KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
Tuhan yang maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunianya sehingga kami
dapat manyelesaikan tugas ini tanpa ada hambatan suatu apapun, baik dari segi
fisik maupun mental.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini belum cukup akurat dan belum sesuai dengan tuntutan yang dimaksud,
karena mungkin kurangnya referensi yang didapatkan serta merupakan Kodrat kami
sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan.
Adapun tujuan umum dari pembuatan
Askep ini adalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan Tetanus,
serta mengetahui lebih jauh hal-hal yang terdapat dalam konsep dasar medis dan
konsep dasar keperawatan yang berhubungan langsung dengan TETANUS.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul................................................................................................ i
Kata
Pengantar................................................................................................ ii
Daftar
Isi......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang…………………………………………………………..
B. Permasalahan…………………………………………………………….
C. Tujuan……………………………………………………………………
BAB
II PEMBAHASAN
A. Defenisi…………………………………………………………………
B.
Etiologi………………………………………………………………….
C. Patofisiologi………………………………………………………….....
D.
Manifestasi Klinik………………………………………………………
E.
Diagnostik Tes……………………………………………………….....
F.
Penatalaksanaan Medis (Termasuk
Intervensi Farmakologis)……….....
G.
Komplikasi……………………………………………………………...
H.
Prognosis (Kemungkinan Sembuh atau
Tidak)…………………………
BAB
III KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.
Pengkajian……………………………………………………………
2.
Diagnosa Keperawatan……………………………………………….
3.
Implementasi/Perencanaan……………………………………………
4.
Intervensi Keperawatan………………………………………………
5.
Rasional………………………………………………………………
6.
Evaluasi ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan
kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus
otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang,
ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk
golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang
ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick).
Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin)
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi
labil pada pemaanasan, pada suhu 65C akan hancur dalam 5 menit. Di
samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang
perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
B.
Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat
dalam makalah ini adalah “Apakah yang dimaksud dengan Tetanus dan Bagaimana
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Tetanus?”
C.
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai
dari penyusunan malah ini adalah:
1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus
2. Mengetahui Etiologi dari Tetanus
3. Mengetahui Patofisiologi dari
Tetanus
4. Mengetahui Tanda dan gejala dari
Tetanus
5. Mengetahui Gambaran Umum yang Khas
pada Tetanus
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
pada Tetanus
7. Mengetahui Komplikasi pada Tetanus
8. Mengetahui Prognosa dari Tetanus
9. Mengetahui Pencegahan dari Tetanus
10. Mengetahui Penatalaksanaan pada
Tetanus
11. Mengetahui Askep pada pasien anak
dengan Tetanus
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi
yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang
otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus
otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit tetanus merupakan salah
satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein
yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot
tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,
melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan
paralisis pernapasan.
B.
Etiologi Tetanus
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang
seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman
ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya
tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka
yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
C.
Patofisiologi Tetanus
Suasana
yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai
keadaan antara lain :
1. Luka tusuk dalam, misalnya luka
tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
2. Luka karena kecelakaan kerja (kena
parang0, kecelakaan lalu lintas.
3. Luka ringan seperti luka gores, lesi
pada mata, telinga dan tonsil.
D.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf
motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan
Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan
syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin
spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin
spesifik.
Tetanus disebabkan neurotoksin
(tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium
tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora
ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini
merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah
hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini
banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah
pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau
sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
E.
Tanda dan Gejala pada Tetanus
1. Masa inkubasi tetanus berkisar
antara 2-21 hari
2. Ketegangan otot rahang dan leher
(mendadak)
3. Kesukaran membuka mulut (trismus)
4. Kaku kuduk (epistotonus), kaku
dinding perut dan tulang belakang
5. Saat kejang tonik tampak risus
sardonikus
Timbulnya gejala klinis biasanya
mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama pada rahang dan leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater.
Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan
sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung
serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan
kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku
dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal
biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul proksimal, dapat dicetus oleh
rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul
spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).
Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir
F.
Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1. Badan kaku dengan epistotonus
2. Tungkai dalam ekstensi
3. Lengan kaku dan tangan mengepal
4. Biasanya keasadaran tetap baik
5. Serangan timbul proksimal dan dapat
dicetuskan oleh karena :
6. Rangsang suara, rangsang cahaya,
rangsang sentuhan, spontan.
7. Karena kontriksi sangat kuat dapat
terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak),
demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat
celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
G.
Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan
ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2. Pemeriksaan darah leukosit
8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat
gambaran aritmia ventrikuler
H.
Komplikasi pada Tetanus
·
Bronkopneumoni
·
Asfiksia dan sianosis
I.
Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis
Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus memiliki angka kematian
sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat
tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika
pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
1. Masa Inkubasi yang pendek (kurang
dari 7 hari)
2. Neonatus dan usia tua (lebih dari
5tahun)
3. Frekuensi kejang yang sering
4. Kenaikan suhu badan yang tinggi
5. Pengobatan terlambat
6. Periode trismus dan kejang yang
semakin sering
7. Adanya penyulit spasme otot
pernafasan dan obstruksi jalan nafas
J.
Pencegahan pada Tetanus
Pencegahan penyakit tetanus meliputi
:
1. Anak mendapatkan imunisasi DPT
diusia 3-11 Bulan
2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT
minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka &
merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum.
K.
Penatalaksanaan pada Tetanus
·
Umum
Tetanus
merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera
diberikan :
1) Netralisasi toksin dengan injeksi
3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh
diberikan IV).
2) Sedativa-terapi relaksan ;
Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5
mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15
mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3) Agen anti cemas ; Diazepam (valium)
0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang
sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4) Beta-adrenergik bolcker; propanolol
9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg
tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas
sempatis jantung.
5) Penanggulangan kejang; isolasi
penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang,
kolaborasi pemeberian obat penenang.
6) Pemberian Penisilin G cair 10-20
juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk
membunuh klostirida vegetatif.
7) Pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
8) Diit tKTP melalui oral/
sounde/parenteral
9) Intermittent positive pressure
breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10) Indwelling cateter untuk mengontrol
retensi urine.
11) Terapi fisik untuk mencegah
kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama
penyembuhan.
·
Pembedahan
1) Problema pernafasan ; Trakeostomi
(k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi
untuk bantuan nafas.
2) Debridemen atau amputasi pada lokasi
infeksi yang tidak terdeteksi.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Keperawatan
·
Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur,
tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnosa medik, rencana terapi
2. Identitas orang tua:
ü Ayah : nama, usia, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat.
ü Ibu : nama, usia, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat
ü Identitas sudara kandung
3.
Keluhan utama/alasan masuk RS.
ü Riwayat Kesehatan
ü Riwayat kesehatan sekarang
ü Riwayat kesehatan masa lalu
4. Riwayat Nutrisi
ü Pemberin asi
ü Susu Formula
ü Pemberian makanan tambahan
ü Pola perubahan nutrisi tiap tahap
usia sampai nutrisi saat ini
5. Riwayat Psikososial
6. Riwayat Spiritual
7. Reaksi Hospitalisasi
8. Aktifitas sehari-hari
ü Nutrisi
ü Cairan
ü Eliminasi BAB/BAK
ü Istirahat tidur
ü Olahraga
ü Personal Hygiene
ü Aktifitas/mobilitas fisik
9.
Pemeriksaan Fisik
ü Keadaan umum klien
ü Tanda-tanda vital
ü Antropometri
ü Sistem pernafasan
ü Sistem Cardio Vaskuler
ü Sistem Pencernaan
ü Sistem Indra
ü Sistem muskulo skeletal
ü Sistem integument
ü Sistem Endokrin
ü Sistem perkemihan
ü Sistem reproduksi
ü Sistem imun
ü Sistem saraf : Fungsi cerebral,
fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks,
iritasi meningen
10.
Pemeriksaan tingkat perkembangan
ü 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST
(motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial)
ü 1 tahun keatas (perkembangan
kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
11. Tes Diagnostik
12. Terapi
2.
Diagnosa Keperawatan
1) Kebersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.
2) Gangguan pola nafas berhubungan
dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.A
3) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
4) Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
5) Risiko terjadi cedera berhubungan dengan
sering kejang
6) Risiko terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
7) Hubungan interpersonal terganggu
berhubungan dengan kesulitan bicara
8) Gangguan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
9) Kurangnya pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan
kurangnya informasi.
10) Kurangnya kebutuhan istirahat
berhubungan dengan seringnya kejang
3.
Intervensi Keperawatan
Dx.1.Kebersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan
spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak
efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa
Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium
darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg,
PO2 = 80-100 mmHg)
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala
ekstensi
|
Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk
meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar
dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
|
2
|
Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan
suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali
|
Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas
cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga
perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
|
3
|
Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir
dengan melakukan suction
|
Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan
sekret, sehingga mempermudah proses respirasi
|
4
|
Oksigenasi
|
Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
|
5
|
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
|
Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan
capilary refill time yang memanjang/lama.
|
6
|
Observasi timbulnya gagal nafas.
|
Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan
intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation)
|
7
|
Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer
sekresi(mukolitik)
|
Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental
sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan
|
Dx.2.Gangguan
pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot
pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan
normal
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami
perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
- Tidak sesak, pernafasan normal
16-18 kali/menit
- Tidak sianosis.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Monitor irama pernafasan dan respirati rate
|
Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari
pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama
nafas.
|
2
|
. Atur posisi luruskan jalan nafas.
|
Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses
respirasi dapat berjalan dengan lancar.
|
3
|
Observasi tanda dan gejala sianosis
|
Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer
|
4
|
. Oksigenasi
|
Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia
|
5
|
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
|
Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan
capilary refill time yang memanjang/lama.
|
6
|
Observasi timbulnya gagal nafas.
|
Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan
intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation).
|
7
|
Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
|
Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan
perfusi jaringan dapat
|
Dx.3.Peningkatan suhu tubuh
(hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang dditandai
dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000
/mm3
Tujuan Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel
darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
NO
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
. Atur suhu lingkungan yang nyaman.
|
Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh
individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
|
2
|
Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
|
Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok
exhaution
|
3
|
Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate
|
Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan
kompresi badan dari dalam
|
4
|
Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada
perawatan luka.
.
|
Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang
masih berada disekitar luka.
|
5
|
Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal
rangsangan kejang.
|
Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan
suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
|
6
|
Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik
|
Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas
untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik
bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
|
7
|
Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
|
Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari
10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang diprogramkan
|
Dx.4.Pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang
ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali
lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan
protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan
dan pentingnya makanabagi tubuh
|
Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot
pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul
refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat
diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.
|
2
|
Kolaboratif :
Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Pemberian carian per IV line
Pemasangan NGT bila perlu
|
Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari
tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan
ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk
memberikan obat
|
Dx.5.Resiko injuri berhubungan
dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
kriteria
- Klien tidak ada cedera
- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang
pengaman
Intervensi
|
Rasional
|
|
1
|
Identifikasi dan hindari faktor pencetus
|
Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari
stimulus kejang
|
2
|
Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang
memakai pengaman
|
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
|
3
|
Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
|
Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko
yang dapat memperberat kondisi klien
|
4
|
Lindungi pasien pada saat kejang
|
Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan
terjadinya cedera fisik
|
5
|
Catat penyebab mulai terjadinya kejang
|
Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan
identifikasi kejang
|
Dx.6.Defisit velume cairan
berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji intake dan out put setiap 24 jam
|
Memberikan informasi tentang status cairan /volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantian
|
2
|
Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor
kulit setiap 24 jam
|
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler
|
3
|
Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai
indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi pasien
|
Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
|
4
|
Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
|
Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
|
5
|
Pertahankan kepatenan NGT
|
Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis
urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
|
4.
Implementasi Keperawatan
Lakukanlah apa yang harus anda
lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang telah anda lakukan tidakan pada
pasien.
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi semua tindakan yang telah
anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien mengalami
perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya
keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan harus mengalami
perubahan atau perbaikan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi.3.Jakarta: EGC
https://zulfiprint19.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment