KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunianya sehingga kami dapat manyelesaikan tugas ini tanpa
ada hambatan suatu apapun, baik dari segi fisik maupun mental.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
tugas ini belum cukup akurat dan belum sesuai dengan tuntutan yang dimaksud,
karena mungkin kurangnya referensi yang didapatkan serta merupakan Kodrat kami
sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan.
Adapun tujuan umum dari pembuatan
laporan pendahuluan ini adalah untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan Ifeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), serta mengetahui lebih jauh hal-hal yang terdapat dalam
konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan yang berhubungan langsung
dengan ISPA.
.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul................................................................................................ i
Kata
Pengantar................................................................................................ ii
Daftar
Isi......................................................................................................... iii
KONSEP
DASAR MEDIS
A.
Defenisi
B. Etiologi
C.
Patofisiologi
D. Manifestasi
Klinik
E. Diagnostik
Tes
F. Penatalaksanaan
Medis (Termasuk Intervensi Farmakologis)
G. Komplikasi
H. Prognosis
(Kemungkinan Sembuh atau Tidak)
KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
2.
Diagnosa Keperawatan
3.
Patofisiologi Penyimpangan KDM ISPA
4.
Intervensi Keperawatan
DAFTAR
PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA)
I.
KONSEP
DASAR MEDIS
A. Defenisi
Infeksi
saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi
jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan
pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi
saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA
merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan
akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi
adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ
mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan
paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
Infeksi akut
adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA merupakan kepanjangan
dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984
setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan
padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran
nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan,
influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang
bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah
Pneumonia.(WHO)
B.
Etiologi
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan
kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai
etiologi.Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan
jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan
Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004).
Untuk golongan
virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di
dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus
campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab
terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran
nafas bagian atas.Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya
terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.Pada
bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih
banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah.
(Siregar dan Maulany, 95).
1.
Virus Utama
:
ISPA atas :
Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
ISPA bawah :
RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama:
Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus.
3. Pada
neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.
Faktor-faktor resiko
yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang
sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan,
namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit
ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia
kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori
Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling
mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985).
Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga
menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan
imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa
imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam
mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen
vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat
berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama
pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel
yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi
bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI
dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak
yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch
et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga
yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA
meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar
rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk
mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada
siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di
wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran
udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan
kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa
SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran
tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak
menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara
sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah
yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
C.
Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika
refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan
tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang
berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut
terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas
atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah
(Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama
dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan
klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1.
Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi
penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2.
Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
3.
Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala
penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4.
Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu
dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
D.
Manifestasi
Klinik
Penyakit ini
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi
menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
I.
Tanda-tanda ISPA
Pada
umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernapasan dan mungkin meninggal.Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan
yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda
bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
Tanda-tanda klinis :
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau
hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris :
Hypoxemia,
Hypercapnia dan
Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda
bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
II.
Gejala ISPA
Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
a.
Batuk
b.
Serak, yaitu
anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu
berbicara atau menangis)
c.
Pilek, yaitu
mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d.
Panas atau
demam, suhu badan lebih dari 37oC
Gejala dari
ISPA Sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a.
Pernafasan
cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang
dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2
bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12
bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
b.
Suhu lebih
dari 390C (diukur dengan termometer)
c.
Tenggorokan
berwarna merah
d.
Timbul
bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e.
Telinga
sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f.
Pernafasan
berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
Gejala dari ISPA Berat
Seseorang dinyatakan menderita
ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a.
Bibir atau
kulit membiru
b.
Anak tidak
sadar atau kesadaran menurun
c.
Pernafasan
berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d.
Sela iga
tertarik kedalam pada waktu bernafas
e.
Nadi cepat
lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f.
Tenggorokan
berwarna merah
III.
Tanda-tanda bahaya ISPA
a.
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak
teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara
napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah
terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak
E.
Diagnostik
Tes
Pengkajian
terutama pada jalan nafas:
Fokus utama
pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
a.
Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam
yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.
c.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba
berhenti disertai dengan adanya bersin.
d.
Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan
kedalaman pernafasan.
e.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang
biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas
wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi dari sputum
f.
Riwayat kesehatan:
§ Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
§ Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
§ Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti
yang dialaminya sekarang)
§ Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien)
§ Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a.
pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang
didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
b.
Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju
endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
c.
Pemeriksaan foto thoraks jika diperlu
F.
Penatalaksanaan
Medis (Termasuk Intervensi Farmakologis)
Pengobatan pada ISPA meliputi :
1. ISPA Berat :
dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri
oksigen dan sebagainya
2. ISPA sedang
: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika
terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3. ISPA ringan
: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk
dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss
dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.
Untuk perawatan ISPA dirumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang
ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
§ Mengatasi panas (demam)
Untuk anak
usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
§ Mengatasi batuk
Dianjurkan
memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
§ Pemberian makanan
Berikan
makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
§ Pemberian minuman
Usahakan
pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita.
§ Lain-lain
Tidak
dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih
parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi
cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.Dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
G.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba
eusthacii dan penyebaran infeksi.
a. Sinusitis
paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi
pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum
tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan
nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering
menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi
(pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang
timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral
ataupun bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang
faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya
komplikasi sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan
antibiotik.
b. Penutupan
tuba eusthachii
Tuba
eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung
kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada
anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang
menyebabkan kejang demam.
Anak
sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya
yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan
biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam,
gelisah, juga disertai muntah atau diare.Karena bayi yang menderita batuk pilek
sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya
OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya
bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan
tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah
membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering
dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a) Tuba
eustachii pendek, lebar dan lurus
hingga merintangi penyaluran sekret.
b) Posisi bayi
anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga
merintangi penyaluran sekret.
c) Hipertrofi
kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat
berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).
c. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis,
trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.
H. Prognosis (Kemungkinan Sembuh atau Tidak)
Jika
penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun, jika penanganan
lambat dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi yang menyebabkan prognosis
buruk. Penyakit ini sebenarnya
merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak
terjadi invlasi kuman lainnya.
II.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
· Kelemahan, kelelelahan
· Insomnia
Tanda ;
· Letargi
· Penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis
Tanda :takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat
3. Integritas Ego
Gejala :
· Banyakya stressor, masalah finansial
4. Makanan/Cairan
Gejala :
· Kehilangan nafsu makan,mual/muntah
Tanda :
· ]Distensi abdomen
· Hiperaktif bunyi usus
· Kulit kering dengan turgor buruk
· Penampilan kakeksia(malnutrisi)
5. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
·
sakit kepala
·
Nyeri
dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada
subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan
7. Pernafasan
·
Gejala :
·
Riwayat
adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.
·
Tanda :
·
Adanya sputum
atau sekret
·
Perkusi : pekak
di atas area yang konsolidasi
·
Bunyi nafas
:menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronkhial
·
Warna :pucat
atau sianosis bibir/kuku
8. Keamanan
·
Gejala :
·
Demam (mis
:38,5-39,76oC)
·
Tanda :
·
Berkeringat
·
Menggigil
berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela
9. Penyuluhan/Pembelajaran
·
Tanda :
·
Bantuan dengan
perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah
·
Oksigen mungkin
diperlukan, bila ada kondisi pencetus
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses
inflamasi pada saluran pernafasan, aadanya sekret
2.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi,
peningkatan produksi sekret
3.
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit
yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
5.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi
6.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan kehilangan cairan
7.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
8.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia, intake inadekuat
9.
Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
3. Patofisiologi Penyimpangan KDM ISPA
Patofisiologi ISPA pada anak
Fisiologi
Ispa
4. Interfensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, adanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke
paru-paru.
Intervensi:
2. Observasi
tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan
Rasional:
sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
3. Berikan
posisi yang nyaman pada pasien
Rasional :
Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
4. Ciptakan dan
pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
5. Anjurkan
untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
Kolaborasi
·
Pemberian
oksigen
Rasional :
untuk memenuhi kebutuhan oksigen
·
Nebulizer
Rasional:
Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret
·
Pemberian
obat bronchodilator
Rasional:
Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
6. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh
sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan
:Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil :
Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara
napas bersih
Intervensi:
a.
Kaji
bersihan jalan napas klien
Rasional :
Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.
Auskultasi
bunyi napas
Rasional :
Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c.
Berikan
posisi yang nyaman
Rasional :
Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d.
Lakukan
suction sesuai indikasi
Rasional:
membantu mengeluarkan sekret
e.
Anjurkan
keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional:
membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan
f.
Kolaborasi
·
Pemberian
ekspectorant
Rasional :
Untuk mengencerkan dahak
·
Pemberian
antibiotic
Rasional:
Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret
7. Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan
: Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria
Hasil : Nyeri terkontrol
ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, klien
tidak gelisah dan rewel
Intervensi
:
a. Kaji nyeri
yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional:
sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
b.
Anjurkan
keluarga memberikan minum air hangat
Rasional:
Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c.
Berikan
lingkungan yang nyaman
Rasional:
meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
d.
Kolaborasi
·
Pemberian
antibiotik
Rasional:
Mengobati infeksi
·
Pemberian
ekspectoran
Rasional :
Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk
8. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak
Tujuan
:Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping
Kriteria
Hasil :Orang tua
mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak
dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
Intervensi:
a.
Kenali
kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan
Rasional:
Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.
Gali
perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi
Rasional:
Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat mengurangi
kecemasan
c.
Berikan
dukungan sesuai kebutuhan
Rasional:
dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif
b. Anjurkan
kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan
anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat
memantau langsung perkembangan anaknya
c. Jelaskan
terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
Rasional:
Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi kecemasan
1.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh.
KH
: Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Intervensi :
a.
Kaji
peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b.
Observasi
tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat
menentukan perkembangan perawatan selanjutnya.
c.
Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada
daerah dahi dan ketiak
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi
proses konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan
keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral sesuai
indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan
tubuh meningkat.
e.
Anjurkan
keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk
pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
f. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas
2.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan kehilangan cairan
Tujuan
:Volume cairan tetap seimbang
Kriteria
Hasil :Volume cairan tetap
seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, TTV dalam
batas normal
Intervensi
:
a.
Kaji
tanda-tanda dehidrasi
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi
TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya
dehidrasi
c. Anjurkan
orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Jelaskan
kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan
kooperatif orang tua dalam tindakan keperawatan
e. Kolaborasi
pemberian cairan parenteral
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan
: Pola tidur kembali optimal
Kriteria
Hasil
:Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat
tidur, klien nampak segar
Intervensi
:
a. Kaji
gangguan pola tidur yang dialami klien
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan
selanjutnya
b. Ciptakan
lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat
menyebabkan klien tidak nyaman untuk tidur
c. Berikan
bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
d. Kolaborasi
·
Pemberian
obat sedatif
Rasional :membantu klien untuk
istirahat
·
Pemberian
antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
4.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia, intake inadekuat
Tujuan
: Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria
Hasil :
Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang
diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
Intervensi
:
a.
Kaji status
nutrisi klien
Rasional: Sebagai indikator dalam
menentukan intervensi selanjutnya
b. Timbang
berat badan setiap hari
Rasional: Mengetahui perkembangan
terapi
c.
Berikan diet
dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi klien
d. Anjurkan
keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e.
Jelaskan
kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses kesembuhan
Rasional : Peningkatan pengetahuan
mengembangkan kooperatif keluarga dalam pemberian tindakan
f.
Kolaborasi
dengan bagian gizi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi klien sesuai kebutuhan
5.
Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan
: Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria
Hasil :Pengetahuan orang
tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti tentang penyakit
anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat
pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
b.
Jelaskan
pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
c. Bantu orang
tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti
: diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat
meningkatkan pemahaman keluarga
d. Beri
kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum
dimengertinya
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak
dijelaskan dan belum dimengerti oleh keluarga
Daftar Pustaka
Ø Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta
Ø Gordon,et.al,2001,
Nursing Diagnoses : definition &
Classification 20012002,Philadelpia,USA
No comments:
Post a Comment