BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dari
semua lingkungan, udara merupakan lingkungan yang paling sederhana dan
lingkungan ini berada dalam dalam satu fasa yaitu gas. Jumlah relatif dari
berbagai gas di udara diukur dengan persentase volume yaitu terdiri dari 78%
nitrogen, 21% oksigen, 0,9% argon, 0,03% karbon dioksida 0,01% hidrogen dan gas
lainnya dalam jumlah sedikit. Selain berbagai gas, debu dan uap yang
terkondensasi juga dapat ditemukan di udara. Udara terdiri dari berbagai
lapisan hingga ketinggian sekitar 1000 km. Lapisan yang terdekat dengan bumi
disebut troposfer. Di daerah subtropis, troposfer memanjang sekitar 11 km
sedangkan di daerah tropis sampai sekitar 16 km. Troposfer ini dicirikan dengan
keberadaan mikroorganisme. Temperatur atmosfer bervariasi dekat permukaan bumi.
Namun, mikroba dalam jumlah besar ditemukan di atmosfer bagian bawah (permukaan
bumi). (Budiyanto,
2001).
Oksigen merupakan kebutuhan utama manusia yang
paling esensial. Saat ini, masyarakat di kota-kota besar sudah sulit mendapat
udara yang bersih dan segar karena tingginya tingkat pencemaran udara akibat
asap kendaraan bermotor dan kegiatan pabrik. Kondisi pencemaran udara seperti
ini mengakibatkan logam-logam berat berbahaya, virus, bakteri dan
mikroorganisme lainnya bercampur baur dan masuk ke dalam tubuh melalui tarikan
napas kita. Mengetahui jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang berterbangan bebas di udara dan cara penanggulangannya adalah penting agar
kita dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut. Pada bahasan kali
ini, kami akan memaparkan beberapa jenis penyakit yang ditularkan melalui udara
diantaranya penyakit TBC, meningitis dan influenza. (Budiyanto, 2001).
B.
Tujuan
Percobaan
1. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep
mikrobiologi lingkungan.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep
mikrobiologi udara.
3. Untuk mengetahui jenis mikroba apa
saja yang ditemukan di udara.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi keberadaan mikroba di udara.
5. Untuk mengetahui bagaimankah distribusi mikroba di udara.
6. Untuk mengetahui contoh penyakit apa
saja yang bias ditularkan melalui udara setrta
cara pengobatannya.
7. Untuk mengetahui bagaimanakah
upaya pengendalian penyakit yang terbawa udara.
8. Untukmengetahui mengisolasi dan mengidentifaki bakteri asal
udara.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Mikrobiologi Lingkungan
Lingkungan, sesuatu yang ada di
sekeliling kita dimana semua makhluk hidup berada dari makhluk terkecil
(mikroorganisme) sampai makhluk yang sempurna (manusia). Lingkungan yang
terdiri dari udara, air dan tanah dimana dari ketiga komponen tersebut kita
sangat membutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari, bila ketiga komponen
tersebut terganggu maka terganggu pula aktivitas kita, misalnya saja jika
terdapat mikroorganisme yang tidak menguntungkan dalam air dan yang
lain-lainnya, lebih lanjutnya akan kita bahas di bawah ini. Peranan
mikroorganisme dalam pengelolaan pencemaran lingkungan dapat terjadi dalam dua
hal :
a) Mikroorganisme yang telah direkayasa
dapat digunakan untuk menggantikan suatu proses produk sehingga hanya
menghasilkan polutan sedikit mungkin.
b) Mikroorganisme yang telah direkayasa
dapat digunakan sebagai organisme pembersih. (Kusnadi, dkk. 2003)
B.
Mikrobiologi udara
Udara tidak mempunyai flora alami,
karena organisme tidak dapat hidup dan tumbuh terapung begitu saja di udara.
Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme-organisme yang terdapat
sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap
kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara, batuk, dan bersin
menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel di udara). Kebanyakan
partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena
partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya,
partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang
berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme,
kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara. Jumlah dan
macam mikroorganisme dalam suatu volume udara akan bervariasi sesuai dengan
lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir
selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya, hujan,
salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan
membasuh partikel-partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. (Kusnadi,
dkk. 2003)
Menurut Unus Suriawiria (1985),
kompisisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama.
Walaupun begitu sejalan dengan semakin kompleknya masalah pencemaran udara maka
komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena terdapat komponen
asing/mikroorganisme. Komposisi baku udara secara kimia sebagai berikut:
Tabel
Komposisi udara murni tanpa cemaran mikrooganisme
Komponen
|
Komposisi
(ppm)
|
|
Per
Volume
|
Per
Berat
|
|
Nitrogen
|
780.900
|
755.100
|
Oksigen
|
209.500
|
231.500
|
Argon
|
9.300
|
12.800
|
CO2
|
300
|
460
|
Neon
|
18
|
12,5
|
Helium
|
5,2
|
0,72
|
Metan
|
2,2
|
1,2
|
Kripton
|
1
|
2,9
|
N.
Oksida
|
1
|
1,5
|
Hidrogen
|
0,5
|
0,08
|
Xenon
|
0,08
|
0,36
|
Kelompok
mikroorganisme yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri,
jamur (termasuk didalamnya ragi) dan juga mikroalgae. Kehadiran jasad hidup
tersebut didalam udara, ada yang didalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun
dalam bentuk generatif (umumnya spora). (Kusnadi, dkk. 2003)
C. Jenis mikroba yang ditemukan di udara
Selain gas, partikel debu dan uap air, udara juga
mengandung mikroorganisme. Di udara terdapat sel vegetatif dan spora bakteri,
jamur dan ganggang, virus dan kista protozoa. Selama udara terkena sinar
matahari, udara tersebut akan bersuhu tinggi dan berkurang kelembabannya.
Selain mikroba yang mempunyai mekanisme untuk dapat toleran pada kondisi ini,
kebanyakan mikroba akan mati. Udara terutama merupakan media penyebaran
bagi mikroorganisme. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila
dibandingkan dengan di air atau di tanah. Mikroba udara dapat dipelajari dalam
dua bagian, yaitu mikroba di luar ruangan dan di dalam ruangan. (Dwidjoseputro,
1990).
Pentingnya mikroorganisme udara telah dipelajari sejak
1799, di mana tahun Lazaro Spallanzani berusaha untuk menyangkal teori
“generatio spontanea”. Tahun 1837, Theodore Schwann, dalam percobaan untuk
mendukung pandangan Spallanzani memasukkan udara segar yang telah dipanaskan ke
dalam kaldu daging steril dan menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroba tidak dapat
terjadi. Louis Pasteur pada tahun 1861 merupakan orang yang pertama menunjukkan
bahwa mikroorganisme tumbuh akibat kontaminasi dari udara. Dia menggunakan
kapas khusus untuk menyaring udara sehingga mikroba tidak dapat masuk ke dalam
kaldu daging steril. Dia secara mikroskopis menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam kapas. Dalam percobaan menggunakan tabung berleher angsa,
ia menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak bisa terjadi dalam media steril kecuali
terdapat kontaminasi dari udara yang tidak steril. (Dwidjoseputro, 1990).
D.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Keberadaan Mikroba Di Udara
Sejumlah faktor
intrinsik dan lingkungan mempengaruhi dan distribusi jenis mikroflora di udara.
faktor intrinsik meliputi sifat dan keadaan fisiologis mikroorganisme dan juga
keadaan suspensi. Spora relatif lebih banyak daripada sel vegetatif. Hal
ini terutama karena sifat spora dorman yang memungkinkan mereka untuk
mentolerir kondisi yang tidak menguntungkan seperti pengeringan, kurangnya
nutrisi yang cukup dan radiasi ultraviolet. Demikian pula spora fungi berlimpah
di udara karena spora merupakan alat penyebaran penyebaran fungi. (Waluyo, 2005).
Ukuran
mikroorganisme merupakan faktor yang menentukan jangka waktu mereka untuk
tetap melayang di udara. Umumnya mikroorganisme yang lebih kecil dapat
dengan mudah dibebaskan ke udara dan tetap di sana selama jangka waktu lama.
Miselium fungi memiliki ukuran yang lebih besar dan karena itu tidak dapat
bertahan lama di udara. Keadaan suspensi memainkan peran penting
keberadaan mikroorganisme di udara. Semakin kecil suspensi, semakin besar
kemungkinan mereka untuk tetap berada di udara. Biasanya mereka melekat pada
partikel debu dan air liur. Mikroorganisme yang ada dalam partikel debu di
udara hanya hidup untuk waktu yang singkat. Tetesan yang dibuang ke udara
melalui batuk atau bersin juga hanya dapat bertahan di udara untuk waktu
singkat. Namun jika ukuran suspensi menurun, mereka dapat bertahan lama di
udara. (Waluyo, 2005).
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
mikroba udara adalah suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan
lain-lain. Temperatur dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang
menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam aerosol. Studi dengan Serratia
marcesens dan E. coli menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara
terkait erat dengan suhu. (Waluyo, 2005).
Ada peningkatan
yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18° C sampai
49o C. Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa. Partikel
influenza, polio dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur
rendah, 7-24° C. tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan
hidup mikroorganisme adalah antara 40 sampai 80%. Kelembaban relatif yang lebih
tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian mikroorganisme. Hampir semua
virus mampu bertahan hidup lebih baik pada RH 17 sampai 25%. Namun, virus
poliomyelitis bertahan lebih baik pada RH 80 – 81%. Kemampuan mikroba bertahan
hidup lebih ditentukan oleh RH dan suhu. Pada semua temperatur, kemampuan
mereka untuk bertahan hidup adalah pada RH ekstrem. Terlepas dari RH,
peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan. (Waluyo, 2005).
Pengaruh angin
juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada udara yang tenang, partikel
cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran udara dapat menjaga mereka
dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin penting dalam penyebaran
mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh. Arus juga memproduksi
turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal mikroba udara. Pola cuaca
global juga mempengaruhi penyebaran vertikal. Ketinggian membatasi distribusi
mikroba di udara. Semakin tinggi dari permukaan bumi, udara semakin kering,
radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin rendah sampai bagian
puncak troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam kondisi ini, dengan
demikian, mikroba yang masih mampu bertahan pada ketinggian adalah mikroba
dalam fase spora dan bentuk-bentuk resisten lainnya. (Waluyo, 2005).
E.
Distribusi
Mikroba di Udara
Belum ada
mikroba yang habitat aslinya di udara. Pada sub pokok bahasan sebelumnya
mikrooganisme di udara dibagi menjadi 2, yaitu mikroorganisme udara di luar
ruangan dan mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroba paling banyak ditemukan di
dalam ruangan.
1. Mikroba Di Luar
Ruangan
Mikroba yang
ada di udara berasal dari habitat perairan maupun terestrial. Mikroba di udara pada ketinggian
300-1,000 kaki atau lebih dari permukaan bumi adalah organisme tanah yang
melekat pada fragmen daun kering, jerami, atau partikel debu yang tertiup
angin. Mikroba tanah masih dapat ditemukan di udara permukaan laut sampai
sejauh 400 mil dari pantai pada ketinggian sampai 10.000 kaki. Mikroba yang
paling banyak ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium,
dan Aspergillus. Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis. (Setyaningsih,
dkk, 2003).
Mikroba yang ditemukan di udara di atas
pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan
Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk sari, kista
protozoa, alga, Micrococcus, dan Corynebacterium, dan lain-lain. (Setyaningsih,
dkk, 2003).
2. Mikroba di dalam Ruangan
Dalam debu dan
udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang menderita penyakit
menular, telah ditemukan mikroba seperti bakteri tuberkulum, streptokokus,
pneumokokus, dan staphylokokus. Bakteri ini tersebar di udara
melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada proses tersebut ikut keluar
cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba. Virus dari saluran pernapasan
dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui debu dan udara. Patogen dalam
debu terutama berasal dari objek yang terkontaminasi cairan yang mengandung
patogen. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk oleh bersin, batuk
dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat
berisi ribuan mikroba. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin
berkisar antara 10.000 sampai 100.000. Banyak patogen tanaman juga
diangkut dari satu tempat ke tempat lain melalui udara dan penyebaran penyakit
jamur pada tanaman dapat diprediksi dengan mengukur konsentrasi spora jamur di
udara.. (Hodgson,
2000).
3. Mikroorganisme
Udara di Rumah Sakit
Meskipun rumah
sakit adalah tempat pengobatan berbagai penyakit, ada kasus dimana penyakit
menular tambahan diderita pasien pada saat rawat inap. Udara di dalam rumah sakit
dapat bertindak sebagai reservoir mikroorganisme patogen yang ditularkan oleh
pasien. Infeksi yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit tersebut
disebut infeksi nosokomial dan patogen yang terlibat disebut sebagai patogen
nosokomial. Infeksi, diwujudkan oleh gejala terkait, setelah tiga hari dirawat
di rumah sakit bisa dianggap sebagai infeksi nosokomial (Gleckman.dkk.1995)
Terdapat dua
cara utama penyebaran patogen nosokomial, yaitu dengan kontak (baik langsung
atau tidak langsung), dan penyebaran melalui udara. (Gleckman.dkk.1995)
Infeksi
nosokomial di rumah sakit mungkin dibawa oleh staf atau pasien yang masuk ke
rumah sakit. Infeksi nosokomial yang banyak ditemukan yaitu berasal dari
Haemophilus. influenzae, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, anggota Enterobacteriaceae dan virus pernafasan. (Gleckman.dkk.1995)
F.
Macam- macam penyakit yang
ditularkan melalui udara
1. Tuberkulosis atau TBC
Tuberkulosis atau TBC adalah
penyakit yang sangat mudah sekali dalam penularannya. Penderita TBC biasanya
mengalami batuk yang berkepanjangan sebagai gejala utama selama beberapa minggu
yang diikuti dengan demam tinggi. Biasanya demam menyerang pada malam hari,
namun ketika siang demam akan berkurang bahkan cenderung turun dan akan datang
lagi bila mulai menjelang malam. Orang yang terkena TBC, daya tahan tubuhnya
akan menurun secara drastis, nafsu makan berkurang, dan berat badan juga
menurun dengan sangat cepat, rasa lelah dan batuk-batuk. Ini terjadi jika
infeksi awal telah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti
organ paru dan organ tubuh lainnya. (Krisno, 2010).
Dalam kasus reactivation
tuberculosis, infeksi awal tubercilosis (primary tuberculosis) mungkin telah
lenyap tetapi bakterinya tidak mati melinkan hanya “tidur” untuk sementara
waktu. Bakteri ini akan aktif apabila kondisi tubuh sedang tidak fit dan dalam
imunitas yang rendah. Bila penyakit ini semakin progresif maka bakteri yang
aktif akan merusak jaringan paru-paru dan berbentuk rongga-rongga (lubang) pada
paru-paru penderita, maka si penderita akan batuk-batuk dan memproduksi sputum
(dahak) yang bercampur darah. Bila tidak segera dilakukan tindakan penanganan
maka akan dapat menimbulkan kematian pada si penderita. Penderita yang tidak
berobat dapat menularkan penyakitnya kepada orang disekitarnya. (Krisno, 2010).
Pada umumnya penularan TBC terjadi
secara langsung ketika sedang berhadap-hadapan dengan si penderita, yaitu melalui
ludah dan dahak yang keluar dari batuk dan hembusan nafas penderita. Secara
tidak langsung dapat juga melalui debu, Lamanya dari terkumpulnya kuman sampai
timbulnya gejala penyakit dari yang berbulan-bulan sampi tahunan membuat
penyakit ini digolongkan penyakit kronis. (Krisno, 2010).
Gejala umum yang sering dirasakan adalah
:
a) Batuk lama lebih dari 30 hari yang
disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga dengan batuk
darah.
b) Demam lama dan berulang tanpa sebab
yang jelas (bukan tifoid, malaria, atau infeksi saluran nafas akut), dan
terkadang disertai dengan badan yang berkeringat di malam hari.
c) Nafsu makan
menurun dan bila terjadi pada anak maka terlihat gagal tumbuh serta penambahan berat badan
tidak memadai sesuai dengan usia anak tersebut.
d) Berat badan menurun dengan drastis
tanpa sebab yang jelas disamping karna nafsu makan yang menurun, pada anak
berat badan tidak naik dalam satu bulan walaupun sudah dilakukan penanganan
gizi.
e) Adanya
pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak. (Krisno, 2010).
Pencegahan dan Penanganan Pengobatan TBC.
TBC
bisa diobati, asalkan benar-benar mempunyai keinginan dan semangat yang besar
untuk sembuh. Dorongan dari keluarga dan orang disekitar anda sangatlah
diperlukan. Pemeriksaan yang intensif dan teliti serta disiplin minum obat yang
diberikan dokter harus dilakukan penderita agar penyakit yang dideritanya
segera sembuh. Pengobatan yang dilakukan dapat bertujuan untuk menyembuhkan,
mencegah kematian, dan kekambuhan. (Krisno,
2010).
Adapun
obat TBC yang utama adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang sering digunakan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makroloid, dan Amoksilin dikombinasikan dengan
Klavulanat. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan untuk keseluruhan. Faktor
utama dari pada kesembuhan adalah prilaku dan lingkungan dimana sipenderita itu
tinggal, kedisiplinan dalam minum obat dan dan dukungan orang-orang disekitar
si penderita.
(Krisno, 2010).
Dalam proses penyembuhan, sipenderita harus minum obat
sesuai dengan petunjuk dan waktu yang telah ditentukan (6–12 bulan)
berturut-turut tanpa putus serta mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi.
Selain petugas kesehatan yang memantau dan mengawasi, keluarga juga di ajak
turut serta dalam mengawasi dan memastikan si penderita TBC meminum obat yang
telah diberikan. Jika si penderita tidak disiplin dan teratur dalam meminum
obat, dapat mengakibatkan kuman-kuman yang ada didalam tubuh akan menjadi kebal
terhadap obat tersebut. Dan apabila si penderita berhenti minum obat sebelum
waktunya maka, batuk yang sudah hilang akan timbul kembali dan kemungkinan
kuman akan kebal dan TBC akan sulit untuk disembuhkan. (Krisno, 2010).
Dilakukannya pengobatan selama 6–9 bulan karena,
bakteri-bakteri tuberkulosis memiliki daya tahan yang sangat kuat hingga
berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotik. Kombinasi beberapa obat
sangat diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai
stadium dan fase pertumbuhan yang cepat. Walaupun gejala-gejala sudah hilang,
namun pengobatan tidak boleh berhenti sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Selain obat rekomendasi dari dokter, ada juga obat tradisional yang bisa
digunakan yang sudah sejak dahulu digunakan yaitu :
a) Sambiloto
(Andrographis paniculata) : Daun kering digiling ditambah madu secukupnya
kemudian dibuat pil dengan diameter 0,5 cm. Satu hari dua kali minum, setiap
kali minum 15 – 30 pil.
b) Tembelekan :
Lantana camara : bunga kering 6 – 10 gram ditambah tiga gelas air lalu direbus
hingga setengahnya. Gunakan untuk tiga kali minum setiap harinya. (Krisno, 2010).
2. Meningitis
Meningitis
adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan
berpindah kedalam cairan otak. (Thieman,2004)
Pasien yang
diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat,
baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk
spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai
penyebabnya.
(Thieman,2004)
Meningitis yang
disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan
perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa
mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran,
kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan
Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita
orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita
AIDS. (Thieman,2004)
Bakteri yang
dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya:
a) Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus).
b) Neisseria
meningitidis (meningococcus).
c) Haemophilus
influenzae (haemophilus).
d) Listeria
monocytogenes (listeria).
e) Bakteri lainnya
yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium
tuberculosis.
(Thieman,2004)
Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis
Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2
tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung
berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah
photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia
(takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak
kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri. (Thieman,2004)
Pada bayi gejala dan tanda penyakit
meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak
lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui. (Thieman,2004)
Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis
Apabila ada tanda-tanda dan gejala
seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk
mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan
labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal,
serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim
dokter dalam mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting
apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture
(pemeriksaan cairan selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa
sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah
langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari
resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari
jenis bakteri yang ditemukan. (Thieman,2004)
Adapun beberapa antibiotik yang sering
diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin
(ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan
Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau
Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala
yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang
(diazepam) dan lain sebagainya. (Thieman,2004)
Pencegahan Tertularnya Penyakit
Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus
dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok,
pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka
bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis
jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan)
tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik
menghindari berbagai macam penyakit. (Thieman,2004)
3. Flu Burung
Avian Influenza
atau flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
influenza H5N1. Virus
yang membawa penyakit ini terdapat pada unggas dan dapat menyerang manusia. Flu
burung terkadang sulit terdeteksi pada stadium awal, karena gejala klinis
penyakit ini sangat mirip dengan gejala flu biasa,antara lain demam, sakit
tenggorokan, batuk, pilek, nyeri otot, sakit kepala, dan lemas. Namun, dalam
waktu singkat penyakit ini dapat menyerang paru-paru dan menyebabkan peradangan
(pneumonia). Jika tidak dilakukan penanganan segera, pada banyak kasus
penderita akan meninggal dunia. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
Virus influenza
H5N1 merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas dan memiliki sifat dapat
bertahan hidup di air hingga empat hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari
pada 0°C. Penularan virus flu burung berlangsung melalui saluran pernapasan. Unggas yang terinfeksi virus ini
akan mengeluarkan virus dalam jumlah besar di kotorannya. Manusia dapat
terjangkit virus ini bila kotoran unggas bervirus ini menjadi kering, terbang
bersama debu, lalu terhirup oleh saluran napas manusia. (Dwidjoseputro, D.
2005.)
Walaupun secara umum virus H5N1
tidak menyerang manusia, dalam beberapa kasus tertentu virus mengalami mutasi
lebih ganas sehingga dapat menyerang manusia. Upaya pencegahan penularan virus
flu burung adalah senantiasa menjaga sanitasi lingkungan. Pola hidup yang tidak
menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan akan mempercepat penyebaran virus
ini. Selain itu, rajinlah mencuci tangan, jangan sembarangan mengorek lubang
hidung jika jemari belum dicuci dengan sabun. Waspadai semua
kotoran unggas peliharaan, kandang, sangkar maupun kotoran burung liar. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
4. Pneumonia
Pneumonia atau
yang dikenal dengan nama penyakit radang paru-paru ditandai dengan gejala yang
mirip dengan penderita selesma atau radang tenggorokan biasa, antara lain
batuk, panas, napas cepat, napas berbunyi hingga sesak napas, dan badan terasa
lemas. (Waluyo, 2005).
Penyakit ini
umumnya terjadi akibat bakteri Streptococus pneumoniae dan Hemopilus
influenzae yang berterbangan di udara terhirup masuk ke dalam tubuh. Bakteri
tersebut sering ditemukan pada saluran pernapasan, baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Selain dapat menimbulkan infeksi pada paru-paru, bakteri
berbahaya itu juga dapat mengakibatkan radang selaput pada otak (meningitis)
serta infeksi pembuluh darah yang amat fatal. (Waluyo, 2005).
Kasus pneumonia banyak terjadi di
daerah yang sistem sanitasinya buruk. Untuk itu, menjaga kebersihan di
lingkungan sekitar anda menjadi syarat utama agar terhindar dari penyakit ini,
selain membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat. Biasakan mencuci tangan
menggunakan sabun dan segera periksakan diri ke dokter jika mendapati gejala
tersebut di atas. (Waluyo, 2005).
Bila ditemukan banyak kasus
pneumonia di suatu wilayah, sebaiknya segera lakukan upaya preventif berupa
kunjungan pemeriksaan dan penyuluhan dari rumah ke rumah oleh petugas Puskesmas
dan jika perlu melakukan pengobatan. Tutup mulut dan hidung dengan menggunakan
masker untuk mencegah masuknya kuman ketika berada di wilayah endemik
pneumonia. (Waluyo, 2005).
5. Sars
Sindrom pernapasan akut parah atau
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merupakan penyakit yang ditandai
dengan gejala awal gangguan pernapasan berupa napas pendek dan terkadang
disertai batuk. Penyebab SARS adalah Coronavirus, yaitu virus yang bersifat
menular dan umumnya menyerang saluran pernapasan atas, virus ini juga dapat menyebabkan
flu. Penyebaran terbanyak penyakit ini adalah di Asia, terutama Cina dan Hong
Kong. Sementara itu, di Indonesia sendiri, menurut data terakhir Badan
Kesehatan Dunia (WHO) baru ditemukan 7 kasus suspect, 2 kasus probable, dan
belum ada satu pun kasus kematian akibat penyakit ini (WHO,2006).
Sars adalah stadium lanjut dari
pneumonia sehingga gejala awal yang dialami penderita juga mirip dengan flu
biasa. Namun, demam yang menyerang penderita SARS dapat mencapai 38 derajat
Celcius yang terkadang disertai dengan menggigil, sakit kepala, perasaan lesu,
serta nyeri tubuh. (WHO,2006).
Pada stadium awal penyakit biasanya
penderita akan mengalami gangguan pernapasan ringan selama tiga sampai tujuh
hari. Jika tidak segera diatasi, besar kemungkinan penderita mengalami batuk
kering yang dapat menimbulkan kekurangan oksigen dalam darah. Pada beberapa
kasus, penderita akan memerlukan napas bantuan mengunakan ventilator (alat
bantu pernapasan). Belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit ini, sehingga
yang dibutuhkan adalah sikap waspada agar tidak terjangkit. Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain:
a) Mencuci tangan sesering mungkin.
Bila bersentuhan dengan sesuatu yang banyak mengandung kuman atau kotoran,
gunakan alkohol untuk membunuh bakteri yang menempel di kulit.
b) Hindari
menyentuh mulut, mata, hidung dengan tangan yang kotor.
Gunakan masker apabila menderita batuk/pilek agar kuman dan bakteri tidak menyebar ke orang lain. Sebagian besar infeksi terjadi di rumah sakit, karena itu kurangi frekuensi mengunjungi ruangan dengan tingkat infeksi tinggi. (WHO,2006).
Gunakan masker apabila menderita batuk/pilek agar kuman dan bakteri tidak menyebar ke orang lain. Sebagian besar infeksi terjadi di rumah sakit, karena itu kurangi frekuensi mengunjungi ruangan dengan tingkat infeksi tinggi. (WHO,2006).
G.
Pengendalian penyakit yang terbawa
udara
1. Imunisasi
Dengan pemberian vaksin rubella pada
anak-anak laki-laki dan perempuan sejak dini
2. Pengubahan kandungan jasad penyebab
infeksi di udara dengan penyaringan, sterilisasi atau pengenceran. Penyaringan
udara yang diputar ulang dengan mengalirkan jumlah udara melalui penyaring
dengan memerlukan sistem ventilasi komplek ditambah penggunaan energi yang
besar. Teknik pengendalian di udara dengan pengenceran dengan melakukan
penggantian udara dalam dengan udara luar secara terus-menerus. Terdapat juga
metode untuk mengendalikan penyakit yang disebarkan melalui udara, yaitu :
a. Metode sinar ultraviolet
Digunakan
pada ruangan yang sesak dengan daya tembus jelek, merusak mata sehingga sinar
harus diarahkan ke langit-langit
b. Metode aliran udara satu arah
Digunakan di laboratorium industri
ruang angkasa dengan batasan mahal untuk pemanasan atau pengaturan udara
c. Metode sirkulasi ulang, udara
tersaring
Digunakan
di tempat apa saja dengan batasan penyaring harus sering diganti.
d. Metode pembakaran
Digunakan pada ventilasi udara dari
cerobong yang didalamnya terdapat organisme yang menginfeksi sedang dipindahkan
(Volk and Wheeler, 1989).
Upaya untuk membebaskan udara
dalam ruangan dari mikroba
Saat ini telah banyak dijual
penyejuk udara/ AC dengan kemampuan anti mikroba. Cara sterilisasi udara yang
digunakan pada penyejuk udara tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Mengalirkan
udara melalui filter yang mengandung Leuconostoc Citreum (bahan efektif untuk
menangkal avian influenza dari tumbuhan kimchii), Ag-Z (nano silver zeolite),
Houttuyina (tumbuhan obat alami dari Korea), dan Triclosan
(pembunuh jamur, bakteri, dan kuman). Keempat zat kimia itu akan bekerja secara
efektif membunuh semua jenis bakteri, kuman, dan virus flu burung.
b) Mengalirkan
udara melewati tetesan air yang telah dialiri arus listrik.
c) Mengalirkan
udara melewati ion perak. (Volk
and Wheeler, 1989).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Tempat
dan Waktu
Praktikum
ini dilaksanakan di laboratorium Analisis kesehatan
Hari
sealasa, 17 November 2016 pukul 10.00 –
11.00 WITA
B.
Alat
dan Bahan
a. Alat yang digunakan yaitu : Mikroskop, Tabung
reaksi, Rak tabung, Pipet tetes, Sendok tanduk, Inkubator, Gelas kimia, Kertas
saring, Objek glass, Ose bulat, ose lurus, bunsen, swab steril.
b. Bahan
yang digunakan yaitu : Media BHIB, Mebia TSIA, Media Mio, Media NA, Media MRVP,
Media Urea, Media Sitrat, Media Gula-gula ( laktosa, sukrosa, manitol, glukosa)
Aquades, Carbol gention violet, Lugol, Alkohol, Air fuchin, Reagen katalase,
Reagen Oksidasi, , Oil emersi.
C.
Prosedur
Kerja
1. Teknik
isolasi bekteri asal udara
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Dibiaran
media dalam keadaan terbuka pada lapangan, sehingga bakteri asal udara
terisolasi dengan sendirinya pada media nutrien agar (media dibiakan ± 10 menit
).
c. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam.
2. Teknik
isolasi pada media penyubur BHIB
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Diambil
koloni yang tumbuh pada media nutrien agar menggunakan ose bulat yang telah
difiksasi
c. Ditenam
koloni pada media penyubur BHIB.
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam
3. Teknik
inokilasi pada media selektif (Nutrien Agar)
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Diambil
koloni yang tumbuh dari media penyubur menggunkan ose bulat yang telah
difiksasi.
c. Ditanam
koloni pada media nutrien agar dengan menggunakan metode goresan sinambung.
d. Diinkubasi
pada inkubator dengan suhu 37ºC selama 24 jam
4. Teknik
Pewarnaan Gram
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ose
disterilkan setelah itu diambil koloni terpisah ( koloni tunggal) yang tumbuh
pada media Nutrien agar.
c. Diteteskan
1 tetes larutan garam fisiologis pada objek glass, setelah itu koloni yang
telah diambil menggunakan ose diletakkan pada larutan garam fisiologis
tersebut.
d. Difiksasi
preparat ulas diatas nyala api bunsen.
e. Diteteskan
larutan carbol gention violet pada seluruh permukaan prepara, setelah itu
tunggu selama ± 2 menitl.
f. Dicuci
dengan aguades mengalir
g. Diteteskan
larutan lugol, lalu tunggu selama 1 menit.
h. Dicuci
kembali menggunakan aquades mengalir.
i. Diteteskan
larutan pemucat (alkohol 96%) setetes demi setetes hingga zat warnanya menghilang.
j. Dicuci kembali menggunakan aquades mengalir.
k. Diteteskan
larutan air fuchsin dan biarkan selama 30 menit
l. Dicuci
kembali menggunakan aquades mengalir.
m. Dikeringkan
preparat dengan menggunakan kertas tissue.
n. Diamati
preparat dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 100 × dengan
memakai oil emersi.
5. Uji
TSIA
a. Disiapakan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ose
disterilkan dan diambil biakan koloni atau bakteri dari media selektif Nutriena agar menggunakan ose lurus.
c. Diinokulasikan
ke media TSIA, dengan cara diinokulasikan pada bagian slant media menggunakan
goresan sinambung. Kemudian jarum ose ditusuk ke dalam media bagian but agar
kira-kira ¾ tabung.
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam
6. Uji
Indol (Mio/Sim)
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ose
disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan
jarum ose.
c. Diinokulasiakn
ke media mio dengan cara ditusukkan ke dalam ¾ permukaan media.
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e. Diamati
perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya
7. Uji
Urea
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ose
disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan
jarum ose.
c. Diinokulasiakn
ke media urea
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e. Diamati
perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya
8. Uji
Sitrat
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ose
disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan
jarum ose.
c. Diinokulasiakn
ke media sitrat
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e. Diamati
perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya
9. Uji
MR-VP
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ose
disterilkan dan diambil koloni atau biakan bakteri dari media TSIA menggunakan
jarum ose.
c. Diinokulasikan
ke madia MRVP
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e. Ditambahkan
reagen metil red, setelah itu diamati perubahan yang terjadi dan dicatat
hasilnya.
f. Ditambahakan
reagen KOH 40% dan alpha nafthol 5 %
untuk uji voges proskaver sebanyak 3 tetes. Kemudian diamati perubahan yang
terjadi dan dicatat hasilnya.
10. Uji
Oksidasi
1. Disiapakan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Disterilkan
ose, kemudian diambil biakan koloni bakteri pada media MCA.
3. Digoreskan
ose pada kertas saring.
4. Ditambahkan
1 tetes reagen oksidasi.
5. Diamati
perubahan yang terjadi dan dicatat hasilnya.
11. Uji
Katalase
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Diteteskan
1 tetes reagen katalase (hidrogen peroksida) diatas objek glass.
c. Dipijarkan
ose kemudian diambil biakan koloni bakteri pada media MCA.
d. Diletakkan
biakan koloni pada tetesan reagen katalase.
e. Diamati
perubahan yang terjadi dan dicatat
hasilnya.
12. Uji
Fermentasi Karbohidrat (Uji Gula-gula)
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan dugunakan.
b. Ose
disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari media TSIA menggunakan jarum
ose
c. Diinokulasikan
pada masing-masing media gula-gula (glukosa, sukrosa, manito, maltosa).
d. Diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam.
e. Diletakkan
biakan koloni pada tetesan plasa darah.
f. Diamati
perubahan yang terjadi pada setiap tabung media gula-gula dan dicatat hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
a. Media yang digunakan : Nutrien Agar (NA)
b. Sampel
yang digunakan :
1. Pengamatan
Kultur (Koloni)
a) Bentuk : Bulat
b) Permukaan : Smooth (licin), Rata
c) Tepi
: Sedikit cebung
d) Warna : Putih
2. Pengamatan
Mikroskopis
a) Bakteri
Gram : Positif
b) Bentuk
: basil
3. Uji
Biokimia
a) Uji TSIA
· Lereng (Slant) :
Kuning (Acid)
· Dasar
(But) : Kuning (Acid)
· Sulfur
: Positif +)
· Gas
: Positif (+)
Acid-
acid mengindikasikan bahwa semua jenis fermentasi karbohidrat (laktosa,
glukosa, sukrosa, manitol) positif.
b) Uji
Indol ( Mio/Sim) : Negatif (-),
karena tidak terjadi perubahan warna dari berwarna ungu menjadi berwarna
kuning.
· Motility
: Positif (+), karena
pada bagian tusukan terlihat keruh dan
melebar.
· Sulfur
: Positif (+),
karena adanya pembentukan H2S (sulfur)
yang ditandai dengan terbantuknya warna hitam.
· Indol
: Negatif (-),
karena setelah penambahan reagen kovaks tidak terbentuk cincin berwarna merah.
c) Uji
Sitrat : Positif
(+), karena bakteri menggunakan sitrat
sebagai sumber karbon dan energi sehingga terjadi perubahan warna dari berwarna
hijau menjadi berwarna biru
d) Uji
Urea : Positif
(+), karena bakteri memiliki enzim urease sehingga bakteri tersebut dapat
menghidrolisis urea membentuk amonia sehingga terjadi perubahan warna pada
media yaitu dari berwarna merah jingga menjadi berwarna merah ungu.
e) Uji
MR-VP :
· Methy
red, positif (+) karena terjadi perubahan pH menjadi asam.
· Voges
proskaver, negatif (-) karena tidak mengandung acetat sehingga pada saat
penambahan reagen KOH 40% dan alpha nafthol 5 % tidak terjadi perubahan warna
menjadi berwarna merah muda.
f) Uji
katalase : Positif
(+),disebabkan karena adanya enzim dari bakteri yang mengkatalisiskan
penguraian hidrogen peroksida sehingga terbentuk gelembung udara.
g) Uji
Oksidasi : Positif (+),
karena ada oksidasi sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme sehingga
terbentuk warna hitam pada sekitaran koloni.
h) Uji
Fermentasi Karbohidrat (Uji Gula-gula)
1. Glukosa
: Positif (+), karena
bakteri memfermentasikan glukosa, sehingga terjadi perubahan warna menjadi
berwarna kunig.
2. Laktosa
: Positif (+), karena
bakteri memfermentasikan laktosa sehingga terjadi perubahan warna menjadi
kuning.
3. Sukrosa
: Positif (+), karena
bakteri memfermentasikan sukrosa sehingga terjadi perubahan warna menjadi
kuning.
4. Manitol : Positif (+), karena
bakteri memfermentasikan manitol sehingga terjadi perubahan warna menjadi
kuning.
1) Pertumbuhan
Bakteri Pada Media Mac Conkey Agar (MCA)
Sampel
|
Karakteristik
Koloni
|
Gambar
|
·
Bentuk :
Bulat
·
Permukaan :
Smooth (Licin), Rata.
·
Tepi : cembung
·
Warna : putih
|
![]() |
2) Hasil
Pewarnaan Gram
Sampel
|
Karakteristik
Koloni
|
Gambar
|
·
Bakteri Gram :
Positif
·
Bentuk : streptobasil
|
![]() |
3) Hasil
Uji Biokimia
Jenis pengujian
|
Hasil
|
Gamabar
|
1. Uji
Katalase
|
Positif
(+) disebabkan karena ada enzim dari
bakteri yang mengkatalisiskan, penguraian hidrogen peroksida sehingga
Terbentuk
gelembung udara
|
|
2. Uji
Oksidasi
|
Positif
(+) karena ada oksidasi sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme sehingga
terbentuk warna hitam pada sekitaran koloni.
|
![]() |
3.
Uji TSIA
|
· Lereng
(slant): Kuning (acid
· Dasar
(but) : Kuning (acid)
· Sulfur
(H2S) : positif (+)
· Gas : Positif
(+)
|
![]() |
Jenis
Pengujian
|
Hasil
|
Gambar
|
Uji Indol (Mio/Sim)
|
Negatif (-), karena tidak terjadi
perubahan warna dari berwarna ungu menjadi berwarna kuning.
