Visitor

Sunday, February 19, 2017

LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) "SISTEM RESPIRASI" TUGAS KEPERAWATAN




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunianya sehingga kami dapat manyelesaikan tugas ini tanpa ada hambatan suatu apapun, baik dari segi fisik maupun mental.
            Kami menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini belum cukup akurat dan belum sesuai dengan tuntutan yang dimaksud, karena mungkin kurangnya referensi yang didapatkan serta merupakan Kodrat kami sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan.
            Adapun tujuan umum dari pembuatan laporan pendahuluan  ini adalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan Ifeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta mengetahui lebih jauh hal-hal yang terdapat dalam konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan yang berhubungan langsung dengan ISPA.
.






DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................       i
Kata Pengantar................................................................................................       ii
Daftar Isi.........................................................................................................       iii

KONSEP DASAR MEDIS
A.    Defenisi
B.     Etiologi
C.     Patofisiologi
D.    Manifestasi Klinik
E.     Diagnostik Tes
F.      Penatalaksanaan Medis (Termasuk Intervensi Farmakologis)
G.    Komplikasi
H.    Prognosis (Kemungkinan Sembuh atau Tidak)

KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.          Pengkajian
2.          Diagnosa Keperawatan
3.          Patofisiologi Penyimpangan KDM ISPA
4.          Intervensi Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA





LAPORAN PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


I.                   KONSEP DASAR MEDIS

A.    Defenisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

B.     Etiologi
 Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi.Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004).
           Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas.Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah. (Siregar dan Maulany, 95).

1.      Virus Utama :
         ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
         ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2.      Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus.
3.      Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1.      Faktor host (diri)
a.       Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b.      Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c.       Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d.      Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e.       Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f.       Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2.      Faktor lingkungan
a.       Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b.      Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c.       Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d.      Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e.       Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).

C.    Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1.      Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2.      Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3.      Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4.      Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,     sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

D.    Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

I.         Tanda-tanda ISPA
           Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
           Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis :
       Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
       Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
       Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
       Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris :
       Hypoxemia,
       Hypercapnia dan
       Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).
            Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

II.       Gejala ISPA
       Gejala dari ISPA Ringan
            Seseorang  dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a.    Batuk
b.    Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya   pada waktu berbicara atau menangis)
c.    Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d.   Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC

     Gejala dari ISPA Sedang
            Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a.    Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
b.    Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)
c.    Tenggorokan berwarna merah
d.   Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e.    Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f.     Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
       Gejala dari ISPA Berat
       Seseorang  dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a.    Bibir atau kulit membiru
b.    Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
c.    Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d.   Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas
e.    Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f.     Tenggorokan berwarna merah

III.   Tanda-tanda bahaya ISPA
a.       Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b.      Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c.       Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d.      Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak

E.     Diagnostik Tes
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
a.       Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b.      Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
c.       Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
d.      Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
e.       Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
f.          Riwayat kesehatan:
§  Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
§  Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
§  Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
§  Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
§  Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a.       pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
b.      Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
c.       Pemeriksaan foto thoraks jika diperlu

F.     Penatalaksanaan Medis (Termasuk Intervensi Farmakologis)
Pengobatan pada ISPA meliputi :
1.     ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya
2.      ISPA sedang : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3.      ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Untuk perawatan ISPA dirumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

§  Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
§  Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
§  Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
§  Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
§  Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

G.    Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
a.     Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.

b.     Penutupan tuba eusthachii
            Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam.
            Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare.Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a)     Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret.
b)     Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
c)     Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).

c.     Penyebaran infeksi
            Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.

H.    Prognosis (Kemungkinan Sembuh atau Tidak)
Jika penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun, jika penanganan lambat dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi yang menyebabkan prognosis buruk. Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invlasi kuman lainnya.




II.                KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
1.      Aktivitas/istirahat
Gejala :
·         Kelemahan, kelelelahan
·         Insomnia
Tanda ;
·         Letargi
·         Penurunan toleransi terhadap aktivitas
2.      Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis
Tanda :takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat
3.      Integritas Ego
Gejala :
·         Banyakya stressor, masalah finansial
4.      Makanan/Cairan
Gejala :
·         Kehilangan nafsu makan,mual/muntah
Tanda :
·         ]Distensi abdomen
·         Hiperaktif bunyi usus
·         Kulit kering dengan turgor buruk
·         Penampilan kakeksia(malnutrisi)
5.      Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
6.      Nyeri/kenyamanan
Gejala :
·         sakit kepala
·         Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan
7.      Pernafasan
·         Gejala :
·         Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.
·         Tanda :
·         Adanya sputum atau sekret
·         Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi
·         Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronkhial
·         Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku
8.      Keamanan 
·         Gejala :
·         Demam (mis :38,5-39,76oC)
·         Tanda :
·         Berkeringat
·         Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela
9.      Penyuluhan/Pembelajaran
·         Tanda :
·         Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah
·         Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus

2.      Diagnosa Keperawatan
1.        Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, aadanya sekret
2.        Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret
3.        Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4.        Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
5.        Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6.        Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
7.        Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
8.        Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
9.        Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi



3.      Patofisiologi Penyimpangan KDM ISPA
Patofisiologi ISPA pada anak


Fisiologi Ispa


4.      Interfensi Keperawatan
1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada  saluran pernafasan, adanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
2.      Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
3.      Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
4.      Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
  Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi

5.      Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
       Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
 Kolaborasi
·         Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
·         Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret
·         Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
6.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan                     :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil          : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih
Intervensi:
a.       Kaji bersihan jalan napas klien
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.      Auskultasi bunyi napas
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c.       Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d.      Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
e.       Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan
f.       Kolaborasi
·         Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
·         Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret
7.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan                   : Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil          : Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi                :
a.       Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
b.      Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c.       Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
d.      Kolaborasi
·         Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi
·         Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk
8.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan                      :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping
Kriteria Hasil          :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
Intervensi:
a.       Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.      Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat mengurangi kecemasan
c.       Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif
b.      Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau langsung perkembangan anaknya
c.       Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi kecemasan
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan       : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH              : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Intervensi :
a.       Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b.      Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya.
c.    Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral sesuai indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
e.       Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap      keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
f.       Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas
2.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
Tujuan                   :Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil         :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
Intervensi              :
a.       Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.      Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi
c.       Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
d.      Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang tua dalam tindakan keperawatan
e.       Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
3.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan                    : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasil               :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi                   :
a.       Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya
b.      Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan klien tidak nyaman untuk tidur
c.       Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
d.      Kolaborasi
·         Pemberian obat sedatif
Rasional :membantu klien untuk istirahat
·         Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
Tujuan                   : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil            : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
Intervensi                 :
a.       Kaji status nutrisi klien
Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya
b.      Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
c.       Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
d.      Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e.       Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses kesembuhan
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif keluarga dalam pemberian tindakan
f.       Kolaborasi dengan bagian gizi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan
5.      Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan                      : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil          :Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan
Intervensi :
a.       Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
b.      Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
c.       Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat meningkatkan pemahaman keluarga
d.      Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak  dijelaskan dan belum dimengerti oleh keluarga







Daftar Pustaka

Ø Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta

Ø Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 20012002,Philadelpia,USA






No comments:

Post a Comment