan yaitu : Mikroskop, Tabung reaksi, Rak tabung, Pipet tetes, Sendok tanduk, Inkubator, Gelas kimia, Kertas saring, Objek glass, Ose bulat, ose lurus, bunsen, swab steril.
b.    Bahan yang digunakan yaitu : Media BHIB, Mebia TSIA, Media Mio, Media NA, Media MRVP, Media Urea, Media Sitrat, Media Gula-gula ( laktosa, sukrosa, manitol, glukosa) Aquades, Carbol gention violet, Lugol, Alkohol, Air fuchin, Reagen katalase, Reagen Oksidasi, , Oil emersi.
C.    Prosedur Kerja
1.    Teknik isolasi bekteri asal udara
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Dibiaran media dalam keadaan terbuka pada lapangan, sehingga bakteri asal udara terisolasi dengan sendirinya pada media nutrien agar (media dibiakan ± 10 menit ).
c.    Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
2.    Teknik isolasi pada media penyubur BHIB
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Diambil koloni yang tumbuh pada media nutrien agar menggunakan ose bulat yang telah difiksasi
c.    Ditenam koloni pada media penyubur BHIB.
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
3.    Teknik inokilasi pada media selektif (Nutrien Agar)
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Diambil koloni yang tumbuh dari media penyubur menggunkan ose bulat yang telah difiksasi.
c.    Ditanam koloni pada media nutrien agar dengan menggunakan metode goresan sinambung.
d.   Diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37ºC selama 24 jam
4.    Teknik Pewarnaan Gram
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Ose disterilkan setelah itu diambil koloni terpisah ( koloni tunggal) yang tumbuh pada media Nutrien agar.
c.    Diteteskan 1 tetes larutan garam fisiologis pada objek glass, setelah itu koloni yang telah diambil menggunakan ose diletakkan pada larutan garam fisiologis tersebut.
d.   Difiksasi preparat ulas diatas nyala api bunsen.
e.    Diteteskan larutan carbol gention violet pada seluruh permukaan prepara, setelah itu tunggu selama ± 2 menitl.
f.     Dicuci dengan aguades mengalir
g.    Diteteskan larutan lugol, lalu tunggu selama 1 menit.
h.    Dicuci kembali menggunakan aquades mengalir.
i.      Diteteskan larutan pemucat (alkohol 96%) setetes demi setetes hingga zat warnanya menghilang.
j.       Dicuci kembali menggunakan aquades mengalir.
k.    Diteteskan larutan air fuchsin dan biarkan selama 30 menit
l.      Dicuci kembali menggunakan aquades mengalir.
m.  Dikeringkan preparat dengan menggunakan kertas tissue.
n.    Diamati preparat dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 100 × dengan memakai oil emersi.
5.    Uji TSIA
a.    Disiapakan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Ose disterilkan dan diambil biakan koloni atau bakteri dari media selektif  Nutriena agar  menggunakan ose lurus.
c.    Diinokulasikan ke media TSIA, dengan cara diinokulasikan pada bagian slant media menggunakan goresan sinambung. Kemudian jarum ose ditusuk ke dalam media bagian but agar kira-kira ¾ tabung.
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
6.    Uji Indol (Mio/Sim)
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Ose disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose.
c.    Diinokulasiakn ke media mio dengan cara ditusukkan ke dalam ¾ permukaan media.
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e.    Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya
7.    Uji Urea
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Ose disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose.
c.    Diinokulasiakn ke media urea
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e.    Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya
8.    Uji Sitrat
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Ose disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose.
c.    Diinokulasiakn ke media sitrat
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e.    Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya
9.    Uji MR-VP
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Ose disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose.
c.    Diinokulasikan ke madia MRVP
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e.    Ditambahkan reagen metil red, setelah itu diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya.
f.     Ditambahakan reagen KOH 40%  dan alpha nafthol 5 % untuk uji voges proskaver sebanyak 3 tetes. Kemudian diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya.
10.  Uji Oksidasi
1.    Disiapakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.    Disterilkan ose, kemudian diambil biakan koloni bakteri pada media MCA.
3.    Digoreskan ose pada kertas saring.
4.    Ditambahkan 1 tetes reagen oksidasi.
5.    Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya.
11.  Uji Katalase
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.    Diteteskan 1 tetes reagen katalase (hidrogen peroksida) diatas objek glass.
c.    Dipijarkan ose kemudian diambil biakan koloni bakteri pada media MCA.
d.   Diletakkan biakan koloni pada tetesan reagen katalase.
e.    Diamati perubahan yang  terjadi dan dicatat hasilnya.
12.  Uji Fermentasi Karbohidrat (Uji Gula-gula)
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan dugunakan.
b.    Ose disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose
c.    Diinokulasikan pada masing-masing media gula-gula (glukosa, sukrosa, manito, maltosa).
d.   Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e.    Diletakkan biakan koloni pada tetesan plasa darah.
f.     Diamati perubahan yang terjadi pada setiap tabung media gula-gula dan dicatat hasilnya.





























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan
a.    Media  yang digunakan      :  Nutrien  Agar (NA)
b.    Sampel yang digunakan     :
1.    Pengamatan Kultur (Koloni)
a)    Bentuk               : Bulat
b)   Permukaan         : Smooth (licin), Rata
c)    Tepi                    : Sedikit cebung
d)   Warna                : Putih
2.    Pengamatan Mikroskopis
a)    Bakteri Gram     : Positif
b)   Bentuk               : basil
3.    Uji Biokimia
a)    Uji  TSIA          
·      Lereng  (Slant)          : Kuning (Acid)
·      Dasar (But)               : Kuning (Acid)
·      Sulfur                        : Positif +)
·      Gas                            : Positif (+)
Acid- acid mengindikasikan bahwa semua jenis fermentasi karbohidrat (laktosa, glukosa, sukrosa, manitol) positif.
b)   Uji Indol ( Mio/Sim)      : Negatif (-), karena tidak terjadi perubahan warna dari berwarna ungu menjadi berwarna kuning.
·      Motility                     : Positif (+), karena pada bagian tusukan terlihat keruh  dan melebar.
·      Sulfur                        : Positif (+), karena adanya pembentukan H2S  (sulfur) yang ditandai dengan terbantuknya warna hitam.
·      Indol                         : Negatif (-), karena setelah penambahan reagen kovaks tidak terbentuk cincin berwarna  merah.
c)    Uji Sitrat                        : Positif (+),  karena bakteri menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi sehingga terjadi perubahan warna dari berwarna hijau menjadi berwarna biru
d)   Uji Urea                         : Positif (+), karena bakteri memiliki enzim urease sehingga bakteri tersebut dapat menghidrolisis urea membentuk amonia sehingga terjadi perubahan warna pada media yaitu dari berwarna merah jingga menjadi berwarna merah ungu.
e)    Uji MR-VP                    :
· Methy red, positif  (+)  karena terjadi perubahan pH menjadi asam.
· Voges proskaver, negatif (-) karena tidak mengandung acetat sehingga pada saat penambahan reagen KOH 40% dan alpha nafthol 5 % tidak terjadi perubahan warna menjadi berwarna merah muda.
f)    Uji katalase                    : Positif (+),disebabkan karena adanya enzim dari bakteri yang mengkatalisiskan penguraian hidrogen peroksida sehingga terbentuk gelembung udara.
g)   Uji Oksidasi                   : Positif (+), karena ada oksidasi sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme sehingga terbentuk warna hitam pada sekitaran koloni.
h)   Uji Fermentasi Karbohidrat (Uji Gula-gula)
1.    Glukosa                     : Positif (+), karena bakteri memfermentasikan glukosa, sehingga terjadi perubahan warna menjadi berwarna kunig.
2.    Laktosa                     : Positif (+), karena bakteri memfermentasikan laktosa sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning.
3.    Sukrosa                     : Positif (+), karena bakteri memfermentasikan sukrosa sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning.
4.    Manitol                      : Positif (+), karena bakteri memfermentasikan manitol sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning.   

1)      Pertumbuhan Bakteri Pada Media Mac Conkey Agar (MCA)
Sampel
Karakteristik Koloni
Gambar

·      Bentuk        :   Bulat
·      Permukaan  :  Smooth (Licin), Rata.
·      Tepi            : cembung
·      Warna        : putih


2)      Hasil Pewarnaan Gram
Sampel
Karakteristik Koloni
Gambar

·      Bakteri Gram : Positif
·      Bentuk  :    streptobasil




3)    Hasil Uji Biokimia
Jenis pengujian
Hasil
Gamabar
1.      Uji Katalase

Positif (+) disebabkan karena ada enzim dari   bakteri yang mengkatalisiskan, penguraian hidrogen peroksida sehingga
Terbentuk gelembung udara


2.      Uji Oksidasi      

Positif (+) karena ada oksidasi sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme sehingga terbentuk warna hitam pada sekitaran koloni.

