BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Dari semua
lingkungan, udara merupakan lingkungan yang paling sederhana dan lingkungan ini
berada dalam dalam satu fasa yaitu gas. Jumlah relatif dari berbagai gas di
udara diukur dengan persentase volume yaitu terdiri dari 78% nitrogen, 21%
oksigen, 0,9% argon, 0,03% karbon dioksida 0,01% hidrogen dan gas lainnya dalam
jumlah sedikit. Selain berbagai gas, debu dan uap yang terkondensasi juga
dapat ditemukan di udara. Udara terdiri dari berbagai lapisan hingga ketinggian
sekitar 1000 km. Lapisan yang terdekat dengan bumi disebut troposfer. Di daerah
subtropis, troposfer memanjang sekitar 11 km sedangkan di daerah tropis sampai
sekitar 16 km. Troposfer ini dicirikan dengan keberadaan mikroorganisme.
Temperatur atmosfer bervariasi dekat permukaan bumi. Namun, mikroba dalam
jumlah besar ditemukan di atmosfer bagian bawah (permukaan bumi). (Budiyanto, 2001).
Oksigen
merupakan kebutuhan utama manusia yang paling esensial. Saat ini, masyarakat di
kota-kota besar sudah sulit mendapat udara yang bersih dan segar karena
tingginya tingkat pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor dan kegiatan
pabrik. Kondisi pencemaran udara seperti ini mengakibatkan logam-logam berat
berbahaya, virus, bakteri dan mikroorganisme lainnya bercampur baur dan masuk
ke dalam tubuh melalui tarikan napas kita. Mengetahui jenis-jenis penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang berterbangan bebas di udara dan cara
penanggulangannya adalah penting agar kita dapat melakukan pencegahan terhadap
penyakit tersebut. Pada bahasan kali ini, kami akan memaparkan beberapa jenis
penyakit yang ditularkan melalui udara diantaranya penyakit TBC, meningitis dan
influenza. (Budiyanto, 2001).
B.
Tujuan
percobaan
Untuk mengetahui cara mengisolasi dan
cara mengidentifikasi bakteri asal udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Mikrobiologi Lingkungan
Lingkungan, sesuatu yang ada di
sekeliling kita dimana semua makhluk hidup berada dari makhluk terkecil
(mikroorganisme) sampai makhluk yang sempurna (manusia). Lingkungan yang
terdiri dari udara, air dan tanah dimana dari ketiga komponen tersebut kita sangat
membutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari, bila ketiga komponen tersebut
terganggu maka terganggu pula aktivitas kita, misalnya saja jika terdapat
mikroorganisme yang tidak menguntungkan dalam air dan yang lain-lainnya, lebih
lanjutnya akan kita bahas di bawah ini. Peranan mikroorganisme dalam
pengelolaan pencemaran lingkungan dapat terjadi dalam dua hal :
a) Mikroorganisme yang telah direkayasa
dapat digunakan untuk menggantikan suatu proses produk sehingga hanya
menghasilkan polutan sedikit mungkin.
b) Mikroorganisme yang telah direkayasa
dapat digunakan sebagai organisme pembersih. (Kusnadi, dkk. 2003)
B. Mikrobiologi
udara
Udara tidak mempunyai flora alami,
karena organisme tidak dapat hidup dan tumbuh terapung begitu saja di udara.
Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme-organisme yang terdapat
sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap
kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara, batuk, dan bersin
menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel di udara). Kebanyakan
partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena
partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya,
partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang
berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme,
kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara. Jumlah dan
macam mikroorganisme dalam suatu volume udara akan bervariasi sesuai dengan
lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir
selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya,
hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara
dengan membasuh partikel-partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. (Kusnadi,
dkk. 2003)
Menurut Unus Suriawiria (1985),
kompisisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama.
Walaupun begitu sejalan dengan semakin kompleknya masalah pencemaran udara maka
komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena terdapat komponen
asing/mikroorganisme. Komposisi baku udara secara kimia sebagai berikut:
Tabel
Komposisi udara murni tanpa cemaran mikrooganisme
Komponen
|
Komposisi
(ppm)
|
|
Per
Volume
|
Per
Berat
|
|
Nitrogen
|
780.900
|
755.100
|
Oksigen
|
209.500
|
231.500
|
Argon
|
9.300
|
12.800
|
CO2
|
300
|
460
|
Neon
|
18
|
12,5
|
Helium
|
5,2
|
0,72
|
Metan
|
2,2
|
1,2
|
Kripton
|
1
|
2,9
|
N.
Oksida
|
1
|
1,5
|
Hidrogen
|
0,5
|
0,08
|
Xenon
|
0,08
|
0,36
|
Kelompok
mikroorganisme yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur
(termasuk didalamnya ragi) dan juga mikroalgae. Kehadiran jasad hidup tersebut
didalam udara, ada yang didalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam
bentuk generatif (umumnya spora). (Kusnadi, dkk. 2003)
C. Jenis mikroba yang ditemukan di udara
Selain gas, partikel debu dan uap air, udara juga
mengandung mikroorganisme. Di udara terdapat sel vegetatif dan spora bakteri,
jamur dan ganggang, virus dan kista protozoa. Selama udara terkena sinar
matahari, udara tersebut akan bersuhu tinggi dan berkurang kelembabannya.
Selain mikroba yang mempunyai mekanisme untuk dapat toleran pada kondisi ini,
kebanyakan mikroba akan mati. Udara terutama merupakan media penyebaran
bagi mikroorganisme. Mereka terdapat dalam jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan
dengan di air atau di tanah. Mikroba udara dapat dipelajari dalam dua bagian,
yaitu mikroba di luar ruangan dan di dalam ruangan. (Dwidjoseputro, 1990).
Pentingnya mikroorganisme udara telah dipelajari sejak
1799, di mana tahun Lazaro Spallanzani berusaha untuk menyangkal teori
“generatio spontanea”. Tahun 1837, Theodore Schwann, dalam percobaan untuk
mendukung pandangan Spallanzani memasukkan udara segar yang telah dipanaskan ke
dalam kaldu daging steril dan menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroba tidak dapat
terjadi. Louis Pasteur pada tahun 1861 merupakan orang yang pertama menunjukkan
bahwa mikroorganisme tumbuh akibat kontaminasi dari udara. Dia menggunakan
kapas khusus untuk menyaring udara sehingga mikroba tidak dapat masuk ke dalam
kaldu daging steril. Dia secara mikroskopis menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam kapas. Dalam percobaan menggunakan tabung berleher angsa,
ia menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak bisa terjadi dalam media steril kecuali
terdapat kontaminasi dari udara yang tidak steril. (Dwidjoseputro, 1990).
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberadaan Mikroba Di Udara
Sejumlah faktor
intrinsik dan lingkungan mempengaruhi dan distribusi jenis mikroflora di udara.
faktor intrinsik meliputi sifat dan keadaan fisiologis mikroorganisme dan juga
keadaan suspensi. Spora relatif lebih banyak daripada sel vegetatif. Hal ini
terutama karena sifat spora dorman yang memungkinkan mereka untuk mentolerir
kondisi yang tidak menguntungkan seperti pengeringan, kurangnya nutrisi yang
cukup dan radiasi ultraviolet. Demikian
pula spora fungi berlimpah di udara karena spora merupakan alat penyebaran
penyebaran fungi. (Waluyo, 2005).
Ukuran
mikroorganisme merupakan faktor yang menentukan jangka waktu mereka untuk
tetap melayang di udara. Umumnya mikroorganisme yang lebih kecil dapat
dengan mudah dibebaskan ke udara dan tetap di sana selama jangka waktu lama.
Miselium fungi memiliki ukuran yang lebih besar dan karena itu tidak dapat
bertahan lama di udara. Keadaan suspensi memainkan peran penting
keberadaan mikroorganisme di udara. Semakin kecil suspensi, semakin besar
kemungkinan mereka untuk tetap berada di udara. Biasanya mereka melekat pada
partikel debu dan air liur. Mikroorganisme yang ada dalam partikel debu di
udara hanya hidup untuk waktu yang singkat. Tetesan yang dibuang ke udara
melalui batuk atau bersin juga hanya dapat bertahan di udara untuk waktu
singkat. Namun jika ukuran suspensi menurun, mereka dapat bertahan lama di
udara. (Waluyo, 2005).
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
mikroba udara adalah suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan
lain-lain. Temperatur dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang
menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam aerosol. Studi dengan Serratia
marcesens dan E. coli menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara
terkait erat dengan suhu. (Waluyo, 2005).
Ada peningkatan
yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18° C sampai
49o C. Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa. Partikel
influenza, polio dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur
rendah, 7-24° C. tingkat kelembaban relatif (RH) optimum untuk kelangsungan
hidup mikroorganisme adalah antara 40 sampai 80%. Kelembaban relatif yang lebih
tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian mikroorganisme. Hampir semua
virus mampu bertahan hidup lebih baik pada RH 17 sampai 25%. Namun, virus poliomyelitis bertahan lebih
baik pada RH 80 – 81%. Kemampuan mikroba bertahan hidup lebih ditentukan oleh
RH dan suhu. Pada semua temperatur, kemampuan mereka untuk bertahan hidup
adalah pada RH ekstrem. Terlepas dari RH, peningkatan suhu menyebabkan
penurunan waktu bertahan. (Waluyo, 2005).
Pengaruh angin
juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada udara yang tenang, partikel
cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran udara dapat menjaga mereka
dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin penting dalam penyebaran
mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh. Arus juga memproduksi
turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal mikroba udara. Pola cuaca
global juga mempengaruhi penyebaran vertikal. Ketinggian membatasi distribusi
mikroba di udara. Semakin tinggi dari permukaan bumi, udara semakin kering,
radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin rendah sampai bagian
puncak troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam kondisi ini, dengan
demikian, mikroba yang masih mampu bertahan pada ketinggian adalah mikroba
dalam fase spora dan bentuk-bentuk resisten lainnya. (Waluyo, 2005).
E. Distribusi Mikroba di Udara
Belum ada
mikroba yang habitat aslinya di udara. Pada sub pokok bahasan sebelumnya
mikrooganisme di udara dibagi menjadi 2, yaitu mikroorganisme udara di luar
ruangan dan mikroorganisme udara di dalam ruangan. Mikroba paling banyak ditemukan di
dalam ruangan.
1. Mikroba Di Luar
Ruangan
Mikroba yang
ada di udara berasal dari habitat perairan maupun terestrial. Mikroba di udara pada ketinggian
300-1,000 kaki atau lebih dari permukaan bumi adalah organisme tanah yang
melekat pada fragmen daun kering, jerami, atau partikel debu yang tertiup
angin. Mikroba tanah masih dapat ditemukan di udara permukaan laut sampai
sejauh 400 mil dari pantai pada ketinggian sampai 10.000 kaki. Mikroba yang
paling banyak ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium,
dan Aspergillus. Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis. (Setyaningsih,
dkk, 2003).
Mikroba yang ditemukan di udara di atas
pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan
Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk sari, kista
protozoa, alga, Micrococcus, dan Corynebacterium, dan lain-lain. (Setyaningsih,
dkk, 2003).
2. Mikroba di dalam Ruangan
Dalam debu dan
udara di sekolah dan bangsal rumah sakit atau kamar orang menderita penyakit
menular, telah ditemukan mikroba seperti bakteri tuberkulum, streptokokus,
pneumokokus, dan staphylokokus. Bakteri ini tersebar di udara
melalui batuk, bersin, berbicara, dan tertawa. Pada proses tersebut ikut keluar
cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba. Virus dari saluran pernapasan
dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui debu dan udara. Patogen dalam
debu terutama berasal dari objek yang terkontaminasi cairan yang mengandung
patogen. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk oleh bersin, batuk
dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat
berisi ribuan mikroba. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin
berkisar antara 10.000 sampai 100.000. Banyak patogen tanaman juga
diangkut dari satu tempat ke tempat lain melalui udara dan penyebaran penyakit
jamur pada tanaman dapat diprediksi dengan mengukur konsentrasi spora jamur di
udara.. (Hodgson, 2000).
3. Mikroorganisme
Udara di Rumah Sakit
Meskipun rumah
sakit adalah tempat pengobatan berbagai penyakit, ada kasus dimana penyakit
menular tambahan diderita pasien pada saat rawat inap. Udara di dalam rumah
sakit dapat bertindak sebagai reservoir mikroorganisme patogen yang ditularkan
oleh pasien. Infeksi yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit
tersebut disebut infeksi nosokomial dan patogen yang terlibat disebut sebagai
patogen nosokomial. Infeksi, diwujudkan oleh gejala terkait, setelah tiga hari
dirawat di rumah sakit bisa dianggap sebagai infeksi nosokomial (Gleckman.dkk.1995)
Terdapat dua
cara utama penyebaran patogen nosokomial, yaitu dengan kontak (baik langsung
atau tidak langsung), dan penyebaran melalui udara. (Gleckman.dkk.1995)
Infeksi
nosokomial di rumah sakit mungkin dibawa oleh staf atau pasien yang masuk ke
rumah sakit. Infeksi nosokomial yang banyak ditemukan yaitu berasal dari
Haemophilus. influenzae, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, anggota Enterobacteriaceae dan virus pernafasan. (Gleckman.dkk.1995)
F. Macam-
macam penyakit yang ditularkan melalui udara
1. Tuberkulosis atau TBC
Tuberkulosis atau TBC adalah
penyakit yang sangat mudah sekali dalam penularannya. Penderita TBC biasanya
mengalami batuk yang berkepanjangan sebagai gejala utama selama beberapa minggu
yang diikuti dengan demam tinggi. Biasanya demam menyerang pada malam hari,
namun ketika siang demam akan berkurang bahkan cenderung turun dan akan datang
lagi bila mulai menjelang malam. Orang yang terkena TBC, daya tahan tubuhnya
akan menurun secara drastis, nafsu makan berkurang, dan berat badan juga
menurun dengan sangat cepat, rasa lelah dan batuk-batuk. Ini terjadi jika
infeksi awal telah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti
organ paru dan organ tubuh lainnya. (Krisno, 2010).
Dalam kasus reactivation
tuberculosis, infeksi awal tubercilosis (primary tuberculosis) mungkin telah
lenyap tetapi bakterinya tidak mati melinkan hanya “tidur” untuk sementara
waktu. Bakteri ini akan aktif apabila kondisi tubuh sedang tidak fit dan dalam imunitas
yang rendah. Bila penyakit ini semakin progresif maka bakteri yang aktif akan
merusak jaringan paru-paru dan berbentuk rongga-rongga (lubang) pada paru-paru
penderita, maka si penderita akan batuk-batuk dan memproduksi sputum (dahak)
yang bercampur darah. Bila tidak segera dilakukan tindakan penanganan maka akan
dapat menimbulkan kematian pada si penderita. Penderita yang tidak berobat
dapat menularkan penyakitnya kepada orang disekitarnya. (Krisno, 2010).
Pada umumnya penularan TBC terjadi
secara langsung ketika sedang berhadap-hadapan dengan si penderita, yaitu
melalui ludah dan dahak yang keluar dari batuk dan hembusan nafas penderita.
Secara tidak langsung dapat juga melalui debu, Lamanya dari terkumpulnya kuman
sampai timbulnya gejala penyakit dari yang berbulan-bulan sampi tahunan membuat
penyakit ini digolongkan penyakit kronis. (Krisno, 2010).
Gejala
umum yang sering dirasakan adalah :
a) Batuk lama lebih dari 30 hari yang
disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga dengan batuk
darah.
b) Demam lama dan berulang tanpa sebab
yang jelas (bukan tifoid, malaria, atau infeksi saluran nafas akut), dan
terkadang disertai dengan badan yang berkeringat di malam hari.
c) Nafsu makan
menurun dan bila terjadi pada anak maka terlihat gagal tumbuh serta penambahan berat badan
tidak memadai sesuai dengan usia anak tersebut.
d) Berat badan menurun dengan drastis
tanpa sebab yang jelas disamping karna nafsu makan yang menurun, pada anak
berat badan tidak naik dalam satu bulan walaupun sudah dilakukan penanganan
gizi.
e) Adanya
pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak. (Krisno, 2010).
Pencegahan
dan Penanganan Pengobatan TBC.
TBC bisa
diobati, asalkan benar-benar mempunyai keinginan dan semangat yang besar untuk
sembuh. Dorongan dari keluarga dan orang disekitar anda sangatlah
diperlukan. Pemeriksaan yang intensif dan teliti serta disiplin minum obat yang
diberikan dokter harus dilakukan penderita agar penyakit yang dideritanya
segera sembuh. Pengobatan yang dilakukan dapat bertujuan untuk menyembuhkan,
mencegah kematian, dan kekambuhan. (Krisno,
2010).
Adapun
obat TBC yang utama adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang sering digunakan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makroloid, dan Amoksilin dikombinasikan dengan
Klavulanat. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan untuk keseluruhan. Faktor
utama dari pada kesembuhan adalah prilaku dan lingkungan dimana sipenderita itu
tinggal, kedisiplinan dalam minum obat dan dan dukungan orang-orang disekitar
si penderita.
(Krisno, 2010).
Dalam proses penyembuhan, sipenderita harus minum obat
sesuai dengan petunjuk dan waktu yang telah ditentukan (6–12 bulan)
berturut-turut tanpa putus serta mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi.
Selain petugas kesehatan yang memantau dan mengawasi, keluarga juga di ajak
turut serta dalam mengawasi dan memastikan si penderita TBC meminum obat yang
telah diberikan. Jika si penderita tidak disiplin dan teratur dalam meminum
obat, dapat mengakibatkan kuman-kuman yang ada didalam tubuh akan menjadi kebal
terhadap obat tersebut. Dan apabila si penderita berhenti minum obat sebelum
waktunya maka, batuk yang sudah hilang akan timbul kembali dan kemungkinan
kuman akan kebal dan TBC akan sulit untuk disembuhkan. (Krisno, 2010).
Dilakukannya pengobatan selama 6–9 bulan karena,
bakteri-bakteri tuberkulosis memiliki daya tahan yang sangat kuat hingga
berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotik. Kombinasi beberapa obat
sangat diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai
stadium dan fase pertumbuhan yang cepat. Walaupun gejala-gejala sudah hilang,
namun pengobatan tidak boleh berhenti sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Selain obat rekomendasi dari dokter, ada juga obat tradisional yang bisa digunakan
yang sudah sejak dahulu digunakan yaitu :
a) Sambiloto
(Andrographis paniculata) : Daun kering digiling ditambah madu secukupnya
kemudian dibuat pil dengan diameter 0,5 cm. Satu hari dua kali minum, setiap
kali minum 15 – 30 pil.
b) Tembelekan :
Lantana camara : bunga kering 6 – 10 gram ditambah tiga gelas air lalu direbus
hingga setengahnya. Gunakan untuk tiga kali minum setiap harinya. (Krisno, 2010).
2. Meningitis
Meningitis
adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam
darah dan berpindah kedalam cairan otak. (Thieman,2004)
Pasien yang
diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat,
baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk
spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai
penyebabnya.
(Thieman,2004)
Meningitis yang
disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan
perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa
mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran,
kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan
Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita
orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita
AIDS. (Thieman,2004)
Bakteri yang
dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya:
a) Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus).
b) Neisseria
meningitidis (meningococcus).
c) Haemophilus
influenzae (haemophilus).
d) Listeria
monocytogenes (listeria).
e) Bakteri lainnya
yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus
aureus dan Mycobacterium tuberculosis. (Thieman,2004)
Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis
Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2
tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung
berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah
photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia
(takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak
kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri. (Thieman,2004)
Pada bayi gejala dan tanda penyakit
meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak
lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui. (Thieman,2004)
Penanganan
dan Pengobatan Penyakit Meningitis
Apabila ada tanda-tanda dan gejala
seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk
mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan
labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta
darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter
dalam mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila
penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture
(pemeriksaan cairan selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita
didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus
(intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta
mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. (Thieman,2004)
Adapun beberapa antibiotik yang sering
diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin
(ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan
Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau
Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala
yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang
(diazepam) dan lain sebagainya. (Thieman,2004)
Pencegahan Tertularnya Penyakit
Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus
dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok,
pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka
bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis
jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan)
tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik
menghindari berbagai macam penyakit. (Thieman,2004)
3. Flu Burung
Avian Influenza
atau flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
influenza H5N1. Virus
yang membawa penyakit ini terdapat pada unggas dan dapat menyerang manusia. Flu
burung terkadang sulit terdeteksi pada stadium awal, karena gejala klinis
penyakit ini sangat mirip dengan gejala flu biasa,antara lain demam, sakit
tenggorokan, batuk, pilek, nyeri otot, sakit kepala, dan lemas. Namun, dalam
waktu singkat penyakit ini dapat menyerang paru-paru dan menyebabkan peradangan
(pneumonia). Jika tidak dilakukan penanganan segera, pada banyak kasus
penderita akan meninggal dunia. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
Virus influenza
H5N1 merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas dan memiliki sifat dapat
bertahan hidup di air hingga empat hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari
pada 0°C. Penularan virus flu burung berlangsung melalui saluran pernapasan. Unggas yang terinfeksi virus ini
akan mengeluarkan virus dalam jumlah besar di kotorannya. Manusia dapat
terjangkit virus ini bila kotoran unggas bervirus ini menjadi kering, terbang
bersama debu, lalu terhirup oleh saluran napas manusia. (Dwidjoseputro, D.
2005.)
Walaupun secara umum virus H5N1
tidak menyerang manusia, dalam beberapa kasus tertentu virus mengalami mutasi
lebih ganas sehingga dapat menyerang manusia. Upaya pencegahan penularan virus
flu burung adalah senantiasa menjaga sanitasi lingkungan. Pola hidup yang tidak
menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan akan mempercepat penyebaran virus
ini. Selain itu, rajinlah mencuci tangan, jangan sembarangan mengorek lubang
hidung jika jemari belum dicuci dengan sabun. Waspadai semua
kotoran unggas peliharaan, kandang, sangkar maupun kotoran burung liar. (Dwidjoseputro, D. 2005.)
4. Pneumonia
Pneumonia atau
yang dikenal dengan nama penyakit radang paru-paru ditandai dengan gejala yang
mirip dengan penderita selesma atau radang tenggorokan biasa, antara lain
batuk, panas, napas cepat, napas berbunyi hingga sesak napas, dan badan terasa
lemas. (Waluyo, 2005).
Penyakit ini
umumnya terjadi akibat bakteri Streptococus pneumoniae dan Hemopilus
influenzae yang berterbangan di udara terhirup masuk ke dalam tubuh. Bakteri
tersebut sering ditemukan pada saluran pernapasan, baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Selain dapat menimbulkan infeksi pada paru-paru, bakteri
berbahaya itu juga dapat mengakibatkan radang selaput pada otak (meningitis)
serta infeksi pembuluh darah yang amat fatal. (Waluyo, 2005).
Kasus pneumonia banyak terjadi di
daerah yang sistem sanitasinya buruk. Untuk itu, menjaga kebersihan di
lingkungan sekitar anda menjadi syarat utama agar terhindar dari penyakit ini,
selain membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat. Biasakan mencuci tangan
menggunakan sabun dan segera periksakan diri ke dokter jika mendapati gejala
tersebut di atas. (Waluyo, 2005).
Bila ditemukan banyak kasus
pneumonia di suatu wilayah, sebaiknya segera lakukan upaya preventif berupa
kunjungan pemeriksaan dan penyuluhan dari rumah ke rumah oleh petugas Puskesmas
dan jika perlu melakukan pengobatan. Tutup mulut dan hidung dengan menggunakan
masker untuk mencegah masuknya kuman ketika berada di wilayah endemik
pneumonia. (Waluyo, 2005).
5. Sars
Sindrom pernapasan akut parah atau
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merupakan penyakit yang ditandai
dengan gejala awal gangguan pernapasan berupa napas pendek dan terkadang
disertai batuk. Penyebab SARS adalah Coronavirus, yaitu virus yang bersifat
menular dan umumnya menyerang saluran pernapasan atas, virus ini juga dapat
menyebabkan flu. Penyebaran terbanyak penyakit ini adalah di Asia, terutama
Cina dan Hong Kong. Sementara itu, di Indonesia sendiri, menurut data terakhir
Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru ditemukan 7 kasus suspect, 2 kasus probable,
dan belum ada satu pun kasus kematian akibat penyakit ini (WHO,2006).
Sars adalah stadium lanjut dari pneumonia
sehingga gejala awal yang dialami penderita juga mirip dengan flu biasa. Namun,
demam yang menyerang penderita SARS dapat mencapai 38 derajat Celcius yang
terkadang disertai dengan menggigil, sakit kepala, perasaan lesu, serta nyeri
tubuh. (WHO,2006).
Pada stadium awal penyakit biasanya
penderita akan mengalami gangguan pernapasan ringan selama tiga sampai tujuh
hari. Jika tidak segera diatasi, besar kemungkinan penderita mengalami batuk
kering yang dapat menimbulkan kekurangan oksigen dalam darah. Pada beberapa
kasus, penderita akan memerlukan napas bantuan mengunakan ventilator (alat
bantu pernapasan). Belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit ini, sehingga
yang dibutuhkan adalah sikap waspada agar tidak terjangkit. Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain:
a) Mencuci tangan sesering mungkin.
Bila bersentuhan dengan sesuatu yang banyak mengandung kuman atau kotoran,
gunakan alkohol untuk membunuh bakteri yang menempel di kulit.
b) Hindari
menyentuh mulut, mata, hidung dengan tangan yang kotor.
Gunakan masker apabila menderita batuk/pilek agar kuman dan bakteri tidak menyebar ke orang lain. Sebagian besar infeksi terjadi di rumah sakit, karena itu kurangi frekuensi mengunjungi ruangan dengan tingkat infeksi tinggi. (WHO,2006).
Gunakan masker apabila menderita batuk/pilek agar kuman dan bakteri tidak menyebar ke orang lain. Sebagian besar infeksi terjadi di rumah sakit, karena itu kurangi frekuensi mengunjungi ruangan dengan tingkat infeksi tinggi. (WHO,2006).
G. Pengendalian
penyakit yang terbawa udara
1. Imunisasi
Dengan pemberian vaksin rubella pada anak-anak laki-laki dan
perempuan sejak dini
2. Pengubahan kandungan jasad penyebab
infeksi di udara dengan penyaringan, sterilisasi atau pengenceran. Penyaringan
udara yang diputar ulang dengan mengalirkan jumlah udara melalui penyaring
dengan memerlukan sistem ventilasi komplek ditambah penggunaan energi yang
besar. Teknik pengendalian di udara dengan pengenceran dengan melakukan
penggantian udara dalam dengan udara luar secara terus-menerus. Terdapat juga
metode untuk mengendalikan penyakit yang disebarkan melalui udara, yaitu :
a. Metode sinar ultraviolet
Digunakan
pada ruangan yang sesak dengan daya tembus jelek, merusak mata sehingga sinar
harus diarahkan ke langit-langit
b. Metode aliran udara satu arah
Digunakan di laboratorium industri ruang angkasa dengan
batasan mahal untuk pemanasan atau pengaturan udara
c. Metode sirkulasi ulang, udara
tersaring
Digunakan
di tempat apa saja dengan batasan penyaring harus sering diganti.
d. Metode pembakaran
Digunakan pada ventilasi udara dari cerobong yang didalamnya
terdapat organisme yang menginfeksi sedang dipindahkan (Volk and Wheeler,
1989).
Upaya untuk membebaskan udara dalam ruangan dari
mikroba
Saat ini telah banyak dijual
penyejuk udara/ AC dengan kemampuan anti mikroba. Cara sterilisasi udara yang
digunakan pada penyejuk udara tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Mengalirkan
udara melalui filter yang mengandung Leuconostoc Citreum (bahan efektif untuk
menangkal avian influenza dari tumbuhan kimchii), Ag-Z (nano silver zeolite),
Houttuyina (tumbuhan obat alami dari Korea), dan Triclosan
(pembunuh jamur, bakteri, dan kuman). Keempat zat kimia itu akan bekerja secara
efektif membunuh semua jenis bakteri, kuman, dan virus flu burung.
b) Mengalirkan
udara melewati tetesan air yang telah dialiri arus listrik.
c) Mengalirkan
udara melewati ion perak. (Volk
and Wheeler, 1989).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
A.
Waktu
dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu
15 November 2016 pada pukul 10.00 – 12.00 WITA, bertempat dilaboratorium
mikrobiologi, jurusan analisis kesehatan, stikes megarezky makassar.
B.
Alat
dan bahan
1. Alat
:
·
Mikroskop
·
Rak tabung
·
Pipet tetes
·
Incubator
·
Ose bulat /ose lurus
·
Kertas saring
·
Tabung reaksi
·
Objek glass
·
Swab steril.
·
Cawan petri
2. Bahan
:
·
Nacl 10%
·
Media MIO
·
Media Mr-Vp
·
Media urea
·
Media sitrat
·
Media gula-gula (laktosa, sukrosa,
glukosa, maltose).
·
Carbol gention violet,
·
Lugol
·
Alcohol
·
Air fuchsin
·
Oli emersi
·
Aquadest
·
Media TSIA
·
Media Nutrient Agar
C.
Prosedur
kerja
1.
Sampel
diambil sebanyak 2 sendok tanduk dan digerus atau dihaluskan dengan tambahan
aquades
2.
Sampel
dipipet dan dimasukkan kedalam tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1)
secara aseptis setelah sampel masuk lalu dilarutkan dengan mengocoknya
3.
Diambil
1 ml dari tabung 10-1 dengan pipet tetes kemudian dipindahkan
ketabung 10-2 secara aseptis kemudian dikocok dengan membenturkan
tabung ke telapak tangan sampai homogen
4.
Pemindahan
dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara yang sama
5.
Diambil
suspensi cairan sebanyak 0,1 ml dengan pipet ukur kemudian diteteskan diatas
permukaan agar yang telah memadat
6.
