BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit
jantung koroner (PJK) merupakan instilah yang merujuk pada penyakit jantung
yang diakibatkan oleh menurunnya suplai darah ke otot jantung. Penurunan suplai
darah ke otot jantung menyebabkan terjadinya keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Pada akhirnya ketidak seimbangan ini akan menimbulkan
gangguan pompa jantung dan mempengaruhi tubuh secara sistemik (Rochmawati,
2011).
Kondisi
umum yang dapat muncul sebagai komplikasi pada penderita penyakit jantung koroner
dan bersifat mengancam yaitu acute
coronary syndrome. Acute Coronary Syndrome (ACS) terjadi jika plak ataupun
bekuan darah tidak stabil dan menyebabkan sumbatan aliran darah ke miokardium,
baik sebagian maupun total. Osborn et al menyebutkan
bahwa ACS meliputi angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan
elevasi ST (STEMI) dan infark miokard
tanpa elevasi ST (NSTEMI) (Yulianti, 2012).
Penyakit
jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika. Salah
satu penyakit jantung yang menjadi ancaman bagi kesehatan jantung koroner (Smeltzer
dan Bare, 2002). American Herat
Association (AHA) (2008), melaporkan bahwa jumlah pasien yang menjalani
perawatan medis di Amerika Serikat pada tahun 2005 hampir mencapai 1,5 juta
orang. Laporan tersebut menyebutkan, kira-kira 1,1 juta orang (80%) mengalami ST Elevasion Miocard Infarct (STEMI).
Menurut WHO (2008) menyatakan bahwa pada tahun 2020 sekitar 23,6 juta orang
akan meninggal karena penyakit kardiovaskuler terutama karena penyakit jantung
dan stroke, sehingga menjadi ancaman penyebab kematian dunia (Rochmawati,2011).
Penyakit
kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada dewasa ini baik dinegara maju
maupun berkembang. Di indonesia berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Nasional (SKRTN) tahun 2001, diketahui bahwa 26,4% angka kematian disebabkan
oleh penyakit jantung koroner (Yulianti, 2012).
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan
Umum
Memperoleh
pengalaman nyata dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dan
mampumengklasifikasikan masalah yang ada, serta masalah risiko-risiko yang
mengancam nyawa, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan masalah yang terjadi
sehubungan dengan Infark Miokard Akut khususnya STEMI.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mahasiswa
mampu meningkatkan kemampuan dalam pengumpulan data dengan tehnik komunikasi
terapeutik dalam asuhan keperawatan.
b.
Mahasiswa
mampu meningkatkan kemampuan dalam menganalisis data dan merumuskan masalah
keperawatan.
c.
Mahasiswa
mampu meningkatkan untuk menyusun diagnosa keperawatan serta mampu merencanakan
intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan.
d.
Mahasiswa
mampu melakukan implementasi dan evaluasi.
C.
Manfaat
1.
Melalui
makalah diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan
keperawatan pasien Infark Miokard Akut, khususnya pada pasien STEMI bagi
perawat sehingga peningkatan mutu pelayanan keperawatan dapat terlaksana secara
kompoten.
2.
Kegiatan
praktek mahasiswa keperawatan dalam menjalani program profesi diharapkan mampu
meyelaraskan aplikasi asuhan keperawatan secara efektif melalui kegiatan
praktek dan ujian komprehensif yang merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan.
3.
Pelaksanaan
seminar kasus dapat menjadi masukan dan bahan informasi serta koreksi kepada
mahasiswa dan institusi pendidikan untuk meningkatkan skill dan ilmu kepada
mahasiswa. Sehingga mahasiswa keperawatan mampu mengaktualisasikan ilmu dan
keterampilan secara efisien dalam kehidupan masyarakat.
D.
Metode
Penulisan
1.
Metode
kepustakaan
Metode
penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber dan catatan
Medical Record (MR).
2.
Metode
wawancara
Data
diperoleh dengan wawancara lansung kepada klien dan keluarga
3.
Metode
observasi
Dengan
mengobservasi langsung terhadap keadaan
klien.
E.
Sistematika
Penulisan
1.
Bab
I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan,
Manfaat, metode penulisan dan sistematika penulisan
2.
Bab
II berisi landasan teori Infark miokard akut, khususnya STEMI
3.
Bab
III berisi tentang tinjauan kasus klien dengan STEMI
4.
Bab
IV membahas kesinambunagan antara teori dan kasus
5.
Bab
V berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran
BAB
II
TINJAUAN TEORI
A.
KONSEP
DASAR MEDIS
1.
Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA)
merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung
mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi
otot jantung, dikatakan mengalami infark (Andrianto, Petrus. 2008).
Sindrom
koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA),
ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment
Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan
kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan
tindakan medis secepatnya ( Andrianto, Petrus. 2008)
Oklusi
total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan
reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention
(PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam.
Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi
reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing
chest pain).(
Andrianto, Petrus. 2008)
American
College of Cardiology/American Heart Association dan
European Society of Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana
pasien dengan STEMI selain diberikan terapi reperfusi, juga diberikan terapi
lain seperti anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan
seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH),
nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor
Blocker.(
Andrianto, Petrus. 2008)
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya
bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner
oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai
keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu
yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot
jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
IMA dengan elevasi ST (ST elevation
myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sardjono, 2006).
Infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. (Sardjono, 2006).
Setiap
bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi
menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner.
Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan
suatu nidus untuk pembentukan trombus. (Andrianto, Petrus. 2008)
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:
No
|
Lokasi
|
Gambaran
EKG
|
1
|
Anterior
|
Elevasi
segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
|
2
|
Anteroseptal
|
Elevasi
segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
|
3
|
Anterolateral
|
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V6 dan I dan aVL
|
4
|
Lateral
|
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
|
5
|
Inferolateral
|
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
|
6
|
Inferior
|
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
II, III, dan Avf
|
7
|
Inferoseptal
|
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
II, III, aVF, V1-V3
|
8
|
True
posterior
|
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen
ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
|
9
|
RV
Infraction
|
Elevasi segmen ST di precordial lead
(V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
|
2.
Klasifikasi IMA
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:
·
Infark miokard akut ST-elevasi
(STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya
elevasi segmen ST pada EKG.
·
Infark miokard akut non ST-elevasi
(NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
3.
Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Infark
terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner.
4.
Patofisiologi
STEMI
umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang
tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus
arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark
transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi
pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah
terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium
menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai
beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.
5.
Manifestasi Klinik
Pasien yang datang dengan keluhan
nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara cermat apakah nyeri dadanya berasal
dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal
dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia,
merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
a. Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri
dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA
atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang dapat
menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam
pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
·
Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
·
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.
·
Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher,
rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.
·
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat
nitrat.
·
Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin,
dan sesudah makan.
·
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas,
keringat dingin, cemas dan lemas.
6.
Diagnosis
Diagnosis IMA dengan
elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim
jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat diagnosis.
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Petanda (Biomarker) Kerusakan
Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan
dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini
juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala
IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas
normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).
·
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
·
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
b. Pemeriksaan enzim jantung yang lain
yaitu:
·
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan
mencapai puncak dalam 4-8 jam.
·
Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4
hari.
·
Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila
ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14
hari.
8.
Penatalaksanaan
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada
pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat
diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis
dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan
hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada
pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru
bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan
phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat
memicu efek hipotensi nitrat.
c. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri
dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
d. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi
nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada
STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval
5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan
simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga
dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung
derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya
dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.
e. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada
pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut.
Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di
ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
f. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi
nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen
yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg
setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan
ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan
dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
g. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek
lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel
dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure
atau takiaritmia ventricular yang maligna.
9.
Komplikasi
a. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri
mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan
umumnya mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage
serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain.
PAda pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitore ACE harus diberikan.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure)
merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis
iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering
dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru
c. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, rupture
septum ventrikel, rupture dinding
vebtrikel. Penatalaksanaan: operasi
B.
Konsep
Dasar Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Aktifitas dan istirahat
Kelemahan,
susah tidur, lelah, tachicardi, sesak nafas
b.
Sirkulasi
Riwayat
miokard infark, penyakit koroner, CHF, masalah tekanan darah, DM
Nadi
: penuh, kualitas, capillary refill, ireguler. Suara jantung : murmur, friction
rub. Ritme jantung.
Adanya
edema, peningkatan tekanan vena jugularis, cyanosis, pucat.
c.
Integritas Ego
Cemas,
takut, gelisah, takut kehilangan keluarga
d. Cairan
dan makanan
Mual, tidak ada nafsu makan, turgor
jelek, muntah, perubahan berat badan.
e. Higiene
Kesulitan dalam perawatan kulit
f. Neurosensori
Kelemahan, tidak terkontrol
g. Nyeri
Kejadian, lokasi, kualitas, intensitas
h. Respirasi
Sulit bernafas, sesak, batuk produktif,
riwayat merokok, penyakit pernafasan, pucat, cyanosis, suara nafas adanya
sputum.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat
sumbatan arteri koroner.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
c.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d.
Risiko Penurunan curah
jantung berhubungan dengan
perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/
peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/ diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
e.
Risiko Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan
penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
f.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler
( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan / perdarahan aktif
g.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
suplai O2
h.
Resiko pola pernapasan
tidak efektif yang berhubungan dengan kelebihan cairan.
3.
Rencana
Tindakan Keperawatan
Diagnosa
1
1. Nyeri
akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
Intervensi:
·
Pantau nyeri
(karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/ non
verbal, perubahan hemodinamik
Rasional:
Menurunkan rangsang
eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
·
Berikan lingkungan yang
tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
Rasional:
Membantu menurunkan
persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap
nyeri.
·
Bantu melakukan teknik
relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
Rasional:
Membantu menurunkan
persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap
nyeri.
·
Kolaborasi dengan tim
medis pemberian :
-
Obat vasodilator (NTG)
dan antikoagulan.
-
Terapi trombolitik.
-
Preparat analgesik
(Morfin Sulfat)
-
Pemberian oksigen
bersamaan dengan analgesic
Rasional:
Untuk memulihkan otot
jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri (inhalasi oksigen
menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya tingkat oksigen yang
bersirkulasi)
Diagnosa 2
2. Intoleransi
aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
Intervensi:
·
Pantau HR, irama, dan
perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
Rasional:
Menentukan respon klien
terhadap aktivitas.
·
Tingkatkan istirahat,
batasi aktivitas
Rasional:
Menurunkan kerja
miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
·
Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan tekanan abdominal.
Rasional:
Manuver Valsava seperti
menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan
bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia
dan peningkatan tekanan darah.
·
Batasi pengunjung
sesuai dengan keadaan klinis klien.
Rasional:
Keterlibatan dalam
pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam
suasana tenang bersifat terapeutik.
·
Bantu aktivitas sesuai
dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
Rasional :
Mencegah aktivitas berlebihan;
sesuai dengan kemampuan kerja jantung
Diagnosa
3
3. Ansietas
yang berhubungan dengan ketakutan akan perubahan kesehatan.
Tujuan :
Penghilangan kecemasan.
Intervensi :
·
Kaji tingkat kecemasan
pasien dan keluarganya serta mekanisme koping
Rasional:
Data tersebut
memberikan informasi mengenai
perasaan sehat secara umum dan psikologis sehingga gejala
pasca terapi dapat dibandingkan.
·
Kaji kebutuhan
bimbingan spiritual.
Rasional:
Jika pasien memerlukan
dukungan keagamaan, konseling
agama akan membantu mengurangi
kecemasan dan rasa takut.
·
Biarkan pasien dan
keluarganya mengekspresikan kecemasan dan Ketakutannya.
Rasional:
Kecemasan yang
tidak dapat dihilangkan
(respons stress) meningkatkan
konsumsi oksigen jantung.
·
Manfaatkan waktu
kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan
kehadiran keluarga untuk membantu
mengurangi kecemasan pasien.
Rasional:
Kehadiran dukungan
anggota keluarga dapat
mengurangi kecemasan pasien
maupun keluarga.
·
Dukung partisipasi
aktif dalam program rehabilitasi jantung.
Rasional:
Rehabilitasi
jantung yang diresepkan
dapat membantu menghilangkan ketakutan akan kematian, dapat
meningkatkan perasaan sehat.
·
Ajarkan tehnik
pengurangan stress.
Rasional:
Pengurangan stress
dapat membantu mengurangi
konsumsi oksigen
miokardium dan dapat
meningkatkan perasaan sehat.
Diagnosa
4
4. Risiko
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
jantung; penurunan preload/ peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/
diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
Tujuan : Setelah
dilakukan implementasi 3x24 jam klien mempertahankan stabilitas haemodinamik
Intervensi:
·
Observasi TTV
·
Pantau haluaran urine,
catat jumlah dan kepekatan
·
Berikan istirahat
dengan tirah baring optimal
·
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
·
Observasi ulang seri EKG
·
Pantau data laboratorium
: contoh enzim jantung, GDA, elektrolit.
·
Berikan obat sesuai
indikasi (Diuretik, digoxin, vasodilator, antikoagulan
Diagnosa
5
5. Resiko
perfusi jaringan tidak adekuat
yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung.
Tujuan :
Mempertahankan/mencapai perfusi jaringan yang adekuat.
Intervensi :
·
Kaji/periksa suhu kulit
dan nadi perifer dengan sering
Rasional:
Untuk menentukan
perfusi jaringan yang adekuat.
·
Biarkan pasien di atas
tempat tidur atau kursi istirahat.
Rasional:
Untuk mengurangi
kelebihan beban kerja jantung.
·
Kolaborasi dengan tim
medis pemberian oksigen.
Rasional :
Unutk memperbanyak
suplai oksigen yang bersirkulasi
Diagnosa 6
6.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler
( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan / perdarahan aktif.
Kriteria hasil: bebas gejala
distress pernapasan, GDA dalam rentang normal.
Intervensi
:
·
Pantau bunyi nafas,
catat krekles
Rasional : menyatakan
adnya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut
·
Ajarkan/anjurkan klien
batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan
jalan nafas dan memudahkan aliran oksigenn
·
Dorong perubahan
posisi.
Rasional : Membantu
mencegah atelektasis dan pneumonia.
·
Kolaborasi dalam
Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
·
Berikan obat/oksigen
tambahan sesuai indikasi
Diagnosa 7
7. Pola napas
tidak efektif
berhubungan dengan gangguan suplai O2
Tujuan :
Oksigenasi
dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <>2 > 45 mmHg dan
Saturasi .
Kriteria
hasil :
Tidak sesak nafas
tidak gelisah
GDA dalam batas Normal ( pa O2 <>2 > 45
mmHg dan Saturasi
Intervensi :
·
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot
Bantu pernafasan
·
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membram mukosa
·
Pertahankan posisi duduk atau tirah baring dengan
bagian kepala di tinggikan 20 – 30
·
Tatalaksana oksigen sesuai indikasi
·
Pantau irama jantung
Diagnosa 8
8. Resiko
pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan kelebihan cairan.
Tujuan :
Tidak terjadi kesulitan pernapasan
Intervensi :
·
Kaji fungsi pernapasan.
Rasional:
Untuk mendeteksi tanda
dini komplikasi.
·
Berikan perhatian
terhadap status volume cairan.
Rasional:
Untuk mencegah
kelebihan cairan pada paru dan jantung.
·
Berikan dorongan pada
pasien untuk napas dalam dan mengubah posisi.
Rasional:
Untuk mencegah pengumpulan
cairan dalam dasar paru.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. H DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASCULAR ST ELEVASI MIOKAR INFARK ANTEROSEPTAL DI CARDIOVASCULAR CARE UNIT
RSUP. DR WAHIDIN SUDIROHUSODO
A.
PENGKAJIAN
No. RM : 643059
Tgl Masuk : 12 Maret 2016
Tgl Pengambilan
Data : 15 Maret 2016
Diagnosa Medis
Masuk : STEMI Anteroseptal
1. Identitas
Nama : Ny ”H”
Umur : 58 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Suku : Makassar
Agama : Kristen
Status
Menikah : Menikah
Alamat : Komps Rudis PKG Jl Meranti Kab Gowa
Sumber
Informasi : Klien,
keluarga klien & medical reccord
2. Riwayat
Kesehatan
Keluhan Utama : Nyeri dada
Riwayat Keluhan : Nyeri dada dirasakan sejak 15 jam sebelum masuk rumah
sakit, muncul tiba- tiba dirasakan seperti
tertekan dan hilang timbul dengan durasi 60 detik terasa lebih berat saat
klien banyak bergerak.
Keluhan Saat Dikaji : Klien mengeluh nyeri dada dan sesak napas klien juga
mengatakan lemah dan pusing
Terapi Yang Pernah Dijalani
: (-)
3. Riwayat
Keperawatan
Riwayat Penyakit
Sebelumnya : Hipertensi
4.
Genogram
G
I : kakek
dan nenek dari bapak klien sudah meninggal dan orang
tua dari ibu klien sudah meninggal
karena faktor usia
G
II : bapak
klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, bapak
klien sudah meninggal dunia karena
faktor usia, sedangkan ibu
klien merupakan anak kedua dari dua
bersaudara, ibu klien
sudah meninggal dunia karena
faktor usia.
G
III : klien
merupakan anak bungsu dari empat bersaudara, klien
memiliki riwayat hipertensi, sekarang
klien menderita STEMI
anteroseptal, saudara klien tidak ada yang menderita penyakit
yang sama dengan
klien.
G
IV : klien
memiliki anak 3
5.
