Visitor

Tuesday, February 7, 2017

LAPORAN PENDAHULUAN MEDIS OPERATIF WANITA(KONTRASEPSI TUBEKTOMI)




A.    Definisi
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki). Kontrasepsi mantap ( Kontap ) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap Pria dan Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada wanita dikenal dengan MOW atau tubektomi.
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tuba fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu.

B.     Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus. Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat di uterus.
Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau mengikat. Metode yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring. Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu : laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat, sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak dipakai lagi karena tingginya angka infeksi). Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskopi. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.

C.     Jenis-jenis
1.      Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah (suprapubik) maupun sub umbilical (pada lingkar perut pusat). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan efektif.
2.      Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan atau setelah atau abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.
D.    Keuntungan dan Kerugian
1.      Keuntungan tubektomi
a.       Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak
b.      diperlukan motivasi yang berulang-ulang
c.       Efektivitas hampir 100%
d.      Tidak mempengaruhi libido seksual
e.       Kegagalan dari pihak pasien tidak ada
f.       Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
g.      Tidak bergantung pada faktor senggama
h.      Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko
i.        kesehatan yang serius
j.        Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
k.      Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
l.        Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
m.    produksi hormon ovarium).
2.      Kerugian Tubektomi
a.       Rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah
b.      tindakan
c.       Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan
d.      Klien dapat menyesal dikemudian hari
e.       Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi
f.       umum)
g.      Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
h.      Tindakan
i.        Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)

E.     Manifestasi Klinis
1.      Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
2.      Pucat

F.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
2.      Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca bedah.

G.    Syarat-syarat Kontrasepsi Tubektomi
1.      Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun.
2.      Umur ibu Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
3.      Perkawinan stabil (Keluarga harmonis). Karena perceraian setelah kontap dapat membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
4.      Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Klien diberi kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya ada saat itu juga. Sangat penting karena penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat. Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi psikologis yang prima.
5.      Informed consent Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua risiko dan akibatnya.

H.    Indikasi
Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
1.      Usia > 26 tahun.
2.      Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
3.      Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
4.      Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
5.      Pascapersalinan.
6.      Pascakeguguran.
7.      Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1.      Indikasi medis Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso,2006).
2.      Indikasi obsetri Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
3.      Indikasi genetic Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
4.      Indikasi kontrasepsi Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5.      Indikasi ekonomi Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga.

I.       Kontra Indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
1.      Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai).
2.      Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
3.      Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu
4.      disembuhkan atau dikontrol).
5.      Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
6.      Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
7.      Belum memberikan persetujuan tertulis.

J.       Efek Samping
1.      Reaksi alergi anestesi
Penanggulangan KIE : Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau alergi karena masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian anestesi lokal yang melebihi dosis. Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar atau kecil.
2.      Infeksi atau abses pada luka
Penanggulangan KIE : Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar sterilitasi alat operasi dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya teknik perawatan luka pasca operasi.Gejala ini umumnya terjadi karena kurang diperhatikannya strerilitas alat dan ruangan, kurang sempurnanya persiapan operasi teknik dan perawatan luka pasca operasI
3.      Perforasi rahim
Penanggulangan KIE : Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong terlalu kuat kearah yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi rahim hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada rahim, pasca keguguran). Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
4.      Perlukaan kandung kencing
Penanggulangan KIE : Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya pengosongan kandung kencing. Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
5.      Perlukaan usus
Penanggulangan KIE : Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai prosedur, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit. Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
6.      Perdarahan mesosalping
Penanggulangan KIE : Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di daerah mesosalping.

K.    Komplikasi
1.      Komplikasi selama operasi
a.       Perdarahan dan syok.
b.      Sesak nafas (apnoe).

2.      Komplikasi pasca bedah
a.       Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
b.      Infeksi dan febris.
c.       Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada bekas luka kolpotomi

L.     Pengkajian Fokus
1.      Pengkajian
Dilakukan pada tanggal berapa
a.       Identifikasi pasien dan penanggung jawab
b.      Keluhan utama
Penderita datang pada tanggal, jam, ingin menjadi akseptor KB kontap (tubektomi)
b.      Riwayat KB : Riwayat KB sebelumnya yang digunakan
c.       Riwayat penyakit dahulu : Penyakit keturunan, menular dan berat
d.      Riwayat keluarga : Penyakit keturunan, menular, dan berat
e.       Riwayat haid ; Menarche, lama haid, siklus, banyaknya, dismenorhea, keputihan
f.       Riwayat perkawinan : Umur waktu perkawinan, berapa kali, berapa lama
g.      Riwayat psikososial : Ketidaktahuan ibu tentang kontrasepsi ( tubektomi )
h.      Kebiasaan sehari – hari
i.        Nutrisi, eliminasi, PH, istirahat, tidur, spiritual
j.        Pemeriksaan fisik
1)      System kardiovaskular : untuk mengetahui tanda – tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, edema, dan kelainan bunyi jantung
2)      System hematologi : untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan perdarahan, mimisan, splenomegali.
3)      System urogenital : ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
4)      System musculoskeletal : untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakan, sakit pada tulang sendi, dan terdapat fraktur atau tidak.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder terhadap nyeri.
c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
d.      Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
3.      Intervensi Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil : Tampak rileks dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi :
1)      Kaji skala nyeri, lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : Mengetahui sejauh mana nyeri yang dirasakan klien  guna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2)      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler dapat merelaksasikan otot-otot  sehingga sensasi nyeri dapat berkuran
3)      Berikan aktivitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi.
4)      Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika
Rasional : Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
Tujuan : Toleransi aktivitas
Kriteria hasil : Klien dapat bergerak tanpa pembatasan, Tidak berhati-hati dalam bergerak.
Intervensi
1)      Catat respon emosi terhadap mobilisasi.
Rasional : Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
2)      Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Untuk mengurangi beban klien.
3)      Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Rasional : Memperbaiki mekanika tubuh.
4)      Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional : Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan
c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi :
1)      Ukur tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mendeteksi adanya tanda infeksi.
2)      Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah.
3)      Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik. Rasional : Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4)      Observasi luka insisi.
Rasional : deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka
d.      Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Tujuan : Mengurangi kecemasan.
Kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda kecemasan.
Intervensi :
1)      Dorong klien untuk mengekspresikan masalah dan rasa khawatir.
Rasional : Komunikasi terbuka, membantu mengembangkan hubungan saling percaya sehingga mengurangi stress dan anxietas
2)      Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan anxietas.
Rasional : penurunan anxietas menurunkan sekresi asam klorida
3)      Ajarkan strategi penatalaksanaan stress.
Rasional : Stressor diidentifikasi sebelum dapat diselesaikan

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2005, Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC.
Prawirohardjo, S, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka.
BKKBN, 2012, Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan, Jakarta, BKKBN.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Ed 3. Jakarta : EGC.
Nanda. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : prima Medika.

INI TUGAS SAYA SEWAKTU STUDY NERS, SEMOGA BERMANFAAT BUAT STUDY ANDA :)

No comments:

Post a Comment