Dengan
ose yang steril dilakukan goresan pada media yang telah berisi sampel dan
diinokulasi selama 18-24 jam dengan suhu 37oC
a) Uji oksidase
1. Ose disterilkan dan diambil satu ose koloni dari biakan
bakteri
2. Ose digoreskan pada kertas saring
3. Ditambahkan reagen (dimetil-p-fenillendiamin oksalat)
b) Uji katalase
1. Ose dipijarkan dan diambil satu ose koloni dari biakan
bakteri
2. Ose digoreskan pada kaca preparat
3. Ditambahkan reagen peroksida
c) Uji TSIA
1. Ose disterilkan dan diambil biakan bakteri dari media
selektif (misal endo agar) menggunakan jarum ose
2. Diinokulasikan ke media TSIA , dengan cara jarum ose
ditusukkan ke dalam media , lalu diinokulasikan pada bagian slant TSIA
3. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
d) Uji MIO (Motility Indol Ornitin)
1. Ose disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari
media TSIA menggunakan jarum ose
2. Diinkubasi ke media MIO , dengan cara ditusukkan kedalam
¾ permukaan media
3. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
e) Uji urea
1. Ose disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari
media TSIA menggunakan jarum ose
2. Diinokulasikan ke media urea
3. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
f) Uji sitrat
1. Ose disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose
2. Diinokulasikan ke media sitrat
3. Diinkubasi pada suhu 37oC
g) Uji fermentasi karbohidrat
1. Ose disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari
media TSIA menguunakan jarum ose
2. Diinokulasikan ke media gula-gula (sukrosa , laktosa ,
glukosa , mannitol)
3. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
h) Uji MR-VP
1. Ose disterilkan dan diambil biakan koloni bakteri dari media TSIA menggunakan jarum ose
2. Diinokulasikan ke media MR-VP
3. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
Sampel
|
Karakterisik bakteri
|
Gambar
|
|||
Sampel
udara |
a.
Bentuk : bulat
b.
Permukaan : rata
c.
Tepi : utuh
d.
Warna : putih
|
![]() |
|||
Sampel
udara |
Bakteri gram : positif
Bakteri berbentuk : basil
|
![]() |
Jenis pengujian
|
Gambar
|
Keterangan
|
Uji katalase
|
![]() |
Negative
(- ), tidak terdapat gelembung-
gelembung
|
Uji oksidase
|
![]() |
Negative (-), tidak terdapat titik
tengah
|
Jenis pengujian
|
Gambar
|
Keterangan
|
|||
Uji TSIA
|
![]() |
Lereng : merah (alkali)
Dasar : kuning (acid)
Sulfur : negative
Pembentukan gas : negative
|
|||
Uji MIO
|
|
Indol : negative
Motility : positif
Sulfur : negative
|
|||
Uji urea
|
|
Positif , karena bakteri menggunakan urase sehingga dapat
menghidrolisis urea sehingga terjadi
perubaan warna.
|
|||
Uji sitrat
|
|
Positif , karena bakteri menggunakan karbon dan energi sehingga
terjadi perubaha warna.
|
|||
Uji Mr-Vp
|
|
Mr (methylene red) :
Positif, karena terjadi perubahan PH
menjadi asam.
|
|||
|
Vp (voges prosisiver)
Negative, karena tidak mengandung asetan
sehingga pada saat penambahan KOH 40% dan alfa naftol 5% tidak berubah warna
menjadi merah muda.
|
||||
Uji fermentasi karbohidrat (gula-gula)
|
|
·
Glukosa
Positif , karena bakteri memfermentasikan glukosa sehingga terjadi perubahan warna
kuning
|
|||
![]() |
·
Laktosa
Negative , karena bakteri tidak memfermentasi laktosa sehingga tidak terjadi perubahan warna kuning.
|
||||
|
·
Sukrosa
Positif , karena bakteri memfermentasi sukrosa sehingga terjadi
perubahan warna kuning.
|
||||
|
·
Maltose
Positif , karena bakteri memfermentasi maltose sehingga terjadi
perubahan warna kuning.
|
B.
Pembahasan
Pada praktikum ini metode yang dilakukan untuk
mengisolasi mikroba adalah metode gores. Praktikum isolasi mikroba dilakukan
dengan menggunakan bahan cair dan padat sebagai sumber mikroba yang akan
diisolat. Adapun sampel yang digunakan yaitu sampel udara.
media
NA dibiarkan terbuka diudara selama 30 menit. dan dimasukkan kedalam incubator
selama 24 jam dengan suhu 37oC. selanjutnya dilakukan pengamatan
pada media NA (Nutrient agar) yang hasilnya koloni berbentuk bulat dan berwarna
putih.
Digunakan
media NA Karena Nutrient Agar merupakan suatu medium yang mengandung
sumber nitrogen dalam jumlah cukup yang dapat digunakan untuk budidaya bakteri
dan untuk penghitungan organisme dalam air, limbah, kotoran dan bahan lainnya. Dan digunakan pula Agar miring karena merupakan suatu bentuk medium yang
digunakan untuk membiakan mikroba, terutama yang bersifat aerobik atau aerobik
fakultatif, sedangkan agar tegak sering digunakan dalam uji motilitas mikroba.