Aspek Psikososial
a. Persepsi
Klien
1) Hal
yang dipikirkan saat ini:
Hal yang dipikirkan
klien adalah bagaimana cara agar klien lekas sembuh
2) Harapan
setelah menjalani perawatan:
Klien mengatakan akan
membatasi makanannya (hidup sehat), olahraga yang teratur dan mengikuti anjuran
oleh dokter dan perawat serta selalu melakukan pemeriksaan lebih lanjut
b. Sosial/
Interaksi
1) Hubungan
Klien Dengan Keluarga:
Hubungannya dengan
anggota keluarga harmonis dan memutuskan masalah atau mengambil keputusan
dengan jalan musyawarah
2) Hubungan
Klien Dengan Tetangga:
Hubungan dengan
tetangga dilingkungan rumahnya terjalin dengan baik dan tidak ada konflik antar
tetangga juga saling mengunjungi dan membantu bila ada salah satu anggota
tetangganya sakit atau kesusahan tetangga klien selalu datang menjenguk
3) Dukungan
Keluarga:
Klien mendapat dukungan
dari anak – anaknya serta suaminya
4) Reaksi
Saat Interaksi:
Klien nampak kooperatif
saat di ajak bicara, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perwat serta
melakukan hal yang dianjurkan oleh perawat dan dokter
c. Spritual/Kepercayaan
1) Kegiatan
Ibadah Yang Dilakukan Selama Sakit
Selama sakit klien
tidak teratur melakukan ibadah karena kondisinya yang lemah dan hanya bisa
berbaring ditempat tidur
2) Tanggapan
Mengenai Kondisi Saat Ini Terkait Dengan Kepercayaan Klien : Klien mengatakan
cemas dengan keadaanya yang sekarang serta menganggap sakitnya adalah cobaan
dari Tuhan.
6. Aktivitas
sehari-hari
a) Nutrisi
No
|
Aktivitas
|
Sebelum Sakit
|
Saat Sakit
|
1
|
Selera
|
Bagus
|
Bagus
|
2
|
Menu
|
Nasi, ayam,
|
bubur,
ikan, sayur
|
3
|
Frekuensi
|
3x
sehari
|
3x
sehari
|
4
|
Pembatasan
makanan
|
tidak
ada
|
tidak
ada
|
5
|
Penggunaan
alat bantu
|
tidak
ada
|
tidak
ada
|
b) Cairan
No
|
Aktivitas
|
Sebelum Sakit
|
Saat Sakit
|
1
|
Jenis
minuman
|
air
putih, sprite
|
air
putih
|
2
|
Frekuensi
|
±
7-8 gelas sehari, 1x sehari
|
bila
haus
|
3
|
Terapi
cairan
|
tidak
ada
|
Nacl
0,9 %
|
4
|
Jumlah
|
±
2500 cc
|
±500
ml/ 24 jam
|
5
|
CRT
|
-
|
3
detik
|
6
|
Turgo
|
-
|
Elastis
|
7
|
Mukosa
|
-
|
Lembab
|
c) Eliminasi
( BAB & BAK )
No
|
Aktivitas
|
Sebelum Sakit
|
Saat Sakit
|
Buang Air Besar (BAB)
|
|||
1
|
Frekuensi
|
1
x sehari
|
1
x selama dirawat
|
2
|
Kesulitan
|
tidak
ada
|
tidak
ada
|
3
|
Warna
|
Kuning
|
Kuning
|
4
|
Jumlah
|
Tidak
diukur
|
Tidak
diukur
|
5
|
Konsistensi
|
Lunak
|
Lunak
|
6
|
Penggunaan
alat bantu
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
Buang Air Kecil
|
|||
1
|
Frekuensi
|
±
6 x sehari
|
4
x sehari
|
2
|
Kesulitan
|
Tidak
ada
|
tidak
ada
|
3
|
Warna
|
Kuning
|
Kuning
|
4
|
Jumlah
|
Tidak
diukur
|
±
300 cc
|
5
|
Bau
|
Amoniak
|
Amoniak
|
6
|
Penggunaan
alat bantu
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
d) Istirahat/
Tidur
No
|
Aktivitas
|
Sebelum sakit
|
Saat sakit
|
1
|
Jumlah
jam tidur
a. Siang
b. Malam
|
1 jam
6
jam
|
3 jam
7
jam
|
2
|
Pola
tidur
|
Teratur
|
Teratur
|
3
|
Keluhan
selama tidur
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
e) Personal
Hygiene
No
|
Aktivitas
|
Sebelum Sakit
|
Saat sakit
|
1
|
Frekuensi
mandi
|
2
x sehari
|
1
x sehari
|
2
|
Cuci
rambut
|
2
x seminggu
|
Tidak
pernah
|
3
|
Gunting
kuku
|
1
x seminggu
|
Tidak
pernah
|
4
|
Sikat
Gigi
|
2
x sehari
|
2
x sehari
|
f) Aktivitas/
Mobilitas Fisik
No
|
Aktivitas
|
Sebelum Sakit
|
Saat Sakit
|
1
|
Kegiatan
sehari-hari
|
IRT
|
tidak
ada
|
2
|
Kondisi
yang membatasi
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
3
|
Keterbatasan
pergerakan
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
4
|
ROM
|
Aktif
|
Aktif
|
7. Pemeriksaan
Fisik
a) Keadaan
Umum (GCS) : lemah , composmentis E : 4, V : 5, M : 6
b) Vital
Sign
NIBP : 140/70 mmHg
Hate Rate : 70
x/ menit
Suhu : 36,5oc
RR :
20 x/ menit
c) Atropometri
BB : 48 kg
TB : 155 cm
d) Sistem
Pernafasan
· Hidung : tampak adanya pernapasan cuping hidung
· Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar
· Dada
:
Bentuk dada : Normochest
Pergerakan dada : tampak
penggunaan otot bantu pernapasan, nyeri tekan.
Fremitus : tidak ada
Bunyi napas : Vesikuler
Bunyi napas tambahan : bunyi
napas tambahan ronchi
· Saturasi
oksigen : 98%
· Clubbing
finger : Tidak ada
e) Sistem
Kardiovaskuler
· Conjungtiva : Anemis
· Ictus
cordis : tidak teraba
· Bunyi
jantung : Reguler (BJ 1 dan 2 murni, tidak ada bunyi tambahan)
· CRT : >2 detik
· Peningkatan
Tek.Vena Jungularis : tidak ada
· Pulsasi
nadi perifer : tidak ada
f) Sistem
Pencernaan
· Bibir,
mukosa : kering
· Keadaan
mulut : bersih
· Inspeksi
abdomen : tidak adanya asites, perut simetris ki-ka
· Auskultasi : peristaltik usus 4x/i
· Perkusi
: Pekak
· Palpasi
: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati
g) Sistem
Indera
· Mata
q
Kelopak mata : tampak
hitam
q
Bulu mata/ alis : tidak
mudah dicabut
q
Visus 6/6
· Hidung
q
Fungsi penciuman :
baik, dapat mencium bau busuk dan wangi
q
Jalan napas : tidak ada
sumbatan
· Telinga
q
Keadaan daun telinga :
Normal
q
Fungsi pendengaran : baik, klien masih mendengar dengan arah
pembicaraan.
h) Sistem
Saraf
·
Fungsi cerebral
q
Status mental : klien
dapat mengenali sekelilingnya
q
Tingkat kesadaran :
composmentis
·
Fungsi cranial
q
Nervus 1 : klien dapat
membedakan bau busuk dan wangi
q
Nervus 2 : fungsi
penglihatan klien bagus, klien dapat mengenali anggota keluarga dan tetangga
yang datang membesuk, dapat mengalihkan pandangan pada saat diberi stimulus
q
Nervus 3,4,6 : bola mata dapat bergerak kiri dan kanan
q
Nervus 5 : ada gerakan
pada saat klien mengunyah
q
Nervus 7 : mampu merasakan
rangsangan, dan pergerakan otot wajah
simetris
q
Nervus 8 : fungsi pendengaran baik
q
Nervus 9 : normal, mampu merasakan rasa manis,fungsi pengecapan
baik.
q
Nervus 10 : pada saat
pengkajian ditemukan rangsangan muntah
q
Nervus 11 : klien mampu
menggerakan kepala dan bahu
q
Nervus 12 : klien mampu
menggerakkan lidah
·
Fungsi motorik
q
Massa otot : baik, tidak ada atropi/ hipertrofi
q
Kekuatan otot : 4 4
4 4
·
Fungsi sensorik : berespon terhadap rangsangan suhu, nyeri
dan getaran
·
Fungsi cerebellum :
klien masih dibantu dalam memenuhi kebutuhan ADL
·
Refleks : bisep baik,
saat dilakukan uji dengan hammer lengan bawah bergerak kearah fleksi, saat
dilakukan uji patella baik
i)
Sistem Muskuloskeletal
·
Kepala dan leher : bentuk kepala normochepal, dan
gerakan leher baik (ki-ka)
·
Vertebra : scoliosis
tidak ada, lordosis tidak ada, kyfosis tidak ada, tidak tampak gerakan kekakuan
·
ROM dan fungsi
gerak : terbatas karena terpasang infuse
dan masih lemah
·
Lutut
: tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan pada area lutut dan ektremitas bawah
lainnya
·
Kekuatan ekstremitas atas dan bawah
: 4 4
4 4
· Keterbatasan
pergerakan diakibatkan oleh : kelemahan
akibat suplai oksigen yang tidak adekuat.
j)
Sistem Integumen
· Rambut
: warna rambut hitam, lembab, dan tidak mudah dicabut
· Kulit : warna kulit hitam, turgor kulit bagus.
· Kuku
: warna kuku merah muda,
permukaan kuku rata
k) Sistem
Endokrin
· Pembesaran
kelenjar tiroid : tidak terdapat tanda-tanda pembengkakan
· Polidipsi : -
· Poliuri : -
· Poliphagia : -
· Suhu
tubuh : 36˚ C
l)
Sistem Perkemihan
· Edema
palpebra : tidak ada
· Moon
face : tidak ada
· Edema
anasarka : tidak ada
· Distensi
kandung kemih : tidak ada
m) Sistem
Reproduksi
· Keadaan
genitalia : tidak dikaji
· Kelainan
seksual : tidak ada
n) Sistem
Imun
· Riwayat
alergi : tidak ada
· Penyakit
yang b/d perubahan cuaca : tidak ada
8. Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium
Tanggal 12 Maret 2016
|
Normal
|
Satuan
|
Range
|
|
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV
PCT
PDW
|
3.75
12.1
30,5
93,3
31,5
33,8
11,5
200
12,1
0.24
15,7
|
106/mm3
g/dl
%
µm3
Pg
;P;LP
g/dl
%
103/mm3
|
4,50
14,0
40,0
80
27,0
32,0
11,0
150
6,0
0,150
11,0
|
6,50
18,0
54,0
100
32,0
36,0
16,0
400
11,0
0,500
18,0
|
WBC
|
6,61
|
103/mm3
|
4,0
|
10,0
|
Tanggal
12 Maret 2016
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
PT
|
10,7
|
10-14
detik
|
INR
|
1,03
|
-
|
APTT
|
24,8
|
22,0-30,0
detik
|
GDS
|
284
|
140
mg/dl
|
Ureum
|
92
|
10-50
mg/dl
|
Kreatinin
|
1,93
|
<1,3;<1,1
|
SGOT
|
21
|
<38
|
SGPT
|
15
|
<41
|
CK-MB
|
25,2
|
<25
|
Asam
Urat
|
9,0
|
P(2,4-5,7);
L(3,4-7,0
|
Troponin
I
|
10,76 mg/ml
|
<0,01
|
Natrium
|
145
|
136-145
|
Kalium
|
3,8
|
3,5-5,1
|
Klorida
|
110
|
97-111
|
Pemeriksaan
EKG
Tanggal 15 maret 2016
Interpretasi EKG
1.
Irama : Teratur (Normal)
2.
HR : 1500/15 = 100x/menit (Normal)
3.
Gel P : L : 3 kk (0,12 detik) (Normal)
T
: 1 kk (0,1 MV) (Normal)
4.
PR Interval : 4 kk (0,16 detik) (Normal)
5.
QRS : L: 1 kk (0,04 detik) (Normal)
Axis : I :
+4-1 = +3
AVF : +3-0 = +3
Axis
: 450 (Normal)
I
AVF
6.
ST Elevasi : V1,V2, V3, V4 ( AnteroSeptal)
7.
