DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ..........................................................................
KATA
PENGANTAR..........................................................................
DAFTAR
ISI ....................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
I.1
Latar
Belakang.......................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
II.1
Review Anfis.............................................................................
II.2 Definisi......................................................................................
II.3 Etiologi.......................................................................................
II.4 Patofisiologi...............................................................................
II.5 Manifestasi Klinis.......................................................................
II.6 Komplikasi..................................................................................
II.7 Pemeriksaan..............................................................................
II.8 Penatalaksanaan........................................................................
II.2 Definisi......................................................................................
II.3 Etiologi.......................................................................................
II.4 Patofisiologi...............................................................................
II.5 Manifestasi Klinis.......................................................................
II.6 Komplikasi..................................................................................
II.7 Pemeriksaan..............................................................................
II.8 Penatalaksanaan........................................................................
BAB
III ASUHAN KEPERAWATAN
III.1
Pengkajian....................................................................................
III.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................
III.3 Intervensi .................................................................................
III.4 Evaluasi.......................................................................................
III.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................
III.3 Intervensi .................................................................................
III.4 Evaluasi.......................................................................................
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan.............................................................................
IV.2 Saran......................................................................................
BAB
V DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunianya sehingga kami dapat manyelesaikan tugas ini tanpa
ada hambatan suatu apapun, baik dari segi fisik maupun mental.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini belum cukup akurat dan belum sesuai dengan tuntutan yang dimaksud,
karena mungkin kurangnya referensi yang didapatkan serta merupakan Kodrat kami
sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan.
Adapun tujuan umum dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah emfisema paru
yang merupakan bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi
berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak
blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Pada
Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 emfisema menduduki peringkat ke-5
sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT
DepKes RI menunjukkan angka kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di
Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap
rokok, dan pesatnya kemajuan industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabklan penyakit bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan 15% wanita.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia. Menurut dr. Pradjna Paramita, Sp. P dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, “Emfisema adalah kelainan paru yang terletak di kantong udara. Jadi, udara di dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk dengan semestinya,” katanya. Akibat udara dari dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk maka kantong udara akan membesar akibat dari penumpukan udara di dalamnya.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabklan penyakit bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan 15% wanita.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia. Menurut dr. Pradjna Paramita, Sp. P dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, “Emfisema adalah kelainan paru yang terletak di kantong udara. Jadi, udara di dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk dengan semestinya,” katanya. Akibat udara dari dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk maka kantong udara akan membesar akibat dari penumpukan udara di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Review Anatomi & Fisiologi
Pernapasaan
adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organisme hidup
yang dgunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan
karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh
tubuh. Setiap makluk hidup melakukan pernafasan untuk memperoleh oksigen O2
yang digunakan untuk pembakaran zat makanan di dalam sel-sel tubuh. Alat
pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan invertebrata memiliki alat
pernafasan dan mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah : hidung→ faring→ laring→trakhea→ bronkus→ dan bronkiolus.
Mekanisme Pernafasan Manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatang inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam paru-paru, sedangkan espirasi adalah pengeluaran gas CO2 dan uap air dari paru-paru ke luar tubuh.setiap menitnya kita melakukan kegiatang inspirasi dan espitrasi kurang lebih 16-18 kali. Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah : hidung→ faring→ laring→trakhea→ bronkus→ dan bronkiolus.
Mekanisme Pernafasan Manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatang inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam paru-paru, sedangkan espirasi adalah pengeluaran gas CO2 dan uap air dari paru-paru ke luar tubuh.setiap menitnya kita melakukan kegiatang inspirasi dan espitrasi kurang lebih 16-18 kali. Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
a. Pernafasan dada
Pada
pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk.Otot
tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang
berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang
berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila
otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat
sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan
dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena
tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar
tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’
b. Pernafasan perut
Pada
pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar.
Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan
udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya
paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Bila otot diafragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut akan terdesak ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan rongga dada menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak ke luar dan terjadilah proses ekspirasi.
Kelainan yang terjadi pada sistem pernapasan yang terjadi pada organ paru-paru seperti emfisema.
Bila otot diafragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut akan terdesak ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan rongga dada menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak ke luar dan terjadilah proses ekspirasi.
Kelainan yang terjadi pada sistem pernapasan yang terjadi pada organ paru-paru seperti emfisema.
II.2
Definisi
Emfisema
adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara
abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan
kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa
menimbulkan kerusakan pada asinus. Emfisema adalah pengurangan daya balik
(recoil) elastis dan disentigrasi dinding alveolus dengan pembentukan bulla,
kolap jalan nafas ekspirasi dengan terperangkapnya udara dan hiperinflansi
(pengarang,th)
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.Emfisema paru merupakan bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.Emfisema paru merupakan bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
II.3 Etiologi
1. Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah.Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.