Kultur mikroba dapat juga dibiakkan dengan cara menginokulasi pada agar cawan,
kemudian penyebaran kultur di atas agar, dilakukan dengan pertolongan loop yang
dilengkungkan bagian atasnya, atau menggunakan batang gelas (Chairuddin Lakare,
1999).
Metode gores merupakan teknik mendapatkan koloni yang
benar-benar terpisah dari koloni yang lain, sehingga mempermudah proses
isolasi. Adapun metode
yang digunakan selalu memperhatikan kesterilan lingkunagan, dan
alat penabur agar tidak terjadi kontaminasi, sehingga pada metode ini
cawan dan batang ose selalu didekatkan Bunsen atau difiksasi pada Bunsen.
Setelah diamati bentuk koloninya, dilakukan pewarnaan
gram untuk menginditifikasi bakteri udara pada medium NA. Setelah dilakukan pengamatan dibawa mikroskop
dengan pembesaran 40X sampai 100X Dimana hasil yang didapatkan bakteri gram positif dan
berbentuk basil.
Penggunaan prinsip pewarnaan gram ini akan membantu dan
mempermudah untuk melakukan identifikasi bakteri dan berdasarkan hal itu lah
kita melakukan praktikum pewarnaan gram ini agar praktikan dapat mengenal dan
mempelajari prosedur pewarnaan gram serta memahami prosedur pewarnaan.
Selanjutnya
dilakukan uji biokimia yaitu uji katalase, dan oksidase dimana hasilnya negatif
yang menandakan tidak terjadinya perubahan warna pada saat penambahan reagen.
Uji
biokimia selanjutnya adalah TSIA mengalami perubahan warna pada dibagian slant
berwarna merah (alkali), pada dibagian bath berwarna kuning (acid). Ini
menandakan bahwa hanya glukosa yang dapat difermentasikan. Tidak ada endapan
hitam pada media yang menandakan bahwa bakteri tidak memiliki enzim
desulfurase. Enzim
tersebut digunakan menghidrolisis asam amino dengan gugus
samping –SH sehingga akan menghasilkan H2S yang bereaksi dengan
FeSO4 dan membentuk endapan hitam FeS. Adanya ruangan kosong atau udara
pada media menandakan bahwa bakteri mampu menghasilkan gas. Pada media ini gas
(negatif) karena tidak terbentuk gas.
Pada
Uji MIO yang diamati adalah sulfur, indol dan motility. Dimana hasil yang
didapatkan pada sulfur (-). Indol (-) yang menandakan terbentuknya cinicin
merah. Motility tidak ada pergerakan bakteri dan tidak adanya kekeruhan.
Uji
urea tidak mengalami perubahan warna menjadi merah tetapi berubah warna menjadi
kuning ini menandakan enzim urease tidak dapat menguraikan urea membentuk
amoniak pada saat penambahan phenol
red
Uji
sitrat mengalami perubahan warna menjadi bitu, karena bakteri menggunakan
sitrat sebagai karbon dan energy sehingga terjadi perubahan warna.
Uji MR setelah ditambahkan dengan
indicator metil red, media berubah menjadi merah. Berarti terjadi fermentasi
asam campuran (asam laktat, asam asetat, dan asam formiat) oleh bakteri. Uji VP setelah penambahan KOH dan α-nafto ,
warna media tidak mengalami perubahan.
Ini menandakan bakteri tidak mampu memfermentasikan butanadiol oleh bakteri.
Uji
gula-gula negatif, ini menandakan bahwa semua jenis gula-gula yang digunakan
yaitu glukosa, sukrosa, mannitol dapat difermentasikan. Tidak halnya dengan
laktosa, tidak dapat difermentasikan. Hasil positif ditandai dengan adanya
perubahan warna indicator yang terdapat dalam media ini yaitu dari biru menjadi
kuning. Perubahan warna tersebut disebabkan karena bakteri yang tumbuh di
dalamnya mampu memfermentasikan gula-gula tersebut berupa produk asam.
Setelah melakukan
serangkain uji atau pratikum, mulai dari pengecetan gram sampai uji Biokimia.
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan identifikasi dari hasil-hasil uji
tersebut yang bertujuan untuk mendentifikasi bakteri apa yang cocok dari hasil
yang dilakukan. Dimana dari hasil identifikasi menunjukkan bakteri klebsiella pneumonia.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dengan judul “mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asal
udara didapatkan bakteri klebsiella pneumonia.
B.
Saran
Pada
proses identifikasi bakteri, untuk
terinfeksi dengan bakteri sangat tinggi. Oleh karena itu, penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) seperti masker, handscond, dan jas laboratorium sangat
dianjurkan. Selain itu, kebersihan dalam proses identifikasi juga sangat
diperlukan sehingga bakteri yang diisolasi bisa tumbuh dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
·
Volk
and Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar Ed ke-5. Jakarta : Erlangga.
·
Anonim.
2003. Bakteriologi Medik. Malang. FK Universitas Brawijaya, Tim
Kikrobiologi FK UNIBRAW
No comments:
Post a Comment