KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Puji
syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia – Nya, kami
dapat menyelesaikan Makalah ini yang membahas tentang Asuhan Keperawatan
(ASKEP) pada penyakit Trauma Dada/Thorax. Maksud
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ns.Edison
Dalam
menyelesaikan tugas ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan pemikiran atau dalam bentuk apapun.
Kami sadar
bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Sehingga kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak agar kami bisa meningkatkan dalam
membuat makalah selanjutnya. Semoga apa yang ada didalamnya bermanfaat bagi
semua. Amin.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Makassar,
13 Desember 2012
Kelompok
3
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
Kata pengantar
Daftar Isi
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM RESPIRASI TRAUMA THORAX
A.
KONSEP TEORI
Defenisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
B.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengkajian
Diagnosa
Intervensi
Evaluasi
DAFTAR
PUSTAKA
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM RESPIRASI TRAUMA THORAX
A.
KONSEP
DASAR TEORI
DEFENISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis
atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya
atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang
dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,
hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul (Hudak, 1999).
Trauma thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan kelainan
pada organ-organ didalam toraks.
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga
pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga
pleura, sehingga paru- paru dapat terjadi kolaps.
ETIOLOGI
1) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
2) Hematotoraks
: disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan.
3) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma
(penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural
tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI,
1995).
PATOFISIOLOGI
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh
yang sangat mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung,
paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman
kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan osigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan
dalam dan tusukan terhadap organ.
Luka dada dapat
meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang dapat mengancurkan
atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non
penetrasi ( tumpuln ). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada
yang terbuka, memberi keempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan
pleura dan mengganggua mekanisme ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat
menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thorak lain.
MANIFESTASI
KLINS
Tanda-tanda
dan gejala pada trauma thorak :
1. Ada jejas pada thorak
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6. Penurunan tekanan darah
7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh
distensi vena leher
8. Bunyi muffle pada jantung
8. Bunyi muffle pada jantung
9. Perfusi jaringan tidak adekuat
10.Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan
berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Radiologi : X-foto
thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA),
mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis :
menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin
menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang
menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun
(biasanya).
8. Toraksentesis :
menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks <
30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax
sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih
dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat
perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
PENATALAKSANAAN
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum
penderita jatuh dalam shock.
b. Te r a p i :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi
di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup
bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit
dibagian masuknya slang.
Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh
dokter.
c. Dalam perawatan
yang harus diperhatikan :
• Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
• Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang
bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan
perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di
bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya
paru-paru.
• Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
• Latihan napas dalam.
• Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,
jangan batuk waktu slang diklem.
• Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan
dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800
cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus
berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan
setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
• Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan
pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
• Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap
sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari
terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di
bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah,
slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan
di dinding paru-paru.
g. Perawatan
"slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
· Cairan
dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
· Setiap
hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara
yang keluar dari bullow drainage.
·
Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
· Setiap
penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
·
Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri- sendiri, dengan
memakai sarung tangan.
· Cegah
bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan
berhasil, bila :
· Paru
sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
· Darah
cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
· Tidak
ada pus dari selang WSD.
3. Therapy
• Chest
tube / drainase udara (pneumothorax).
• WSD
(hematotoraks).
• Pungsi.
•
Torakotomi.
•
Pemberian oksigen.
•
Antibiotika.
•
Analgetika.
•
Expectorant
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Point yang penting dalam riwayat
keperawatan :
Umur : Sering terjadi usia 18 - 30
tahun.
Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
Pengobatan terakhir.
Pengalaman pembedahan.
Riwayat penyakit dahulu.
Riwayat penyakit sekarang.
Dan Keluhan.
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem
Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan
dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara
sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
Pada asukultasi suara nafas
menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis
miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun
istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem
Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem
Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
Sistem Perkemihan.
4. Tidak
ada kelainan.
5. Sistem
Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem
Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi
sub kutan.
7. Sistem
Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem
Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual
:
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan
kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko
Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko
terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan :
Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive
mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
1. Berikan
posisi yang nyaman, biasanya dnegan
peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Obsservasi
fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.
3. Jelaskan
pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan
pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5. Pertahankan
perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
R/
Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. Perhatikan
alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
Ø Periksa
pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
Ø Periksa
batas cairan pada botol penghisap,
pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/
Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir
masuk ke area pleural.
Ø Observasi
gelembung udara botol penempung.
R/
gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat
menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
Ø Posisikan
sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi
dranase bela perlu.
R/
Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah
tekanan negative yang diinginkan.
Ø Catat
karakter/jumlah drainage selang dada.
R/
Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
7. Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Ø Dengan
dokter, radiologi dan fisioterapi.
·
Pemberian antibiotika.
·
Pemberian analgetika.
·
Fisioterapi dada.
·
Konsul photo toraks.
Rasional
: Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
v Inefektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
·
Menunjukkan batuk yang
efektif.
·
Tidak ada lagi
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
·
Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan
klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
R/
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan
klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/
Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
1. Napas
dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2. Lakukan
pernapasan diafragma.
R/
Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
3. Tahan
napas selama 3 - 5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4. Lakukan
napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R/
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f. Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan
dokter, radiologi dan fisioterapi.
·
Pemberian expectoran.
·
Pemberian antibiotika.
·
Fisioterapi dada.
·
Konsul photo toraks.
R/
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
v Perubahan
kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan :
Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
·
Nyeri berkurang/ dapat
diadaptasi.
·
Dapat mengindentifikasi
aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
·
Pasien tidak gelisah
Intervensi :
a. Jelaskan
dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1. Ajarkan
Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2. Ajarkan
metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
b. Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
c. Tingkatkan
pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri,
dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Kolaborasi
denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi
tingkat nyeri, dan respon motorik klien,
30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian
yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
v
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a. Kaji ku lit dan identifikasi pada tahap
perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna,
bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu
tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka
dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas
pada area kulit normal
lainnya.
f. Setelah debridement, ganti
balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada
daerah yang berisiko terjadi infeksi.
v Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan
alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
·
penampilan yang seimbang..
·
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
·
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = Mandiri penuh
1 = Memerlukan alat
Bantu.
2 = Memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = Membutuhkan
bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = Ketergantungan;
tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
a.
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien
dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
v Risiko terhadap infeksi
berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
·
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
·
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a.
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
b.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus,
kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine.
2001).
Evaluasi yang
diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1.
Pola pernapasan efektive.
2.
Jalan napas lancar/normal
3.
Nyeri berkurang/hilang.
4.
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5.
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6.
Infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Doegoes,
L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan
Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment