DAFTAR
ISI
·
Bab.1
A. Konsep
Dasar Umum
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi
Klinik
d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan
Penunjanng
f. Penatalaksanaan
g. Patofladiogram
perubahan terhadap KDM
·
Bab. II
B. Konsep
Dasar Keperawatan
a. Pengkajian
b. Diagnose
Keperawatan
c. Intervensi
dan Implementasi keperawatan
d. Evaluasi
Daftar
Pustaka
Bab.
1
A. Konsep
Dasar Umum
a. Definisi
Anemia
adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (HB) atau
hematokrit (HT) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu status penyakit atau
perubahan fungsi tubuh. Terdapat banyak perbedaan jenis anemia. Beberapa
menyebabkan ketidak adekuatan pembentukan sel sel darah merah ( eritropoiesis);
SDM prematur atau penghancuran SDM yang berlebihan (hemolisi); kehilangan darah(
penyebab yang paling umum ) (brunner dan suddarth,2000,Hal :22)
1. Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi
mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah
yang hipokrom dan mikrositer.
2.
Anemia
Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan
pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
3.
Anemia
Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat
hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun,
radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta
gen.
4.
Anemia
Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh
infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.
Klasifikasi
anemia berdasarkan ukuran sel
1.
Anemia
mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia
(gangguan Hb)
2.
Anemia
normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti
gangguan ginjal.
3.
Anemia
makrositik : penyebab utama yaitu anemia
pernisiosa,
anemia akibat konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
b. Etiologi
Secara garis besar, anemia dapat
disebabkan karena :
1. Peningkatan destruksi eritrosit,
contohnya pada penyakit : gangguan sistem imun.
2. Penurunan produksi eritrosit, contohnya
pada penyakit anemia aplastik, kekurangan nutrisi.
3. Kehilangan darah dalam jumlah besar,
contohya akibat perdarahan akut, perdarahan kronis, menstruasi, ulser kronis
dan trauma.
Dan
juga, penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah merah karena
kegagalan dari sumsum tulang, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada
gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan
menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia
perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia
akut yang terjadi adalah sebaliknya. Pasien yang menderita anemia kronis lebih
dapat mentolerir tindakan bedah dibandingkan dengan penderita anemia akut.
Faktor penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan untuk penderita anemia
terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk menganggkut oksigen, dan pada
beberapa kasus, mengenai kecendrungan rusaknya mekanisme pertahanan selular.(
Pedersen, G. W 1996, Hal : 114 ).
c. Manifestasi
Klinik
o Kelemahan otot
o Mudah lelah
o Sering beristirahat
o Napas pendek
o Kulit pucat
o Sakit kepala
o Pusing
o Peka rangsang
o Proses berpikir lambat
o Depresi
Meurut
harirson ( 1999, Hal : 56) Presentase klinis dari pasien yang anemik bergantung
pada penyakit yang mendasarinya, demikian juga dengan keparahan serta
kronisitasnya anemia. Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui
prinsip-prinsip patofisologik, sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili
penyesuaian kardiovaskuler dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa
sel darah merah.
Derajat
saat gejala-gejala timbul pada pasien anemik tergantung pada beberapa faktor
pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk
berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang
lebih jelas dari pada jika anemia dengan derajat kesakitan yang sama, yang
timbul secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya penyakit
vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau
leukeumia serebral sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.
d. Patofisiologi
Menurut
Wiwik, h., & Hariwibowo, A. S (2008, hal : 92) patofisiologi pada klien
anemia ialah timbulnya anemia
mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi. Pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem
retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan
dari proses tersebut, billirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki
aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus
ginjal dan ke dalam urine.
Pada
dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut (1)Anoksia organ target karena berkurangnya
jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan. (2)Mekanisme
kompensasi terhadap anemia.
e. Pemeriksaan
Penunjang
Menurut
wiwik, H., &Hariwibowo,A. S (2008, Hal : 41) pemeriksaan laboratorium pada
klien dengan anemia adalah sebagai berikut.
a.
Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
1)
Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini,
dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
2)
Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahuikelainan pada sistem
leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah
(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
3)
Pemriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar
kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitifmeskipun ada beberapa kasus
yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
4)
Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikkerjakan jika telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi
dugaan diagnosis tersebut pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
a)
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
b)
Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12.
c)
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
d)
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
b.
Pemeriksaan laboratorium nonhematogolis meliputi
1)
Faal ginjal
2)
Faal endokrin
3)
Asam urat
4)
Faal hati
5)
Biakan kuman
c.
Pemeriksaan penunjang lainnya, pada bebrapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
1)
Biopsy kelenjar uang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
2)
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
3)
Pemeriksaan sitogenetik.
f. Penatalaksanaan
Ø Penatalaksanaan
Utama: Koreksi berdasarkan Penyebab Masalah
Kehilangan banyak darah: Pemberian
Transfusi darah
Ø Masalah
Nutrisi: Di berikan Peningkatan Intake zat Besi dari Makanan ataupun Suplemen (
Hb < 11,3, Ht < 34%)
Ø Pemberian
Suplemen asam askorbat (membantu absorbsi Fe)
Adapun bentuk-bentuk penatalaksanaan
terapi :
a.
Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
b.
Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efesien.
Jenis-jenis
terapi yang dapat diberikan adalah
a.
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus
segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang
dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b.
Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini bergantung pada jenis anemia
yang di jumpai, misalnya preperat besi untuk anemia defesiensi besi.
c.
Terapi kausal, terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar
yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defesiensi besi yang disebabkan
oleh infeksi cacing-cacing tambang.
d.
Terapi ex-juvantivus (empires) terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis
dapat dipastikan jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan.
Terapi. Terapi ini hanya dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang
mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan
ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak
terdapat respon, maka harus dilakukan evaluasi kembali. (Wiwik,h.,&Hariwibowo,A.S(2008,
hal:42).
Bab.
2
B. Konsep
Dasar Keperawatan
a. Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala
: keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk
tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda :
takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik
diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis;
perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung
berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda : TD ;
peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar;
hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik
(DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva,
mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat
tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau
kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi
kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB).
Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
c.
Integritas ego
Tanda :
keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan
transfuse darah.
Gejala
: depresi.
d.
Eleminasi
Gejala : riwayat
piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis,
feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran
urine
Tanda
; distensi abdomen.
e.
Makanan/cairan
Penurunan masukan diet,
masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri
mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala,
berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia,
penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk,
kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik,
AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis
(AP).
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala
: nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h.
Pernapasan
Gejala : riwayat TB,
abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea,
ortopnea, dan dispnea.
i.
Seksualitas
Gejala :
perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang
libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
b. Diagnose
Keperawatan
Adapun diagnosa
keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia mernurut doengoes (1999)
ialah sebagai berikut :
a. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
b. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
c. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
d.
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
e. Konstipasi
atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
f. Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
g. Kurang
pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi
& Implementasi Keperawatan
Perencanaan
dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun perencanaan
menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut :
a.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan :
peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
– menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar
kuku. Rasional : memberikan
informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan
kebutuhan intervensi.
Intervensi
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi. Rasional : meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan :
kontraindikasi bila ada hipotensi.
Intervensi
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi
bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. Rasional
: dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional : iskemia seluler mempengaruhi
jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi
Hindari penggunaan botol penghangat atau
botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan
oksigen.
Intervensi
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai
indikasi. Rasional :
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi. Rasional : memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan :
dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria
hasil : – melaporkan peningkatan toleransi
aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda
intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam
rentang normal.
Intervensi
Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan.
Intervensi
Kaji kehilangan atau gangguan
keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi
vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah aktivitas. Rasional :
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di
indikasikan. Rasional : meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru.
Intervensi
Gunakan teknik menghemat energi,
anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan :
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan
berat badan dengan nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal
nutrisi. - Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. Rasional : mengidentifikasi defisiensi,
memudahkan intervensi.
Intervensi
Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
Intervensi
Timbang berat badan setiap hari. Rasional
: mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Intervensi
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu
makan. Rasional : menurunkan
kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Intervensi
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang
berhubungan. Rasional : gejala GI
dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
d.
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist. Intervensi
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat
local, eritema, ekskoriasi. Rasional :
kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan
dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Intervensi
Reposisi secara periodic dan pijat
permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan sirkulasi
kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi
Anjurkan pemukaan kulit kering dan
bersih. Batasi penggunaan sabun. Rasional
: area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara
berlebihan.
Intervensi
Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi
jaringan, mencegah stasis.
Intervensi
Gunakan alat pelindung, misalnya kulit
domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal
sesuai indikasi. (kolaborasi) Rasional :
menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.
e. Konstipasi atau Diare berhubungan
dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi
obat.
Tujuan :
membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria
hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola
hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi
Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan
intervensi yang tepat.
Intervensi
Auskultasi bunyi usus. Rasional :
bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Intervensi
Awasi intake dan output (makanan dan
cairan). Rasional : dapat
mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam
pengidentifikasi defisiensi diet.
Intervensi
Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari
dalam toleransi jantung. Rasional :
membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu
memperthankan status hidrasi pada diare.
hindari makanan yang
membentuk gas. Rasional : menurunkan
distress gastric dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal dengan
sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Intervensi
Lakukan perawatan perianal setiap
defekasi bila terjadi diare. Rasional :
mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi
Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang
dengan tinggi serat dan bulk. Rasional :
serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang
bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Intervensi
Berikan pelembek feses, stimulant
ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan.
(kolaborasi) Rasional : mempermudah
defekasi bila konstipasi terjadi.
Intervensi
Berikan obat antidiare, misalnya
Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air,
misalnya Metamucil. (kolaborasi). Rasional
: menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .
f.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak
terjadi.
Kriteria
hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan
risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau
eritema, dan demam.
Intervensi
Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh
pemberi perawatan dan pasien. Rasional
: mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan
anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional : menurunkan risiko
kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua
segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi
: Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional
: membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah
pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan. Rasional : membatasi pemajanan pada
bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
respons imun sangat terganggu.
Intervensi
Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam. Rasional : adanya proses
inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Intervensi
Amati eritema/cairan luka. Rasional :
indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila
granulosit tertekan.
Intervensi
Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : membedakan adanya infeksi,
mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
Intervensi
Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi). Rasional : mungkin digunakan secara
propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi
local.
g.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan
: pasien mengerti dan memahami tentang
penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria
hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses
penyakit dan penatalaksanaan penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi
Berikan informasi tentang anemia
spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya
anemia. Rasional : memberikan dasar
pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi
Tinjau tujuan dan persiapan untuk
pemeriksaan diagnostic. Rasional :
ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya
meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi
Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya. Rasional :
megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Intervensi
Berikan penjelasan pada klien tentang
penyakitnya dan kondisinya sekarang. Rasional
: dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Intervensi
Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet makanan nya. Rasional
: diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Intervensi
Minta klien dan keluarga mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan. Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
o
Implementasi
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien,
teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien (Hidayat, A, 2008. hal; 122).
d.Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria
hasil (Hidayat, A,
2008. hal; 124).
Daftar Pustaka
Pedersen,
G. W. (1996) Buku Ajar praktis bedah Mulut. Alih bahasa : drg. Purwanto &
drg Basoeseno. Jakarta : EGC.
Baughman, D. C., & Hckley, J.C. (2000)
Keperawatan medikal-bedah :
buku saku untuk brunner dan suddarth. alih bahasa : yasmin asih. Editor :
Monica Ester. Jakarta : EGC.
Wiwik.
H., & Haribowo, A. S (2008) Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sitem hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Hayes,
P. C., & mackay, T.W. (1997). Buku saku diagnosis dan terapi. Alih bahasa :
devy. H. Jakarta : EGC
Harrison
(1999) prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor edisi bahasa Indonesia :
Asdie, A. H. Jakarta : EGC.
https://zulfiprint19.blogspot.co.id/ 0853 950 120 85
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA, JANGAN LUPA INVITE YAH BBM KU :)
No comments:
Post a Comment