DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………..
Daftar isi…………………………………………………………………………
BAB I : Konsep Dasar Umum…………………………………………………..
A.
Defenisi………………………………………………………….
B.
Etiologi…………………………………………………………..
C.
Manifestasi
klinik……………………………………………….
D.
Patofisiologi……………………………………………………..
E.
Pemeriksaan
penunjang…………………………………………
F.
Penatalaksanaan………………………………………………...
G.
Patofladiogram perubahan
terhadap KDM……………………..
BAB II : Konsep Dasar Keperawatan…………………………………………..
Pengkajian……………………………………………………………….
Diagnose
keperawatan………………………………………….............
Intervensi & Implementasi
keperawatan……………………………….
Evaluasi…………………………………………………………………
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..
BAB I
KONSEP DASAR UMUM
A.
DEFENISI
Human Immunodeficiency
Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang
tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini
akan menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala,
infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah
menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah
infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah
terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut
seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal
dan sebagainya.
B.
ETIOLOGI
AIDS disebabkan
oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama
ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral
yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas
yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim
(seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi,
pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.
Lelaki homoseksual atau
biseks.
2.
Orang yang ketagihan obat
intravena
3.
Partner seks dari penderita
AIDS
4.
Penerima darah atau produk
darah (transfusi).
5.
Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
C.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis AIDS menyebar luas
dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ.
- Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari
- Nafsu makan menurun, mual, muntah
- Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%
- Bercak putih dalam rongga mulut → tdk diobati dapat ke esophagus dan lambung.
- Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.
- Dermatitis seboroik → ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala dan wajah.
- Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang menunjukkan HIV pd wanita.
Gejala dan tanda HIV/AID menurut WHO:
a. Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar
getah bening/limfe seluruh tubuh)
3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas
normal.
b. Stadium Klinis II :
1. Berat badan berkurang >
10%
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur pada mulut
4. TB Paru
5. Infeksi bakterial berat
6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur
> 50% dalam masa 1 bulan terakhir.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase
yaitu :
1.
Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan
setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.
Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan
gejala flu likes illness.
3.
Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun
dengan gejala tidak ada.
4.
Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala
demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5.
AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi
AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
D.
PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai suatu
mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing, misalnya : virus,
bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun manusia lain.
Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang terdiri dari
2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated.
Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme
pertahanan tubuh. “beraksi” bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang
dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh
dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif
(CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki
tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel
T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak
berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut.
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu
sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T
helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel
lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4
helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel
T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai
reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari
sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA
ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh
sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan
pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan
perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus
(mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar
dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena
sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer,
sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang
disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan
Kekebalan.
E.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1.
Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a.
ELISA (positif; hasil tes yang
positif dipastikan dengan western blot)
b.
Western blot (positif)
c.
P24 antigen test (positif untuk
protein virus yang bebas)
d.
Kultur HIV(positif; kalau dua kali
uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau
antigen p24 dengan kadar yang meningkat).
2.
Tes untuk deteksi gangguan system
imun.
a.
LED (normal namun perlahan-lahan akan
mengalami penurunan)
b.
CD4 limfosit (menurun; mengalami
penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
c.
Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d.
Serum mikroglobulin B2 (meningkat
bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)
e.
Kadar immunoglobulin (meningkat)
F.
PENETALAKSANAAN
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di
lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987)
untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang
meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus /
memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.Didanosine b.Ribavirin c.Diedoxycytidine d.Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi
imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat
terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan
obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6. Pencegahan
c. A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan
seksual yang tidak sah
d. B (Be Faithful) Setialah pada pasangan, melakukan
hubungan seksual hanya dengan pasangan yang sah
e. C (use Condom) Pergunakan kondom saat melakukan
hubungan seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
f. D (Don’t use Drugs) Hindari penyalahgunaan narkoba
g. E (Education) Edukasi,
sebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dalam setiap kesempatan
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Aktifitas
/istirahat :
§ Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp
aktifitas, kelelahan yang progresif
§ Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi terhdp aktifitas
2.
Sirkulasi
§ Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan
lama bila cedera
§
takikardia,
perubahan tekanan darah postural,volume nadi periver menurun,
Pengisian kapiler menrun.
3. Integritas ego
§ Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan:
dukungan keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
§ Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat,
menurunnya berat badan
§ Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah,
kehilangan control diri, dan depresi
§ Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri,
marah, menangis, kontak mata kurang
4. Eliminasi
§ Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
§ Faeces encer disertai mucus atau darah
§ Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal,
perubahan dlm jumlah warna urin.
5. Makanan/cairan
§ Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
§ Penurunan BB yang cepat
§ Bising usus yang hiperaktif
§ Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya
selaput putih/perubahan warna mucosa mulut
§ Adanya gigi yang tanggal. Edema
6.
Hygiene
§ Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan
penampilan yang tdk rapi.
7. Neurosensorik
§ Pusing,sakit kepala.
§ Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan
sensasi
§ Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
§ Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
§ Gayaberjalan ataksia.
8.
Nyeri/kenyamanan
§ Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
§ Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
§ Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri
tekan, penurunan ROM, pincang.
9.
Pernapasan
§ Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk
produktif/non, sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10.
Keamanan
§ Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat
proses penyembuhan
§ Demam berulang
11.
Seksualitas
§ Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan
libido, penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
12.
Interaksi social
§ Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga,
aktifitas yang tdk terorganisir
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang tidak terorganisir
- Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status hipermetabolik.
- Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
- Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
- Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1: Resiko
terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk
terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya
tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1) Cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui
prosedur yang dilakukan
2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan
ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan
mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh
memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya
menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu
badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan
adanya infeksi sekunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk
dan karakterostik sputum. Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya
lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan
timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya
inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan
merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan
jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah
tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan
perlukaan pada permukaan kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume
cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan
tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1) Pantau
tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun,
TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
2) Catat peningkatan
suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering,
kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan
adanya hipermetabolisme.
3) Kaji turgor
kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4) Timbang BB setiap
hari
R/. penurunan BB menunjukkan
pengurangan volume cairan tubuh.
5) Catat pemasukan
cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/ Mempertahankan
keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mucosa.
6) Berikan maknan
yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic
menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan kurang.
3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan
intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB
ideal.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan
mengunyah, merasakan dan menelan.
R/ Lesi pada mulut,
esophagus dpt menyebabkan disfagia
2) auskultasi bising usus
R/ Hipermetabolisme
saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.
3) Timbang BB setiap hari
R/ BB sebagai
indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4) hindari adanya stimulus leingkungan yang
berlebihan.
5) berikan perawatan
mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung
alcohol.
R/ Pengeringan
mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai
keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7) sajikan makanan
yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8) dorong klien
untuk duduk saat makan.
4.
Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang
efektif
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas
tambahan
R/ bunyi nafas tambahan
menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2) Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan
frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
3) Berikan posisi semi fowler
4) Lakukan suction bila terjadi
retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas
berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
Tujuan:
Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan
kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon
fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari
hari ke hari
2) Berikan bantuan
perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan
energi
3) Jadwalkan perawatan
pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra
istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6. Diagnosa 6:
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai
Tujuan: Keluarga atau
orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan
akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara
yang konstruktif
Intervensi:
1. Kaji koping keluarga terhadap
sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai
suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
2. Biarkan keluarga
mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari
bahwa mereka berbicara secara bebas
3. Ajarkan kepada keluaraga
tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan
kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana
D. PERENCANAAN DAN
IMPLEMENTASI
Sasaran bagi pasien mencakup pencapaian dan pemeliharaan
intregitas kulit, pemulihan kembali kebiasaan defekasi yang normal, tidak
adanya infeksi, perbaikan toleran terhadap aktivitas, perbaikan status nutrisi,
peningkatan sosialisasi, ekspresi berduka, peningkatan pengetahuan tentang
penyakit serta perawatan-mandiri, dan tidak adanya komplikasi.
E. EVALUASI DATA
Hasil yang diharapkan :
1.
Mempertahankan integritas kulit
2.
Mendapatkan kembali kehiasaan defeksasi yang normal
3.
Tidak mengalami infeksi
4.
Mempertahankan tingkat toleransi yang memadai terhadap
aktivitas
5.
Mempertahankan tingkat proses berfikir yang lazim
6.
Mempertahankan klirens saluran napas yang efektif
7.
Mengalami peningkatan rasa nyaman, penurunan rasa nyeri
8.
Mempertahankan teknik relaksasi
9.
Mempertahankan status nutrisi yang mernadai
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: EGC
Bruner, Suddarth.. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Volume
3. Jakarta : EGC
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman
Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
https://zulfiprint19.blogspot.co.id/
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
No comments:
Post a Comment