BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Fillipo
Pacini, seorang ahli anatomi asal Italia, merupakan ilmuwan pertama yang
berhasil mengisolasi V. cholerae pada tahun 1854. Namun,
penemuannya ini kurang dikenal, karena pada masa tersebut masih berkembang
Teori Racun (penyakit seperti Kolera disebabkan oleh racun) sehingga penemuan 7
Fillipo
Pacini diabaikan oleh komunitas ilmiah (Frerichs, 2010). V. cholerae baru
dikenal secara luas sebagai bakteri penyebab penyakit kolera setelah Robert
Koch melaporkan hasil penelitiannya pada tahun 1884 (Taneja, 2005). Bakteri V.
cholerae umumnya banyak ditemukan pada perairan yang terkontaminasi oleh
feces yang mengandung bakteri tersebut, sehingga air dapat dianggap sebagai
salah satu media penularan penyakit kolera yang disebabkan oleh bakteri
tersebut. Selain itu, makanan yang sanitasinya buruk juga dapat dipakai sebagai
medium oleh bakteri ini untuk menyebar dan menularkan penyakit kolera.
Vibrio Cholera memproduksi racun
Cholera, model untuk Enteretoksin, yang tindakan pada epitel mukosa bertanggung
jawab atas diare karakteristik penyakit kolera. Dalam masnifestasi exterm,
kolera adalah salah satu penyakit fatal cepat paling dikenal seseorang yang
sehat dapat menjadi hipotensi satu jam setelah timbulnya gejala dan mungkin
meninggal dalam waktu 2-3 jam jika pengobatan tidak disediakan lebih umum,
penyakit ini berlangsung dari bangku cair pertama yang mengejutkan di 4-12 jam,
dengan kematian berikut dalam 18 jam untuk beberapa hari.
1.2. RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimana
pengertian dari Vibrio cholerae?
b. Bagaimana
gambaran morfologi dan sifat dariVibrio cholerae?
c. Bagaimana
struktur antigen dari Vibrio cholerae?
d. Apa
sajakah sumber penularan dari Vibrio cholerae?
e. Bagaimana
patogenitas dari Vibrio cholerae?
f. Bagaimana
identifikasi dan diagnosa lab dari Vibrio cholerae?
g. Bagaimana
pengobatanpenyakit kolera yang disebabkan Vibrio cholerae?
1.3. TUJUAN
a.
Untuk mengetahui
pengertian dari Vibrio cholerae
b.
Untuk mengetahui
gambaran morfologi dan sifat dari Vibrio cholerae.
c.
Untuk mengetahui
struktur antigen dari Vibrio cholerae.
d.
Untuk mengetahui sumber
penularan dari Vibrio cholerae.
e.
Untuk mengetahui
patogenitas dari Vibrio cholera.
f.
Untuk mengetahui
identifikasi dan diagnosa lab dari Vibrio cholerae.
g.
Untuk mengetahui
pengobatan penyakit kolera
yang disebabkan oleh Vibrio cholera
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN
UMUM
Vibrio
cholerae adalah bakteri
gram negatif berbentuk basil (batang) dan bersifat motil (dapat bergerak), salah satu bakteri
yang mask dalam family Vibrionaceae
selai dari Aeromonas dan Plesiemonas, dan merupakan bagian dari
gens vibrio. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun
1884 dan sangat penting dalam dnia kedokteran karena menyebabkan penyakit
kolera. Vibrio cholerae banyak
ditemukan dipermukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung
kuman tersebut, oleh karena itu penularan penyakit kolera ini dapat melalui air
, makanan dan sanitasi yang buruk.
Vibrio Cholera memproduksi racun
Cholera, model untuk Enteretoksin, yang tindakan pada epitel mukosa bertanggung
jawab atas diare karakteristik penyakit kolera. Dalam masnifestasi exterm, kolera
adalah salah satu penyakit fatal cepat paling dikenal seseorang yang sehat
dapat menjadi hipotensi satu jam setelah timbulnya gejala dan mungkin meninggal
dalam waktu 2-3 jam jika pengobatan tidak disediakan lebih umum, penyakit ini
berlangsung dari bangku cair pertama yang mengejutkan di 4-12 jam, dengan
kematian berikut dalam 18 jam untuk beberapa hari.