·
Motility : Positif (+), karena pada
bagian tusukan terlihat keruh dan
melebar.
·
Sulfur : Positif (+), karena
adanya pembentukan H2S (sulfur) yang ditandai
dengan terbantuknya warna hitam.
·
Indol : Negatif (-), karena setelah
penambahan reagen kovaks tidak terbentuk cincin berwarna merah.
|
![]() |
Uji
Sitrat
|
Positif
(+), karena bakteri menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi sehingga
terjadi perubahan warna dari berwarna hijau menjadi berwarna biru
|
![]() |
Uji
Urea
|
Positif
(+), karena bakteri memiliki enzim urease sehingga bakteri tersebut dapat
menghidrolisis urea membentuk amonia sehingga terjadi perubahan warna pada
media yaitu dari berwarna merah jingga menjadi berwarna merah ungu.
|
![]() |
Jenis
Pengujian
|
Hasil
|
Gambar
|
|
Uji
MR-VP
|
· Methy
red, Positif
(+) karena
terjadi perubahan pH menjadi asam.
· Voges
proskaver, negatif (-) karena tidak mengandung acetat sehingga pada saat penambahan
reagen KOH 40% dan alpha nafthol 5 % tidak terjadi perubahan warna menjadi
berwarna merah muda
|
![]() ![]() |
|
Uji
Fermentasi Karbohidrat
|
· Glukosa
: Positif (+), karena bakteri memfermentasikan glukosa, sehingga terjadi
perubahan warna menjadi berwarna kunig
|
![]() |
|
· Laktosa
: Positif (+), karena bakteri memfermentasikan laktosa sehingga terjadi
perubahan warna menjadi kuning.
|
![]() |
||
· Sukrosa
: Negatif Positif (+), karena bakteri memfermentasi sukrosa sehingga terjadi
perubahan warna menjadi kuning.
|
![]() |
||
·
Manitol Positif (+),karena
bakteri tidak memfermentasikan manitol sehingga tidak terjadi perubahan warna
menjadi kuning
|
![]() |
||
B.
Pembahasan
Isolasi mikroorganisme adalah memisahkan
mikroba yang berasal dari lingkungan dan menumbuhkan sebagai kultur murni dalam
suatu medium. Proses pemindahkan mikroba dari medium lama ke medium yang baru
harus dilaksanakan secara teliti. Terlebih dahulu harus diusahakan agar semua
alat-alat yang berhubungan dengan medium dan perkerjaan inokulasi (penanaman)
itu benar-benar steril, hal ini untuk menghindari kontaminasi dengan
mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Pada praktikum kali ini dilakukan
isolasi dan identifikasi bakteri asal udara
Dimana tempat yang digunakan untuk megisolasi bakteri yaitu pada daerah
luar ruangan tepatnya pada lapangan basket.
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini
yaitu untuk melihat jenis-jenis bakteri apa saja yang berada diluar ruangan. Adapaun tujuan
dilakukan praktikum ini yaitu untuk
meliat sifat pertumbuhan dan hasil uji biokimanya dari bakteri asal udara. Proses awal dalam d
mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asal udara yaitu :
a) Hari
pertama (I)
Mengisolasi bakteri
asal udara pada media nutrien agar
di dilapangan selama ± 10 menit dan diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 24 jam
b) Hari
kedua (II)
Pemindahan koloni pada
media penyubur BHIB. Penanaman pada media cair bertujuan untuk memperbanyak
kultur bakteri, untuk melihat gerak bakteri, dan untuk identifikasi.
Kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 24 jam
c) Hari ketiga (III)
Terjadi
kekeruhan pada media BHIB yang menandakan adanya pertumbuhan bakteri pada media
tersebut. Selanjutnya Penanaman ulang
pada media NA (Nutrien Agar) dengan
mengunakan metode sinambung. Teknik penanaman pada metode goresan bertujuan
untuk mengisolasi/ memisahkan pertumbuhan bakteri satu dengan lainya yang
ditanam adalah spesimen, memperbanyak bakteri (yang ditanam kultur bakteri atau
koloni bakteri), menghitung jumlah kuman (yang ditanam suspensi sampel).
dan
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
d) Hari keempat (IV) uji biokimia
Uji biokimia uji yang dilakuan untuk
mengatehui jenis bakteri adalah uji IMVIC, yang merupakan singkatan dari Uji
Indol, Methyl Red, Voges Proskauer dan Citrat, serta beberapa uji biokimia
lainya, yaitu Urea, Sukrosa, Glukosa, Laktosa, Maltosa, dan Manitol. Dari
suspensi bakteri yang dibuat diuji lengkap, masing-masing diinokulasi
menggunakan jarum ose ke dalam tiga tabung masing-masing berisi media yang
berbeda.
e) Hari kelima (V)


f) Hari keenam (VI) Uji biokimia
1. media TSIA:
Uji TSIA bertujuan untuk melihat kemampuan
bakteri memfermentasi dekstrosa, sukrosa dan laktosa serta kemampuan
memproduksi hydrogen sulfida. Perubahan PH karena adanya fermentasi yang
menyebabkan terjadinya warna kuning, dengan adanya indikator phenol red.
·
Seluruh bagian pada media TSIA mengalami
perubahan warna menjadi kuning, baik pada lereng ataupun
dasar. Ini menunjukkan bahwa bakteri mampu menfermentasikan ketiga gula-gula
dalam media TSIA (glukosa, laktosa, dan sukrosa) sehingga menghasilkan asam
yang membuat media berwarna kuning.
·
Tidak
terdapat endapan hitam pada media yang menandakan bahwa bakteri tidak memiliki enzim
desulfurase. Enzim tersebut digunakan menghidrolisis asam amino dengan gugus
samping –SH sehingga akan menghasilkan H2S yang bereaksi
dengan FeSO4 dan membentuk endapan hitam FeS.
· Terdapat ruangan
kosong atau udara
pada media menandakan bahwa bakteri mampu menghasilkan gas.
2. Uji Mio :
Fungsi dari uji mio atau sim adalah untuk mengetahui reaksi terhadap
oritin, dan juga digunakan untuk mengetahui adanya pegerakan bakteri yang
diperiksa, serta kemampuannya menghasilkan indol. Pada hasil pengamatan
diperoleh mio Negatif (-), karena tidak terjadi
perubahan warna dari berwarna ungu menjadi berwarna kuning.
· (motility) : Pergerakan bakteri dapat terlihat
pada media ini berupa berkas putih di sekitar tusukan. Adanya pergerakan ini
bisa dilihat karena media mio merupakan media yang semi solid. Pada hasil
pengamatan diperoleh motility positif. Hal ini menandakan bakteri mempunyai
alat gerak dalam proses pertumbuhannya.
· (sulfur) : Adanya sulfur dapat dilihat ketika
media berubah menjadi hitam. Pada hasil
pertumbuhan bakteri pada media ini,tidak terjadi perubahan warna hitam. Hal ini menandakan
bakteri yang tumbuh tidak mampu
mendesulfurasi cysteine yang terkandung dalam media mio.
· (indol) : Reaksi indol hanya bisa dilihat
ketika pertumbuhan bakteri pada media ini ditambahkan dengan reagen Covac’s.
Indol dikatakan positif jika terdapat cincin merah pada permukaannya. Warna
merah dihasilkan dari resindol yang merupakan hasil reaksi dari asam amino tryptopan menjadi
indol dengan penambahan Covac's. Bakteri yang mampu menghasilkan indol
menandakan bakteri tersebut menggunakan asam amino tryptopan sebagai sumber
carbon. Pada hasil pengamatan diperoleh Indol negative sehingga dapat
disimpulkan bakteri yang tumbuh tidak menggunakan asam amino tryptopan sebagai
sumber carbonnya.
3. Uji sitrat :
Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui
penggunaan sitrat sebagai sumber karbon dan energi. Bila bakteri mampu
menggunakan sitrat, maka asam akan dihilngkan dari medium biakan, sehingga
meyebabkan peningkatan PH dan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru.
Pada hasil pengamatan diperoleh sitrat Positif (+), karena bakteri mampu
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi sehingga terjadi perubahan
warna pada media.
4. Uji urea :
Uji urea bertujuan untuk mengetahui bakteri yang
memiliki enzim urease. Bakteri tertentu dapat menghidrolisis urea dan membentuk
amonia dengan menimbulkan warna merah, karena indikator phenol red.
Terbentuknya amonia menyebabkan nilai PH menjadi alkali sehingga jika uji urea terjadi warna merah
muda pada media berarti positif. Pada hasil pengamatan diperoleh urea positif
(+), karena bakteri memiliki enzim urease sehingga bateri tersebut dapat
menghidrolisis urea membentuk amonia, sehingga terjadi perubahan warna dari
berwarna merah jingga menjadi berwarna merah ungu.
5. Uji MRVP
·
MR
:
Uji
MR bertujuan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Beberapa bakteri
memfermentasi glukosa dan menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam
sehingga akan menurunkan PH media pertumbuhan menjadi 5,0 atau lebih rendah.
Penambahan indikator PH (Phenol red) dapat menunjukan adanya perubahan PH
menjadi asam. Pada hasil pengamtan setelah ditambahkan dengan indicator metil
red, media terjadi perubahan warna menjadi merah (positif). Berarti fermentasi asam campuran (asam laktat, asam
asetat, dan asam formiat) oleh bakteri.
·
VP
:
Uji
VP bertujuan untuk mendeteksi adanya acethyl methyl carbinol yang dipproduksi
oleh bakteri tertentu dalam pembenihan VP. Adanya bakteri tertentu yang dapat
memproduksi acethyl methyl carbinol
dapat diketahui dengan penambahan reagen voges proskauer (reagen VP).
Dari hasil pengamatan setelah penambahan KOH 40% dan α-nafto 5 %, warna
media tetap tidak berubah (negative). Ini disebabkan bakteri tidak
memfermentasikan butanadiol oleh bakteri.
6. Uji katalase :
Katalase adalah enzim yang mengkatalisikan
penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air O2.
Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini menginaktivkan
ezim dalam sel. Hidrogen peroksida berbentuk sewaktu metabolisme aerob,
sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus menguraikan
bahan toksik tesebut. Dari hasil pengamatan diperoleh katalase positif (+),
disebabkan karena ada enzim dari bakteri yang mengkatalisiskan penguraian
hidrogen peroksida sehingga terbentuk gelembung udarah.
7. Uji oksidase :
Uji ini berfungsi untuk menentukan adanya
oksidase sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Bila koloni
bakteri yang bersifat oksidase- positif diberi reagen oksidase (dimetil-p-fenilediamin
oksalat), maka warna koloni berubah menjadi hitam. Perubahan ini terjadi karena
oksidase sitokrom mengoksidasikan
larutan reagen. Dari hasil pengamatan diperoleh oksidase positif (+), karena
ada oksidasi sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme sehingga terbentuk
warna hitam dalam waktu 30 menit
8. Uji fermentasi karbohidrat:
Uji fermentasi karbohidrat ( laktosa, glukosa,
manitol, sukrosa) bertujuan untuk menetahui jenis bakteri yang memfermentasikan
jenis karbohidrat tertentu. Pembenihan gula-gula yang digunakan adalah cair
yang mengandung satu jenis karbohidrat (kadar 1%) dengan indikator phenol red.
Jika terjadi fermentasi, medium terlihat
berwarna kuning karena perubahan PH menjadi asam. Pada hasil pengamatan positif didapatkan pada seluruh gula-gula
yang digunaka baik glukosa, maltose, laktosa, sukrosa dan manitol. Hasil
positif ditandai dengan adanya perubahan warna indicator yang terdapat dalam
media ini yaitu dari biru menjadi kuning. Perubahan warna tersebut disebabkan
karena bakteri yang tumbuh di dalamnya mampu memfermentasikan gula-gula
tersebut berupa produk asam.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah
dilakuan ditemuan bakteri berbentuk basil, gram positif, tidak berspora dan
pada media TSIA memberikan hasil acid-acid (+) sehingga dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada bakteri asal udara yaitu mycobakterium
smegmatis
B. Saran
Adapun sehubungan dengan praktikum ini, khususnya ditunjukan bagi mahasiswa yaitu
:
1. Pada proses identifikasi bakteri frekuensi
untuk terinfeksi dengan bakteri sangat tinggi. Oleh karena itu, penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) seperti masker, handscond, dan jas laboratorium sangat
dianjurkan. Selain itu, kebersihan dalam proses identifikasi juga sangat
diperlukan sehingga bakteri yang diisolasi bisa tumbuh dengan baik.
2. Diharapkan pula bagi semua mahasiswa, bahwa
selama kegiatan praktikum ini berlangsung, agar semua mahasiswa
bersungguh-sungguh dalam melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Darkuni, M. Noviar. 2001. Mikrobiologi
(Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Malang: Universitas Negeri Malang.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jakarta: Imagraph.
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi.
Malang: JICA.
No comments:
Post a Comment