Visitor

Sunday, February 5, 2017

MAKALAH Rubor (Kemerahan) "KEPERAWATAN"




Radang (Inflamasi)

A.   Definisi Radang
Radang atau inflamasi  adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003). Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Kumala et al., 1998; Mitchel & Cotran, 2003).
Pada saat respon radang meliputi suatu  perangkat kompleks berbagai kejadian yang sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut. Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan, memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan mengatur respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang, dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel & Cotran, 2003).
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas (kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus peradangan. (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).



B.   Tanda-Tanda Radang
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini (Tabel 1) masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).

1.       Rubor
    Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
    Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan. Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.
     Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.

2.     Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari  37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

3.     Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

4.     Tumor
            Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

5.     Functio Laesa
            Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995)

a.      Contoh :
                             Cedera olaraga yang menimbulkan  respon tubuh yang di tandai     dengan    tanda – tanda radang
            Dalam aktifitas olahraga pasti ada peristiwa dimana atlet mengalami cedera atau waktu latihan. Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome ( Sindrom Pemakaian Berlebihan ). Trauma aku adalah suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak, seperti robekkan ligament, otot, tendo, atau terkilir, atau bahkan patah tulang. Cedera akut biasanya memerlukan pertolongan profesional. Sindrem pemakaian berlebihan sering dialami oleh atlet, bermula dari adanya kekuatan yang sedikit berlebihan, namun berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Sindrom ini kadang memberikan respon yang baik dengan pengobatan sendiri.

Cedera olahraga seringkali direspon oleh tubuh dengan tanda radang yang terdiri atas :
  1. rubor ( merah )
  2. tumor ( benkak )
  3. kalor ( panas )
  4. dolor ( nyeri )
  5. dan functiolaesa ( penurunan fungsi )
            Pembuluh darah dilokasi cedera akan melebar (vasodilatasi) dengan maksud untuk mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam rangka mendukung penyembuhan. Pelebaran pembuluh darah inilah yang mengakibatkan lokasi cedera terlihat lebih merah ( rubor ). Cairan darah yang banyak dikirm kelokasi cedera akan merembes keluar dari kapiler menuju ruang antar sel, dan menyebabkan bengkak ( tumor ). Dengan dukungan banyak nutrisi dan oksigen, metabolisme di lokasi cedera akan meningkat dengan sisa metabolisme berupa panas. Kondisi inilah yang menyebabkan lokasi cedera akan lebih panas ( kalor )dibanding dengan kondisi lain. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsangujung saraf dilokasi cedera dan menimbulkan nyeri ( dolor ). Rasa nyeri juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan dilokasi cedera. Baik rubor, tumor, kalor, maupun dolor akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi cedera yang dikenal dengan istilah functiolaesa. Mengacu pada tanda-tanda radang inilah maka pada cedera akut, penanganan yang disarankan adalah Rest, Ice, Compression, and Elevation ( RICE ). 

                Cedera olahraga dapat di klasifikasikan sebagai cedera ringan apabila robekan yang terjadi hanya dapat dilihat dibawah microskop, dengan keluhan minimal, dan tidak mengganggu penampilan secara berarti. Contoh yang dapat dilihat adalah memar, lecet, dan sprain ringan. Cedera sedang ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata nyeri, bengkak, kemerahan, panas dan ada gangguan fungsi. Tanda radang seperti tumor, rubor, kalor, dolor dan functiolaesa terllihat nyata secara keseluruhan atau sebagian. Contoh dari cedera ini adalah robeknya otot, tendo, serta ligament secara parsial. Pada cedera berat terjadi robekkan total atau hampir total, dan bisa juga terjadi patah tulang. Cedera ini membutuhkan istirahat total, pengobatan intensif atau bahkan operasi.



DAFTAR PUSTAKA

1
.Kholilah. Mekanisme demam. <30 Januari 2009> http:/?kholilahpunya.wordpress.com/2009/01/30/86. <11 Maret 2010>.
2.https://zulfiprint19.blogspot.co.id
3.Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Ed 1. Jakarta: Salemba Medika, 2005: 433-442.
4.Nasution MI, Rasyid LU. Mikrobiologi umum. Medan: USU Press, 2009: 194-200.

  TERIMA KASIH TELAH MEMBACA REFERENSI KAMI... JANGAN LEWATKAN REFERENSI YG LAINNYA !!! JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR YAH SAY :)

No comments:

Post a Comment