T Inverted : V1, V2, V3, V4 (AnteroSeptal)
Kesimpulan :
Sinus Ritme 100x/menit, Infark
Miokard di V1, V2, V3, V4 (Anteroseptal)
Pemeriksaan Echo
Tanggal 15 Maret 2016
Conclusion :
Fungsi sistolik
ventrikel kiri menurun, EF : 40%
Dilatasi LV
LVH Eksentrik
Hipokinetik segmental
MR moderate
Disfungsi diastolik
grade I
9.
Terapi yang diberikan
(pada saat dikaji)
Tanggal 15 Maret 2016
§ O2
binasal 4 liter/menit
§ Infus
NacL 0,9% / 500 cc/24
jam
§ Injeksi
:
-
Arixtra 2,5 mg/24
jam/subcutan : anticoagulant (pengencer darah) yang mencegah pembentukan
gumpalan darah.
-
Ceftriaxone 2g/24jam/1v
: antibiotik
-
Cedocard 0,5 g/syring
pump
§ Obat-Obat
Oral:
-
Aspilet 80 mg 1x1 :
obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). NSAID memiliki efek anti-inflamasi,
analgesik, dan antipiretik, serta dapat menghambat agregasi trombosit.
-
Clopidogrel 75 mg 1x1 :
antiagregasi trombosit atau antiplatelet yaitu Untuk menghambat pembentukan
bekuan di pembuluh darah sehingga dapat mencegah terjadinya serangan jantung
dan stroke yang diakibatkan dari penyumbatan pembuluh darah.
-
Simvastatin 20 mg :
obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik)
-
Alprazolam 0,5 mg 1x1 :
obat anti ansietas dan anti panik yang efektif digunakan untuk mengurangi
rangsangan abnormal pada otak, menghambat neurotransmitter asam
gama-aminobutirat (GABA) dalam otak sehingga menyebabkan efek penenang
-
Laxadyne syr 0-0-2
sendok makan : Diberikan pada keadaan konstipasi yang memerlukan Perbaikan
peristaltik
-
Farsorbid 10 mg 1-1-1 :
terapi dan profilaksis angina pectoris
-
Captopril
2,5mg/8jam/oral
10. Analisa
Data
No
|
Data
Penunjang
|
Masalah
Keperawatan
|
1.
|
DS :
-
Klien mengeluh nyeri
-
Nyeri saat klien
banyak bergerak
-
Nyeri dirasakan
seperti tertekan
-
Di daerah dada
-
Nyeri hilang timbul
dengan durasi 60 detik
DO :
-
Klien nyeri dengan skala
sedang (5)
-
Ekspresi klien nampak
meringis
-
Wajah klien pucat
-
Hasil EKG : Infark
Miokard di V1, V2, V3, V4 (Anteroseptal)
-
TTV :
NIBP
: 140/70 MmHg
HR : 70x/menit
Suhu : 36,50C
RR : 30x/menit
|
Nyeri
|
2.
|
DS :
-
Klien nampak lemah
-
Klien
pusing
DO :
-
TTV :
NIBP : 140/70 mmHg
HR : 70 x/ menit
Suhu : 36,5oc
RR : 30 x/ menit
-
CK : 354.40 u/l
-
CK-MB : 25.2 u/l
-
Troponin : 10.76 mg/ml
-
Saturasi 02
: 98 %
-
CRT : 3 detik
-
Hasil EKG : Infark
Miokard di V1, V2, V3, V4 (Anteroseptal)
-
Echo :
Fungsi
sistolik ventrikel kiri menurun, EF : 40%
Dilatasi LV
LVH Eksentrik
Hipokinetik
segmental
MR moderate
Disfungsi
diastolik grade I
|
Penurunan
Curah Jantung
|
3.
|
DS :
-
Klien Mengatakan
sesak
DO :
-
Tampak penggunaan
otot bantu pernapasan
-
Tampak adanya
pernapasan cuping hidung
-
Bunyi napas tambahan
ronchi
-
Pernapasan cepat (RR
: 30x/menit)
|
Gangguan
Pertukaran Gas
|
4.
|
DS
:
-
Klien mengatakan
tubuhnya lemah
-
Klien mengatakan
pusing saat bangun tidur dan duduk
DO
:
-
Klien tampak
berbaring terus diatas tempat tidur
-
ADL dibantu keluarga
dan perawat
-
TTV :
NIBP : 140/70 mmHg
HR : 70 x/ menit
Suhu : 36,5oc
RR : 30 x/ menit
-
Echo :
Fungsi
sistolik ventrikel kiri menurun, EF : 40%
Dilatasi LV
LVH Eksentrik
Hipokinetik
segmental
MR moderate
Disfungsi
diastolik grade I
-
Bartel Index :
Skor 11
ketergantungan Sedang
|
Intoleransi
Aktivitas
|
11.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa Keperawatan Prioritas
|
Tgl Ditemukan
|
I
|
Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
|
15-03-2016
|
II
|
Penurunan curah
jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama jantung
|
15-03-2016
|
III
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan difusi
alveoli terganggu
|
15-03-2016
|
IV
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai O2
|
15-03-2016
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini, penulis membandingkan antara teori
pada BAB II dengan asuhan
keperawatan pada Ny ”H” dengan (ST
Elevasi Miokard Infark) yang dilaksanakan selama 5 hari, mulai dari tanggal 15
– 19 Maret
2016 di Cardiovskuler Care Unit.
Pembahasan meliputi uraian pelaksanaan Asuhan keperawatan pada pasien Ny ”H” dengan (ST
Elevasi Miokard Infark) di Cardiovaskuler Care Unit RSWS sesuai tiap fase dalam proses keperawatan
yang meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi serta dilengkapi pembahasan dokumentasi keperawatan.
A.
Pengkajian
Pada tahap
pembahasan pengkajian ini penulis membandingkan antara teori pengkajian menurut
Dongoes (2002) dengan data hasil pengkajian pada Ny ”H” dengan (ST
Elevasi Miokard Infark). Untuk memperoleh data tersebut, penulis melakukan pengkajian kepada
pasien, keluarga, melakukan pemeriksaan fisik observasi serta dari mempelajari
status pasien (medical record).