3.      Uji TSIA
·      Lereng (slant): Kuning (acid
·      Dasar (but) : Kuning (acid)
·      Sulfur (H2S) : positif (+)
·      Gas    : Positif  (+)




Jenis Pengujian
Hasil
Gambar
Uji Indol (Mio/Sim)
Negatif (-), karena tidak terjadi perubahan warna dari berwarna ungu menjadi berwarna kuning.
·       Motility                  : Positif (+), karena pada bagian tusukan terlihat keruh  dan melebar.
·       Sulfur                     : Positif (+), karena adanya pembentukan H2S  (sulfur) yang ditandai dengan terbantuknya warna hitam.
·       Indol          : Negatif (-), karena setelah penambahan reagen kovaks tidak terbentuk cincin berwarna  merah.





Uji Sitrat
Positif (+), karena bakteri menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi sehingga terjadi perubahan warna dari berwarna hijau menjadi berwarna biru  

Uji Urea
Positif (+), karena bakteri memiliki enzim urease sehingga bakteri tersebut dapat menghidrolisis urea membentuk amonia sehingga terjadi perubahan warna pada media yaitu dari berwarna merah jingga menjadi berwarna merah ungu.







Jenis Pengujian
Hasil
Gambar
Uji MR-VP
· Methy red, Positif  
(+)  karena
 terjadi perubahan pH menjadi asam.
·      Voges proskaver, negatif (-) karena tidak mengandung acetat sehingga pada saat penambahan reagen KOH 40% dan alpha nafthol 5 % tidak terjadi perubahan warna menjadi berwarna merah muda

Uji Fermentasi Karbohidrat
·      Glukosa : Positif (+), karena bakteri memfermentasikan glukosa, sehingga terjadi perubahan warna menjadi berwarna kunig


·      Laktosa : Positif (+), karena bakteri memfermentasikan laktosa sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning.









·      Sukrosa : Negatif Positif (+), karena bakteri memfermentasi sukrosa sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning.




·      Manitol Positif (+),karena bakteri tidak memfermentasikan manitol sehingga tidak terjadi perubahan warna menjadi kuning






B.     Pembahasan
Isolasi mikroorganisme adalah memisahkan mikroba yang berasal dari lingkungan dan menumbuhkan sebagai kultur murni dalam suatu medium. Proses pemindahkan mikroba dari medium lama ke medium yang baru harus dilaksanakan secara teliti. Terlebih dahulu harus diusahakan agar semua alat-alat yang berhubungan dengan medium dan perkerjaan inokulasi (penanaman) itu benar-benar steril, hal ini untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi dan  identifikasi bakteri asal udara  Dimana tempat yang digunakan untuk megisolasi bakteri yaitu pada daerah luar ruangan tepatnya pada lapangan basket.
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini yaitu untuk melihat jenis-jenis bakteri apa saja yang  berada diluar ruangan. Adapaun tujuan dilakukan praktikum  ini yaitu untuk meliat sifat pertumbuhan dan hasil uji biokimanya  dari bakteri asal udara. Proses awal dalam d mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asal udara yaitu :
a)      Hari pertama (I)
Mengisolasi bakteri asal udara  pada media nutrien agar di  dilapangan selama ± 10 menit dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
b)      Hari kedua (II)
Pemindahan koloni pada media penyubur BHIB. Penanaman pada media cair bertujuan untuk memperbanyak kultur bakteri, untuk melihat gerak bakteri, dan untuk identifikasi. Kemudian  diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
c)      Hari ketiga (III)
Terjadi kekeruhan pada media BHIB yang menandakan adanya pertumbuhan bakteri pada media tersebut. Selanjutnya Penanaman ulang  pada media  NA (Nutrien Agar) dengan mengunakan metode sinambung. Teknik penanaman pada metode goresan bertujuan untuk mengisolasi/ memisahkan pertumbuhan bakteri satu dengan lainya yang ditanam adalah spesimen, memperbanyak bakteri (yang ditanam kultur bakteri atau koloni bakteri), menghitung jumlah kuman (yang ditanam suspensi sampel).
dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
d)     Hari keempat (IV) uji biokimia
Uji biokimia uji yang dilakuan untuk mengatehui jenis bakteri adalah uji IMVIC, yang merupakan singkatan dari Uji Indol, Methyl Red, Voges Proskauer dan Citrat, serta beberapa uji biokimia lainya, yaitu Urea, Sukrosa, Glukosa, Laktosa, Maltosa, dan Manitol. Dari suspensi bakteri yang dibuat diuji lengkap, masing-masing diinokulasi menggunakan jarum ose ke dalam tiga tabung masing-masing berisi media yang berbeda.
e)      Hari kelima (V)
*   Media NA : koloni terlihat berwarna putih berukuran sedang menandakan bakteri cukup subur dalam mengambil sejumlah nutrisi yang terkandung dalam media ini.
*   Hasil pewarnaan  garam  : Bakteri berbentuk bacil. Sedangkan untuk jenisnya, bakteri termasuk gram positif karena berwarna  ungu, artinya bakteri mampu mengikat zat warna CGV dan mampu mempertahankan warna ungu sehingga tidak luntur pada pelunturan dengan alcohol 96%.
f)       Hari keenam (VI) Uji biokimia
1.    media TSIA:
Uji TSIA bertujuan untuk melihat kemampuan bakteri memfermentasi dekstrosa, sukrosa dan laktosa serta kemampuan memproduksi hydrogen sulfida. Perubahan PH karena adanya fermentasi yang menyebabkan terjadinya warna kuning, dengan adanya indikator phenol red.
·         Seluruh bagian pada media TSIA mengalami perubahan warna   menjadi kuning, baik pada lereng ataupun dasar. Ini menunjukkan bahwa bakteri mampu menfermentasikan ketiga gula-gula dalam media TSIA (glukosa, laktosa, dan sukrosa) sehingga menghasilkan asam yang  membuat media berwarna kuning.
·         Tidak terdapat endapan hitam pada media yang menandakan bahwa bakteri tidak memiliki enzim desulfurase. Enzim tersebut digunakan menghidrolisis asam amino dengan gugus samping –SH sehingga akan menghasilkan H­2S yang bereaksi dengan FeSO­4 dan membentuk endapan hitam FeS.
·      Terdapat  ruangan  kosong  atau  udara pada media menandakan bahwa bakteri  mampu menghasilkan gas.
2.    Uji Mio :
Fungsi dari uji mio atau sim  adalah untuk mengetahui reaksi terhadap oritin, dan juga digunakan untuk mengetahui adanya pegerakan bakteri yang diperiksa, serta kemampuannya menghasilkan indol. Pada hasil pengamatan diperoleh mio Negatif (-), karena tidak terjadi perubahan warna dari berwarna ungu menjadi berwarna kuning.
·       (motility) : Pergerakan bakteri dapat terlihat pada media ini berupa berkas putih di sekitar tusukan. Adanya pergerakan ini bisa dilihat karena media mio merupakan media yang semi solid. Pada hasil pengamatan diperoleh motility positif. Hal ini menandakan bakteri mempunyai alat gerak dalam proses pertumbuhannya.
·      (sulfur) : Adanya sulfur dapat dilihat ketika media berubah menjadi  hitam. Pada hasil pertumbuhan bakteri pada media ini,tidak  terjadi perubahan warna hitam. Hal ini menandakan bakteri yang tumbuh tidak  mampu mendesulfurasi cysteine yang terkandung dalam media mio.
·      (indol) : Reaksi indol hanya bisa dilihat ketika pertumbuhan bakteri pada media ini ditambahkan dengan reagen Covac’s. Indol dikatakan positif jika terdapat cincin merah pada permukaannya. Warna merah dihasilkan dari resindol yang merupakan  hasil reaksi dari asam amino tryptopan menjadi indol dengan penambahan Covac's. Bakteri yang mampu menghasilkan indol menandakan bakteri tersebut menggunakan asam amino tryptopan sebagai sumber carbon. Pada hasil pengamatan diperoleh Indol negative sehingga dapat disimpulkan bakteri yang tumbuh tidak menggunakan asam amino tryptopan sebagai sumber carbonnya.