Vibrio cholerae sudah lama dikenal sebagai suatu
patogen fekal-oral dan derajat infeksi kolera paling besar di daerah-daerah
dengan sanitasi buruk terlebih pada tempat-tempat yang bersuhu hangat, di air
payau.4 Bukti-bukti lainnya menunjukkan bahwa banyak sampel
lingkungan (air) yang diperiksa secara laboratoris tidak memberikan hasil
biakan Vibrio cholerae positif karena kuman ini berada dalam stadium viable
but nonculturable. Dampak dari keadaan ini adalah, jutaan orang mungkin
menggunakan sumber air yang mengandung viable but nonculturable Vibrio
cholera karena secara kultural dianggap aman, akan tetapi pada lingkungan
yang baru, di dalam tubuh manusia, hal ini berubah menjadi viable dan
ini menyebabkan terjadinya kasus-kasus primer kolera.
2.2. MORFOLOGI
DAN SIFAT-SIFAT
Berikut ini adalah klasifikasi dari vibrio
cholerae
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Vibrionales
Family : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Species : Vibrio cholera
Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk
batang bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 m.
Pada isolasi Koch menamakannya “Kommabacillus”
tapi bila biakkan diperpanjang , kuman ini bisa menjadi batang yang lurus
yang mirip dengan bakteri enteric gram negative.
Kuman ini dapat bergerak secara
aktif mempunyai satu flagella polar yang halus (monotrik) . kuman ini tidak
membentk spora . pada kultur dijumpai koloni yang cembung (convex), halus dan
bulat yang kerh (opaque) dan bergranul bila disinari.
Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Suhu
optimum pertumbuhan pada suhu 18-37 . Dapat tumbuh pada berbagai jenis media,
termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai
smber karbon dan nitrogen. V.cholerae ini
tumbuh baik pada agar Thiosulfate-citrate-bile-sucrosa (TCBS) yang menghasilkan
koloni berwarna kuning dan pada media TTGA (Telurite-taurocholate-gelatin-agar).
Salah satu ciri khas dari V.cholerae ini adalah dapat tmbuh pada pH yang sangat
tinggi (8,5-9,5) dan sangat cepat mati oleh asam. Pertumbuhan sangat baik pada
pH 7,0 karena pembiakkan pada media yang mengandng karbohidrat yang difermentasi,
akan cepat mati . V.cholerae meragi
sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas tetapi tidak meragi arabinosa. Kuman
ini juga dapat meragi nitrit. Ciri khas lain yang dapat membedakan dari bakteri
enteric gram negative lain yang tumbuh pada agar darah yaitu pada tes oksidasi
hasilnya positif.
Biakan V.cholerae pada air pepton
alkali , setelah 6 jam pada suhu ruangan akan tampak pertumbuhan kman pada
perbatasan udara dan cairan . medium ini berfungsi sebagai medium transport
yang penting untuk feses atau usapan dubur dari tersangka kasus kolera. Pada
medium pepton ini (banyak mengandung triptopan dan nitrat ) akan membentuk
indol, yang dengan asam sulfat akan membentuk warna merah.
Untuk membedakan species V. cholerae dari
spesies Aeromonas, biasanya dipakai campuran 0/129 (2,4-diamino-6,7-diisopropylpteridine
phosphate) atau medium yang mengandung 6% NaCI. Pada kedua kondisi tersebut, V.
cholerae akan menunjukkan sifat sensitif terhadap campuran 0/129, tapi
tumbuh pada media yang mengandung 6% NaCI, sedangkan sifat sebaliknya akan
ditunjukkan oleh kelompok Aeromonas
2.3. STRUKTUR
ANTIGEN
Semua Vibrio
cholera mempunyai antigen flagel H
yang sama. Antigen flagel H ini bersifat tahan panas. Antibodi terhadap flagel
H tidak bersifat protektif. Pada ji aglutinasi berbentuk awan . antigen somatik
O merupakan antigen yang penting dalam pembagian grup secara serologi pada Vibrio cholera. Antigen somatik O ini
terdiri dari lipopolisakarida . pada reaksi aglutinasi berbentuk pasir.
Antibodi terhadap antigen O bersifat protektif.
Beberapa vibrio mempunyai kesamaan
antigen yang tahan panas . Antibody terhadap antihen H mungkin tidak terlihat
dalam melindungi inangg (hos) yang sensiitif. Vibrio cholerae memiliki
lipopolisakaeida O yang memberikan spesifikasi serologi. Terdapat sekitar 139
kelompok antigen O.strain vibrio colerae dari O kelompok 1 dan O kelompok 139
menyebabkan kolera klasik.
Terkandung non-01/non-0139 vibrio
cholerae menyebabkan penyakit sejenis kolera. Antibody terhadap antigen O cenderung bisa melindungi hewan
laboratorium terhadap infeksi Vibrio cholera. Serogroup Vibrio cholerae anti
gen O1 memiliki determinan yang memungkinkan penentuan tipe lebih jauh,
serotype utama adalah Ogawa dan Inaba.2 biotipe dari Vibrio cholerae epidemic
telah didefenisikan, klasik, El Tor. Bio tipe El Tor menghasilkan hemolosin,
memberikan hasil positif pada uji Voges-proskauer dan resisten terhadap polimiksin
B. teknik molikular juga dapat digunakan untuk mengkategorikan Vibrio cholerae
pengkategorian digunakan untuk studi epidemiologi dan tes umumnya dilakukan
hanya pada laboratorium rujukan.
Vibrio
cholerae
O139 sangat mirip dengan Vibrio cholerae O1 biotipe El Tor.Vibrio
cholerae O139 tidak menghasilkan lipopolisakarida O1 dan tidak mempunyai
semua gen yang diperlukan untuk membuat anti gen ini. Vibrio cholerae
O139 membuat kapsul polosakarida seperti strain Vibrio cholerae non-O1
lainnya, sementara Vibrio cholerae O1 tidak membuat kapsul.
2.4. SUMBER
PENULARAN
1.
Seseorang bisa mendapatkan kolera dengan minum air atau
makan makanan tercemar dengan Vibrio cholerae. Sumber kontaminasi cholerae
Vibrio, selama epidemi, biasanya tinja orang yang terinfeksi. Penyakit ini
dapat menyebar dengan cepat di daerah dengan pengobatan yang tidak memadai
limbah dan air minum.
2. Vibrio cholerae juga dapat hidup
dalam lingkungan payau (air asin) sungai dan perairan pesisir. Ketika dimakan
mentah, kerang telah menjadi sumber bakteri Vibrio cholerae, dan beberapa orang
di Amerika Serikat terjangkit kolera setelah makan kerang mentah atau kurang
matang dari Teluk Meksiko.
3. Karena Vibrio cholerae tidak yang mungkin menyebar langsung
dari satu orang ke orang lain, kontak biasa dengan penderita tidak risiko untuk
menjadi sakit.
4. Setelah Vibrio cholerae
tertelan, bakteri perjalanan ke usus kecil di mana mereka mulai berkembang
biak. Penyebab utama diare berair, gejala kolera karakteristik, adalah ketika
Vibrio cholerae mulai memproduksi racun mereka.
5. Dalam rangka mengembangkan gejala kolera, seseorang perlu
menelan banyak Vibrio cholerae. Jumlah yang dibutuhkan menurun pada mereka yang
menggunakan antasida (atau siapa yang baru saja dimakan makan), ketika asam di
lambung dinetralkan.
6. Penyakit dapat menyebar lebih lanjut jika orang yang
terinfeksi mulai menggunakan sumber air kotor untuk membersihkan diri mereka
sendiri dan untuk buang dari limbah.
7.
Mencuci tangan tidak bersih pada saat makan
8.
Mencuci
sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera,
9.
Mengomsusmsi
ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera
10. Benda
yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga
lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas.
2.5. PATOGENITAS
Kolera ditularkan
melalui jalur oral. Bila vibrio berhasil lolos dari pertahanaan primer dalam
mulut dan tertelan, bakten ini akan cepat terbunuh dalam asam lambung yang
tidak diencerkan. Bila Vibrio dapat selamat melalui asam lambung, maka ia akan
berkembang di dalam usus halus. Suasana alkali dibagian usus halus ini
merupakan medium menguntungkan baginya untuk hidup dan memperbanyak diri.
Bakteri Vibrio Cholerae akan masuk
ke dalam tubuh seseorang melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
oleh Bakteri tersebut. Bakteri tersebut akan mengeluarkan Enterotoksin atau
Racunnya di dalam tubuh seseorang itu pada bagian saluran usus, sehingga
menimbulkan Diare (Diarrhoea) di sertai muntah yang akut dan sangat hebat, dan
akan berakibat seseorang dalam waktu hanya beberapa hari akan kehilangan banyak
cairan dalam tubuhnya dan aakn maasuk dalam kondisi Dehidrasi.
Apabila Dehidrasi tidak segera di
tangani, maka akan berlanjut pada Hipovolemik dan Asidosis Metabolik dalam
waktu yang relatif singkat dapat menyababkan kematian, bila penanganannya tidak
adekuat.
V.cholera adalah bakteri gram negative
berbentuk basil yang karakteristiknya sama dengan family enterobakteriaceae.
Patologi kolera dihasilkan dari entero toksin (toksin kolera) yang diproduksi
oleh bakteri. Kondisi mengurangi keasaman lambung seperti penggunaan antacid
,pemblok reseptor histamine atau penghambat pompa proton atau infeksi
Helicobacter pylory, meningkatkan resiko terkena penyakit ini. Toksin cholera
mernagsang adenilat siklae yang akan meningkatkan Camp intrasel dan
menghasilkan penghambatan absorpsi natrium dan klorida oleh mikrovili dan
menyebabkan pengeluaran klorida dan air oleh sel crypt. Aksi toksin seperti
terjadi di sepanjang saluran pencernaan, tetapi kehilangan cairan banyak
terjadi di duodenum. Efek dari toksin cholera adalah pengeluaran cairan
isotonis (terutama di usus ) yang melebihi batas kapasitas saluran intestinal
(terutama di kolon). Akan menyebabkan diare yang berair dengan konsentrasi
elektrolit sama dengan plasma. Periode inkubasi rata – rata untuk infeksi V.
Cholerae adalah 1 – 3 hari. Presentasi klinik dapat bertukar dari asimptomatik
menjadi dehidrasi life – threatening ( dapat sembuh dengan sendirinya ) untuk
diare yang encer. Onset dari diare tiba – tiba dan ditunjukkan dengan cepat
atau kadang didahului dengan mual.
Tanda umumnya tidak mempunyai “ rice
water “ adalah tanda klasik yang ditandai dengan cholera. Demam terjadi pada
kurang dari 5% pasien dan pemeriksaan fisik berkotelasi baik dengan dehidrasi
yang berat. Pada sebagian kasus yang berat, penyakit ini dapat berprogres pada
kematian pada 2 – 4 jam jika tidak ditangani. Pada beberapa kasus, akumulasi
cairan di dalam lumen intestinal menyebabkan distensi ( penggelembungan )
abdomen dan ileus dan menyebabkan deplesi (intravaskular tanpa diare. Pasien
dapat kehilangan sampai 1 liter cairan isotonis setiap jam.
Vibrio cholera termakan dengan jumlah yang
banyak
|
↓
Sensitifitas asam lambung menurun,karena pasien menggunakan obat penurun
asam lambung.
|
↓
Kolonisasi di usus halus tergantung motilitas (flagella polar),produksi
musin untuk reseptor spesifik.
|
↓
Produksi toxin
|
↓
Kehilangan banyak cairan dan elektrolit dalam jumlah besar(tidak ada
darah,sel darah putih pada feses)
|
Ada beberapa
perbedaan pada manifestasi kolera baik mengenai sifat dan beratnya gejala.
Terdapat perbedaan pada kasus individual maupun pada terjadi epidemi. Masa
inkubasi kolera berlangsung antara 15-72 jam. Gejala klinis dapat bervariasi
mulai dari asimtomatik sampai dengan gejala klinis berupa dehidrasi berat.
Infeksi terbanyak bersifat asimtomatik atau terjadi diare ringan dan umumnya
pasien tidak memerlukan perawatan. Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan
diare yang encer dan berlimpah tanpa tanpa didahului oleh rasa mulas maupun
tenesmus (rasa ingin buang air besar walaupun perut sudah terasa kosong). Dalam
waktu singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan
putih keruh (seperti air cucian beras), tidak berbau busuk maupun amis tapi menusuk.
Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan
gumpalan-umpalan putih. Cairan ini akan keluar berkali-kali dari anus pasien
dalam jumlah besar. Muntah timbul kemudian setelah diare dan berlangsung tanpa
didahului mual. Kejang otot dapat menyusul, baik dalam fibrilasi atau
fasikulasi, maupun kejang klonik yang nyeri dan mengganggu. Otot-otot yang
sering terlibat ialah betis, biseps, triseps, pektoralis dan dinding perut.
Teriakan ataupun rintihan pasien karena kejang yang nyeri itu dapat disangka
sebagai teriakan nyeri karena kolik. Kejang otot ini disebabkan karena
berkurangnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.
Gejala dan
tanda kolera terjadi akibat kehilangan cairan dan elektrolit serta asidosis.
Pasien berada dalam keadan lunglai tidak berdaya namun kesadarannya relatif
baik dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma baru dapat terjadi pada
saat-saat terakhir. Pada kurang lebih 10% bayi dan anak-anak, dapat dijumpai
kejang sentral, stupor yang disebabkan hipoglikemia. Tanda-tanda dehidrasi
tampak jelas, nadi menjadi cepat, nafas menjadi cepat, suara menjadi serak
seperti suara bebek manila (vox cholerica), turgor kulit menurun (kelopak mata
cekung memberi kesan hidung yang mancung dan tipis, tulang pipi yang menonjol),
mulut menyeringai karena bibir kering, perut cekung tanpa ada steifung maupun
kontur usus, suara peristaltik usus bila ada jarang sekali. Jari- jari tangan
dan kaki tanpak kurus dengan lipatan-lipatan kulit, terutama ujung jari yang
keriput (whaser women hand), diuresis berangsur-angsur kurang dan berakhir
dengan anuria. Diare akan bertahan hingga 5 hari pada pasien yang tak diobati
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. IDENTIFIKASI DAN
DIAGNOSA LAB
Identifikasi bakteri Vibrio
cholerae dapat dilakukan dengan menggunakan bahan mucus dari tinja/muntahan. Yang dapat
dilakkan dengan cara :
1.
Mikroskopis :
pengamatan dengan mikroskop dengan lapangan gelap atau fase kontras akan
memperlihatkan vibrio cholerae yang bergerak dengan cepat.
2.
Kultur :
pertumbuhan cepat pada agar pepton, pada agar darah dengan pH mendekati 9,0
atau pada agar TCBS dan koloni khasnya dapat dipilih dalam waktu 18 jam. Jika
menggnakan media yang diperkaya (enrichment) beberapa pemeriksaan tinja dapat
diinkubasi dalam 6-8 jam dalam kaldu tauchorate-pepton (pH 8,0-9,0) , organisme
dari kultur ini dapat diwarnai atau di
subkultur.
Dalam menegakan suatu
diagnosis kolera meliputi gejala klinis,
pemeriksaan fisik ,reaksi aglutinasi dengan anti serumspesifik dan kultur
bakteriologis. Menegakkan diagnosis penyakit kolera yang berat terutama diderah
endemik tidaklah sukar.Kesukaran menegakkan diagnosis biasanya terjadi pada
kasus-kasus yang ringan dan sedang, terutama di luar endemic atau epidemi. pemeriksaan penunjang
yang sering dikerjakan untuk mendiagnosis kolera
terdiri dari identifikasi kuman melalui isolasi/biakan, identifikasi kuman
melalui uji serologis serta identifikasi kuman secara molekuler.
Terdapat 2 metode untuk mendiagnosis penyait demam
typoid yang disebabkan oleh bakteri, Vibrio
cholerae yaitu:
a. Diagnosis
mikrobiologik/pembiakan kuman
Media selektif pada identifikasi Vibrio adalah TCBS . untuk setiap
spesies memiliki ciri masing-masing dalam pertumbuhannya. Selain TCBS, media
selektif yang sering digunaka adalah Aronson agar, dan Monsur agar. Berdasarkan
pengamatan visual terhadap bakteri pathogen spesies Vibrio, maka bakteri ini dapat dibedakan berdasarkan warna, bentuk,
dan ukuran koloni yang tumbuh pada media TCBS agar setelah masa inkubasi 24 -
48 jam pada suhu kamar (30°C). TCBS adalah media yang lebih dianjurkan untuk
kultur tinja, dimana sebagian besar galur menghasilkan koloni-koloni yang
berwarna biru-hijau (sukrosa negatif), dapat juga digunakan media Alkaline Peptone Water (APW) yang memiliki pH relatif tinggi, yaitu berkisar 8.4 dan
mengandung NaCl sebesar 1-2%. Adapun pertumbuhan optimum vibrio adalah pada
suhu berkisar antara 20- 35oC .
Teknik yang digunakan dalam
identifikasi Vibrio cholera adalah uji lisin dekarboksilase dan ornitin
(arginin) dekarbokasilase, oksidase, KligerIron Agar (KIA), dan uji indol. V. cholerae akan menunjukkan hasil positif pada
keempat uji biokimia tersebut. Hasil positif untuk uji oksidase dan uji lisin
dan arginindekarboksilase adalah terbentuknya warna ungu tua. Pada uji KIA,
tidak terbentuk gas, dengan slant (bagian
permukaan media) berwarna merah (bersifat basa) dan butt (bagian dasar
media) berwarna kuning (bersifat asam). Untuk uji indol, akan terbentuk warna
merah keunguan pada permukaan
Karakteristik biokimia adalah
mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S,
glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa,
fruktosa, bersifat negatif.
b. Diagnosis
serologik
1) Uji
Strip
Uji ini menggunakan metode sandwich imunochromtography assay. Strip ini menggunakan plastik strip yang
dilapisi kertas membran berukuran 5mm X 80 mm. Pada daerah bawah strip
tersebut merupakan area spesimen yang dilapisi dengan antibodi monoklonal yang
diberi gold. Area ini digunakan sebagai sistem deteksi. Pada bagian tengah dari
membran strip didesain sebagai zona reaksi antara antigen yang terdeteksi
dengan tes kontrol. Sementara pada bagian atas dari strip digunakan sebagai
pegangan dalam melakukan tes. Pada zona reaksi terdapat 2 pita, pada pita
pertama dilapisi dengan antibodi V.cholerae
dan pada pita kedua dilapisi dengan
anti mouse antibody. Antibodi
V.cholerae pada pita pertama akan
mengikat site komplek antigen V.cholerae- Monoclonal antibody, sedangkan anti mouse antibody akan mengikat
site monoclonal antibody, sehingga terbentuk warna merah muda pada daerah pita.
Pada spesimen berupa feses yang cair, V.cholerae
dapat langsung dideteksi dengan sensitivitas 106 CFU/mL. Apabila sampel
berupa tipped-cotton swab,
V.cholerae dapat dideteksi dengan 10
CFU/mL, akan tetapi harus dilakukan perbanyakan bakteri terlebih dahulu dengan
menggunakan medium alkalis pepton water dan diinkubasi selama 4 – 6 jam. Uji
ini dilakukan dengan cara mencelupkan strip ke wadah yang berisi
spesimen, kemudian interpretasi hasil dapat dilakukan selama 5 -15 menit. Hasil
dengan terbentuknya 2 pita merah muda menunjukkan hasil positif V.cholerae
dan bila terbentuk satu pita menunjukkan hasil yang negatif. Metode
strip test ini mempunyai
sensitivitas 94 – 100% dan spesivitasnya 84 – 100%
2) Co-agglutination
Test
Tes ini dilakukan
dengan menggunakan antisera yang mengandung antibodi monoklonal yang langsung direaksikan dengan
bahan sampel dengan menggunakan sediaan gelas. Tes ini juga menggunakan protein
A dari bakteri Staphylococcus
aureus (Cowan 1) yang dilapisi pada antibodi monoklonal. Antigen 3
(V.cholerae) akan bereaksi dengan reagen yang mengandung antibodi
monoklonal sehingga terbentuk aglutinasi. Spesimen yang digunakan dapat berupa
swab tinja atau dengan menggunakan medium perbenihan terlebih dahulu yang diinkubasi 37 ° C selama 4-6 jam.