Data yang dikaji sesuai dengan Data dasar pengkajian menurut Doengoes
(2002), pengkajian pada klien dengan STEMI yaitu meliputi identitas pasien,
riwayat kesehatan pasien dan keluarga, pola kebiasaan sehari-hari. Pada kasus
nyata ditemukan tanda dan gejala yaitu, pasien nyeri dada, pasien sesak nafas, pasien mudah
lelah dan pasien hanya beraktivitas di tempat tidur, semua ADL dibantu, pusing, bunyi nafas tambahan (ronchi).
1. Data yang sesuai dengan Doengoes
(2002) tapi tidak muncul pada pasien Ny “H”
mual
dan muntah
2. Pada tahap
pengkajian penulis tidak menemukan hambatan yang berarti dikarenakan pasien dan
keluarga cukup kooperatif.
B.
Diagnosa
keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan iskemia
miokard akibat sumbatan arteri koroner
2.
Penurunan
curah jantung
Menurut
Doengoes (2002).Keadaan pompa darah oleh jantung yang tidak adekuat untuk
mencapai kebutuhan metabolism tubuh. Diagnosa ini muncul berdasarkan didapatkan
TD 140/70 mmHg
3.
Gangguan
pertukuran gas
Menurut
Doengoes (2002). Menurut Doengoes (2002) Gangguan
pertukaran gas adalah kelebihan dan kekurangan oksigen dan/ atau eliminasi
karbondioksida di membrane kapiler-alveolar. Gagal
nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen
dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Diagnosa ini muncul berdasarakan keluhan yang
didapat pada ssat pengakjian yaitu, sesak napas menggunakan otot bantu
pernapasan, pernapasan
cuping hidung.
4.
Intoleransi
aktivitas
Menurut
Doengoes (2002) intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan. Dan diagnosa ini muncul berdasarkan keluhan pasien yang
mengatakan aktivitasnya terbatas dan semua ADL dibantu keluarga dan perawat.
C. Intervensi/perencanaan
Dalam
kegiatan tahap perencanaan ini adalah penentuan prioritas masalah. Dalam penetuan prioritas, penulis
menetukan berdasarkan teori Hirarki Maslow dan dan masalah yang mengancam jiwa
pasien diprioritaskan terlebih dahulu. Penentuan
prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang
bersamaan. Perencanaan pada masing-masing diagnosa untuk tujuan disesuaikan
dengan teori yang ada, dan lebih banyak melihat dari kondisi pasien, keadaan
tempat/ruangan dan sumber daya
dari tim kesehatan. Pada penetuan kriteria waktu, penulis juga menetapkan
berdasarkan kondisi pasien, ruangan sehingga penulis berharap tujuan yang sudah
disusun dan telah ditetapkan dapat tercapai.
Adapaun
pembahasan perencanaan kepada pasien Ny “H”
dengan STEMI (ST Elevation Miocard Infarct), sesuai prioritas diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Dalam menyusun perencanaan pada pasien Ny “H” penulis tidak mengalami hambatan
yang berarti.
1.
Nyeri akut berhubungan dengan iskemia
miokard akibat sumbatan arteri koroner
a.
Kaji tingkat nyeri klien
b.
Observasi tanda- tanda vital dan
keluhan klien
c.
Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
d.
Pertahankan tirah baring selama fase
akut
e.
Berikan obat sesuai indikasi
(analgetik)
2.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik
miokard
a.
Observasi
TTV
b.
Pantau
haluaran urine, catat jumlah dan kepekatan
c.
Berikan
istirahat dengan tirah baring optimal
d.
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
e.
Observasi
ulang seri EKG
f.
Pantau
data laboratorium :contoh enzim jantung, GDA, elektrolit
g.
Berikan
obat sesuai indikasi (Diuretik, digoxin, vasodilator, antikoagulan).
3.
Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan difusi alveoli
terganggu
a. Kaji
frekuensi, kedalaman pernapasan ekspansi
dada termasuk penggunaan otot bantu pernapasan
b. Auskultasi
bunyi napas dan catat ada bunyi napas tambahan
c. Pertahankan
oksigen aliran rendah dengan O2 nasal .
d. Pertahankan posisi duduk atau tirah baring dengan bagian
kepala ditinggikan 20-30
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
a. Kaji
kemampuan secara fungsional
b. Kaji kemampuan beraktivitas
c. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan
d. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan klien
e. Libatkan keluarga dalam perawatan klien
D. Implementasi/pelaksanaan
Pada tahap
pelaksanaan ini, pada dasarnya disesuaikan dengan susunan perencanaan, dengan
maksud agar semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis melibatkan pasien, keluarga dan
tim kesehatan lain sehingga dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Dalam pelaksanaan penulis juga melakukan tindakan
secara mandiri, melakukan kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainya.
Dalam hal ini penulis mengalami faktor penghambat, dokter yang menangani pasien Ny “H” sulit dicari dan untuk melakukan
konsultasi. Faktor pendukung pasien, keluarga dan tim kesehatan lain mudah
untuk dilakukan kerjasama. Dalam hal hubungan baik antara pasien, keluarga dan
tim kesehatan lain mempermudah untuk penyembuhan pasien. Adapun pembahasan
pelaksanaan dari masing-masing diagnosa yang telah tersusun adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat
sumbatan arteri koroner
a.
Kaji
tingkat nyeri klien
Hasil : klien nyeri skala sedang (5) dengan keluhan saat
klien banyak bergerak, nyeri seperti tertekan didaerah dada hilang timbul
dengan durasi 60 detik
b.
Observasi
tanda-tanda vital dan keluhan klien
Hasil : NIBP : 140/70 mmHg Suhu : 36,50C
HR : 70x/menit RR : 26x/menit
c.
Ajarkan
teknik relaksasi dan distraksi
Hasil : klien mengerti dan memperagakan teknik relaksasi
dan distraksi yang diajarkan perawat
d.
Pertahankan
tirah baring selama fase akut
Hasil : klien bedrest total
e.
Berikan
obat sesuai indikasi (analgetik)
Hasil : Cedocard 0,5 g/jam/syringe pump
2. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik jantung.
a.
Observasi TTV
Hasil
: NIBP : 140/70 mmHg Suhu :
36,50C
HR : 70x/menit RR : 26x/menit
b.