3.    Uji sitrat :
Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui penggunaan sitrat sebagai sumber karbon dan energi. Bila bakteri mampu menggunakan sitrat, maka asam akan dihilngkan dari medium biakan, sehingga meyebabkan peningkatan PH dan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru. Pada hasil pengamatan diperoleh sitrat Positif (+), karena bakteri mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi sehingga terjadi perubahan warna pada media.
4.    Uji urea :
Uji urea bertujuan untuk mengetahui bakteri yang memiliki enzim urease. Bakteri tertentu dapat menghidrolisis urea dan membentuk amonia dengan menimbulkan warna merah, karena indikator phenol red. Terbentuknya amonia menyebabkan nilai PH menjadi alkali  sehingga jika uji urea terjadi warna merah muda pada media berarti positif. Pada hasil pengamatan diperoleh urea positif (+), karena bakteri memiliki enzim urease sehingga bateri tersebut dapat menghidrolisis urea membentuk amonia, sehingga terjadi perubahan warna dari berwarna merah jingga menjadi berwarna merah ungu.
5.    Uji MRVP
·         MR :
Uji MR bertujuan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Beberapa bakteri memfermentasi glukosa dan menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan PH media pertumbuhan menjadi 5,0 atau lebih rendah. Penambahan indikator PH (Phenol red) dapat menunjukan adanya perubahan PH menjadi asam. Pada hasil pengamtan setelah ditambahkan dengan indicator metil red, media terjadi perubahan  warna  menjadi  merah (positif).  Berarti  fermentasi asam campuran (asam laktat, asam asetat, dan asam formiat) oleh bakteri.
·         VP : 
Uji VP bertujuan untuk mendeteksi adanya acethyl methyl carbinol yang dipproduksi oleh bakteri tertentu dalam pembenihan VP. Adanya bakteri tertentu yang dapat memproduksi acethyl methyl carbinol  dapat diketahui dengan penambahan reagen voges proskauer (reagen VP). Dari hasil pengamatan  setelah  penambahan KOH 40% dan α-nafto 5 %, warna media tetap tidak berubah (negative). Ini disebabkan bakteri tidak memfermentasikan butanadiol oleh bakteri.
6.    Uji katalase :
Katalase adalah enzim yang mengkatalisikan penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini menginaktivkan ezim dalam sel. Hidrogen peroksida berbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus menguraikan bahan toksik tesebut. Dari hasil pengamatan diperoleh katalase positif (+), disebabkan karena ada enzim dari bakteri yang mengkatalisiskan penguraian hidrogen peroksida sehingga terbentuk gelembung udarah.
7.    Uji oksidase :
Uji ini berfungsi untuk menentukan adanya oksidase sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Bila koloni bakteri yang bersifat oksidase- positif diberi reagen oksidase (dimetil-p-fenilediamin oksalat), maka warna koloni berubah menjadi hitam. Perubahan ini terjadi karena oksidase sitokrom  mengoksidasikan larutan reagen. Dari hasil pengamatan diperoleh oksidase positif (+), karena ada oksidasi sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme sehingga terbentuk warna hitam dalam waktu 30 menit
8.    Uji fermentasi karbohidrat:
Uji fermentasi karbohidrat ( laktosa, glukosa, manitol, sukrosa) bertujuan untuk menetahui jenis bakteri yang memfermentasikan jenis karbohidrat tertentu. Pembenihan gula-gula yang digunakan adalah cair yang mengandung satu jenis karbohidrat (kadar 1%) dengan indikator phenol red. Jika terjadi fermentasi, medium   terlihat berwarna kuning karena perubahan PH menjadi asam. Pada  hasil pengamatan  positif didapatkan pada seluruh gula-gula yang digunaka baik glukosa, maltose, laktosa, sukrosa dan manitol. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna indicator yang terdapat dalam media ini yaitu dari biru menjadi kuning. Perubahan warna tersebut disebabkan karena bakteri yang tumbuh di dalamnya mampu memfermentasikan gula-gula tersebut berupa produk asam.










BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah dilakuan ditemuan bakteri berbentuk basil, gram positif, tidak berspora dan pada media TSIA memberikan hasil acid-acid (+) sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada bakteri asal udara yaitu mycobakterium smegmatis
B.     Saran
Adapun sehubungan dengan praktikum  ini, khususnya ditunjukan bagi mahasiswa yaitu :
1.    Pada proses identifikasi bakteri frekuensi untuk terinfeksi dengan bakteri sangat tinggi. Oleh karena itu, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, handscond, dan jas laboratorium sangat dianjurkan. Selain itu, kebersihan dalam proses identifikasi juga sangat diperlukan sehingga bakteri yang diisolasi bisa tumbuh dengan baik.
2.    Diharapkan pula bagi semua mahasiswa, bahwa selama kegiatan praktikum ini berlangsung, agar semua mahasiswa bersungguh-sungguh dalam melakukan praktikum.











DAFTAR PUSTAKA

Darkuni, M. Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Malang: Universitas Negeri Malang.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Imagraph.
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi. Malang: JICA.




No comments:

Post a Comment