Tes ini selain cepat ,
mudah dan dapat dilakukan di lapangan, tetapi mempunyai keterbatasan yakni
jumlah minimal bakteri yang terdapat pada spesimen feses atau rectal swab yang telah dibuat suspensi adalah 106 CFU/mL. Dengan jumlah minimal bakteri V.cholerae
106 CFU/mL Uji diagnostik
cepat akan menunjukkan reaksi positif,
apabila jumlahnya kurang dari 106 CFU/mL maka sampel feses atau rectal
swab harus dilakukan perbanyakan
terlebih dahulu dengan nedium APW. Metode
coagglutinasi test ini mempunyai
sensitifitas 97 % dan spesifitasnya 99% test ini mempunyai sensitifitas 100%
dan spesifitas 100%
3) Dark
Field Test
Metode dark
field test (mikroskop lapangan
gelap) dilakukan untuk uji skrining
feses untuk menentukan ada
tidaknya V.cholerae. Spesimen feses
bentuk cair dapat dilakukan pemeriksaan
langsung dengan meneteskan spesimen pada gelas kaca dan ditutup dengan
penutup gelas kaca dan dilihat dibawah mikroskop lapang gelap. Spesimen dapat juga dilakukan perbenihan dulu
pada medium alkalis pepton water. Spesimen di bawah mikroskop lapang gelap akan
tampak kuman V.cholerae yang menunjukkan gerak yang khas yang disebut
“darting motility”, terlebih bila jumlah
organisme dalam tinja > 105 per mL.
Kuman akan tampak berhenti, tidak bergerak, bila ditambahkan antiserum
spesifik. Metode dark field test ini mempunyai sensitivitas 90% dan spesivitas
96%
4) Metode
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Reaksi berantai
polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction)
merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA
secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
Dengan teknik ini, dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu
singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Metode PCR merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk diagnosis rapid bakteri V.cholerae. Adanya bakteri V.cholerae dari sampel faeses atau rectal
swab dapat dideteksi dengan metode PCR ini. Metode ini dilakukan dengan
menggunakan primer spesifik dari gen V.cholerae. Metode PCR test ini mempunyai
sensitifitas 100% dan spesifitas 100%.
3.2. PENGOBATAN
Prinsip dalam pengobatan kolera
ini adalah dengan mengganti air dan elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan
kekurangan garam dengan memasukan secara intravena cairan yang mengandung
Natrium, kalium, klorida dan bikarbonat.
Penderita yang mengalami penyakit
kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan
pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan
dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak
kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan
terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial
seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn.
Antibiotika yang sering
digunakan untuk melawan kuman ini adalah Tetrasiklin. Tetrasiklin yang
diberikan peroral dapat mengurangi keluarnya tinja yang mengandung kuman kolera
dan memperpendek masa ekskresi Vibrio
cholerae.
Tetrasiklin juga memperpendek
waktu gejala klinis pada penderita kolera. pada beberapa daerah yang endemik, Vibrio cholerae yang resisten dengan
tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid yang mudah berpindah. Tetrasiklin
juga berguna pada penderita carrier sebab konsentrasinya pada empedu.
Pengobatan antibiotik ini dalam
waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi. Pada kondisi tertentu,
terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian
makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung
(sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi
(meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat
penanganan kurang adekuat meninggal dunia
BAB IV
KESIMPULAN
Kolera
yaitu penyakit yang disebebkan oleh bakteri Vibrio cholerae ditandai
dengan diare yang pada awalnya ringan dengan tinja yang semula berbau feses dan
berwarna berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) berbau
manos menusuk.1 Gejala lain termasuk tekanan darah rendah, mual,
kram perut dan kadang-kadang demam. Pemulihan dalam 1-6 hari pada orang sehat
normal. Biasanya dikaitkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi Vibrio
Cholerae. Pengobatan kolera dengan rehidrasi dan penggantian elektrolit.
Prinsip dalam pengobatan kolera ini adalah dengan
mengganti air dan elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam
dengan memasukan secara intravena cairan yang mengandung Natrium, kalium,
klorida dan bikarbonat.
DAFTAR PUSTAKA
http://zulfiprint19.blogspot.co.id/2017/01/bunga-wisuda-selempang-wisuda-boneka.html
No comments:
Post a Comment