Pantau haluaran urine, catat jumlah dan
kepekatan
Hasil
: ± 300 ml, warna urine pekat
c.
Berikan istirahat dengan tirah baring
optimal
Hasil
: klien telah diberi posisi semi fowler dan klien mengatakan merasa lebih
nyaman dengan posisi tersebut
d.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Hasil: Terpasang O2
3 liter/menit
e.
Observasi ulang seri EKG
Hasil : Miokard Infark Anteroseptal
f.
Pantau data
laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit.
Hasil : -
g. Berikan
obat sesuai indikasi (Diuretik, digoxin, vasodilator, antikoagulan
Hasil
: Aspilet 80 mg/ 1 tab oral, Clopidogrel 75 mg/ 1 tab oral, Alprazolam 0,5 mg/
1 tab oral, Anixtra III 2,5 mg subkutan
3.
Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan difusi alveoli
terganggu
a.
Kaji frekuensi dan kedalaman
pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan
Hasil : Pernapasan dangkal, RR = 26x/menit
b.
Auskultasi bunyi napas dan catat ada bunyi
napas tambahan
Hasil : bunyi napas tambahan ronchi
c.
Pertahankan
posisi duduk atau tirah baring dengan bagian kepala di tinggikan 20 – 30
Hasil : Klien telah diberi posisi semi
fowler dan klien mengatakan merasa lebih nyaman dengan posisi tersebut.
d.
Tatalaksana
oksigen sesuai indikasi
Hasil: Terpasang O2 3
liter/menit
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
a.
Kaji kemampuan secara fungsional
Hasil
: keadaan umum lemah
b.
Kaji
kemampuan beraktivitas
Hasil
: aktivitas klien (makan, minum, dll) masih dibantu oleh keluarga dan perawat
c.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan
Hasil
: perawat memandikan klien
d.
Dekatkan
peralatan yang dibutuhkan klien
Hasil
: Peralatan
yang dibutuhkan klien dapat dijangkau
e.
Libatkan
keluarga dalam perawatan klien
Hasil : Keluarga dilibatkan dalam proses perawatan klien
E. Evaluasi
Pada evaluasi penulis mengukur tindakan yang telah
dilaksanakan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi disesuaikan dengan kriteria penilaian yang
telah ditetapkan dan waktu yang telah ditentukan pada tujuan keperawatan. Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya.
Hasil evaluasi dari kelima diagnosa
keperawatan pada kasus
Ny ”H”
dengan diagnose ST Elevation
Miocard Infarct
(STEMI
) empat diagnosa
aktual sudah teratasi.
F. Dokumentasi
Penulis melaksanakan
asuhan keperawatan dengan meggunakan pendekatan proses keperawatan pada
pasien Ny “H” dalam studi
kasus ini penulis telah mendokumentasikan secara lengkap mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi lembar catatan perkembangan yang
ada pada status pasien
dan dengan dan pada
format yang telah disediakan dari akademik menggunakan model “SOAP”
pada setiap
pergantian shift yang berfungsi untuk komunikasi dengan perawat lainnya.
Pendokumentasian dilaksanakan selama proses keperawatan pada pasien.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan proses keperawatan selama 5 hari mulai tanggal 15 – 19 Maret 2016 pada Ny ’’H’’ dengan gangguan Cardiovaskuler “STEMI” di RSWS Makassar, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pengkajian yang dilakukan meliputi pengumpulan
data, analisa data dengan cara observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik secara komprehensif dilakukan pada Ny ’’H’’, meliputi data
Biodata, alasan masuk dan lingkungan dan data aspek medis.
2.
Pada kasus Ny ‘’H’’ penulis menemukan empat diagnosa
3.
Penulis membuat perencanaan sesuai dengan diagnose atau kondisi klien pada saat itu. Adapun tujuan yang
ingin di capai dari perencanaan adalah tidak nyeri tidak terjadi penurunan curah jantung dan
gangguan pola napas serta intoleransi aktivitas.
4.
Dalam tahap implementasi penulis menerapkan pengetahuan dan keterampilannya berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan. Keberhasilan dari proses ini juga karena adanya dukungan aktif dari klien sehingga mempermudah penulis dalam melakukan tindakan keperawatan.
5.
Setelah melakukan tindakan keperawatan dilakukan, maka dilakukan evaluasi sesuai dengan waktu dan perencanaan. Empat diagnosa teratasi.
6.
Hasil kegiatan yang telah dilakukan didokumentasikan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan asuhan keperawatan untuk mempermudah perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.
B.
Saran
1.
Dalam asuhan keperawatan dibutuhkan perhatian yang besar dari petugas pelayanan keperawatan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
2.
Untuk memberikan hasil yang optimal dalam melakukan perawatan klien dengan gangguan kardiovaskuler diperlukan kerjasama yang baik antara dokter, perawat dan petugas medis lainnya. Sehingga masalah klien dapat ditangani secara komprehensif sehingga tujuan dari asuhan keperawatan dapat tercapai.
3.
Didalam melakukan evaluasi harus sesuai dengan perencanaan yang dibuat dan setelah melakukan tindakan keperawatan alangkah baiknya dilakukan evaluasi agar dapat mengetahui perkembangan klien secar amenyeluruh.
4.
Pendokumentasian hendaknya ditulis setelah melakukan tindakan keperawatan agar menjadi bukti bahwa perawat benar-benar melakukan asuhan keperawatan pada klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Andrianto, Petrus. 2008. Penuntun
Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta
Arief
Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Kardivaskular.
Salemba Medika; Jakarta.
Doenges, M.E 2002. RencanaAsuhanKeperawatan.Edisi
3. Jaarta : EGC
Ganong F
William. 2003. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 20. EGC; Jakarta.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Cetakan I. EGC; Jakarta
Price &
Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume I. EGC; Jakarta.
Rochmawati. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit
Pelni Jakarta.
Smeltzer
Bare. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8. EGC; Jakarta.
Yulianti. 2012. Gambaran kualitas hidup pasien Acute
Coronary Syndrome di Poliklinik jantung Rumah Sakit Al Islam Bandung.
No comments:
Post a Comment