II.4 Patofisiologi
Berikut
adalah skema Patofisiologi Emfisema menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 602
:
Mengiritasi jalan nafas
( hipersekresi mukus ) pengeluaran lendir berlebihan / peradangan ( inflamasi )
Peningkatan pengeluaran kelenjar mukosa
Bronkhiolus menyempit dan menyumbat ( obstruksi )
Alveoli rusak dan membentuk fibrosis
Dinding alveoli mengalami kerusakan di tandai dengan perubahan anatomis parenkim paru, di mana terjadi pembesaran alveolus
Peningkatan ruang area paru
Kerusakan difusi oksigen
Aliran darah pulmonal meningkat
Gagal jantung kanan
Mengiritasi jalan nafas
( hipersekresi mukus ) pengeluaran lendir berlebihan / peradangan ( inflamasi )
Peningkatan pengeluaran kelenjar mukosa
Bronkhiolus menyempit dan menyumbat ( obstruksi )
Alveoli rusak dan membentuk fibrosis
Dinding alveoli mengalami kerusakan di tandai dengan perubahan anatomis parenkim paru, di mana terjadi pembesaran alveolus
Peningkatan ruang area paru
Kerusakan difusi oksigen
Aliran darah pulmonal meningkat
Gagal jantung kanan
II.5 Manifestasi Klinis
a. Penampilan
umum
• Kurus, warna kulit pucat, dan flattened hemidifragma.
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65-75 tahun
c. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada klien emfisema paru akan di temukan tanda dan gejala seperti berikut :
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dispenia
• Infeksi sistem respirasi
• Wheezing ekspirasitidak ditemukan dengan jelas
• Produksi sputum dan batuk jarang
• Hematikrit <60%
d. Pemeriksaan jantung.
Tidak terjadi pembesarab jantung. Kor pulmonal timbul pada stadium akhir.
e. Riwayat merokok
Biasanya di dapat,tetapi tidak selalu ada riwayat merokok.
• Kurus, warna kulit pucat, dan flattened hemidifragma.
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65-75 tahun
c. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada klien emfisema paru akan di temukan tanda dan gejala seperti berikut :
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dispenia
• Infeksi sistem respirasi
• Wheezing ekspirasitidak ditemukan dengan jelas
• Produksi sputum dan batuk jarang
• Hematikrit <60%
d. Pemeriksaan jantung.
Tidak terjadi pembesarab jantung. Kor pulmonal timbul pada stadium akhir.
e. Riwayat merokok
Biasanya di dapat,tetapi tidak selalu ada riwayat merokok.
II.6 Komplikasi
Terdapat
empat perubahan patologik yang dapat di timbulkan pada klien emfisema yaitu:
a. Hilangnya elastis paru
Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara merusakka serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisnya dan jalan nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkindapat menjadi membesar.
b. Hiperinflasi paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan sebagi kompensasinya membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara0 yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X.
d. Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kolapsnya jalannafas(alveoli).
Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara merusakka serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisnya dan jalan nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkindapat menjadi membesar.
b. Hiperinflasi paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan sebagi kompensasinya membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara0 yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X.
d. Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kolapsnya jalannafas(alveoli).
II.7 Pemeriksaan
a.Pengukuran
Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran
fungsi paru biasanya menunjukan kapasitas paru total (TLC) dan volume
residual(RV).terjadi penurunan dalam kapasitas vital(VC) dan volume ekspirasi
pakasa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang di alami klien dalam
mendorong udara kluar dari paru.
b. Pemeriksaan
Laboratorium
hemoblobin
dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan berkembangnya
penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan
dengan hiperkapnea.
c.Pemeriksaan
Radiologis
Rontgen
thoraxs menunjukkan adanya hiperinplaksi,pendataran diapragma, pelebaran margin
interkosa,dan jantung sering di temukan bagai tergantung(heart till drop).
II.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
utama pada klien emfisema adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran nafasagar tidak
terjadi hipoksia.
Ø Pendekatan terapi mencangkup:
• Pemberian terapi untuk meningkatkan
ventilasi dan menurunkan kerja nafas
• Mencegah dan mengobati infeksi
• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungsn yang memungkinkan untuk memfalisitasipernafasan yang adekuat
• Dukungan psikologis
• Eduksi dan rehibilitasi klien
• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungsn yang memungkinkan untuk memfalisitasipernafasan yang adekuat
• Dukungan psikologis
• Eduksi dan rehibilitasi klien
Ø Jenis obat yang diberikan:
• Bronkodilators
• Terapiaerosol
• Terapi infeksi
• Kortikosteroid
• oksigenasi
• Bronkodilators
• Terapiaerosol
• Terapi infeksi
• Kortikosteroid
• oksigenasi
Penyimpangan KDM
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
III.1
Pengkajian
Anamnesis
Klien
biasanya mempunayai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis, bertempat tinggal
atau bekerja di area dengan polusi udara berat, adanya riwayat alergi pada
keluarga adanya riwayat asma pada saat anak-anak.Perawat perlu mengkaji riwayat
atau adanya faktor pencetus eksaserbasi yang meliputi alergen, stres emosional,
peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan , terpapar dengan polusi udara,
serta infeksi saluran napas . perawat juga perlu mengkaji obat-obatan yang
biasa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan
untuk digunakan kembali.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit ,didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia)dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea). Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpilan sekresi. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengiik yang berkepanjangan saat ekspirasi Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensil selama ekspirasi.
Pada pengkajian yang dilakukan tangan sering didapatkan adanya jari tabung(clubbing finger)sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama, mengi, serta nafas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Perawat pelu mengkaji obat-obat yang bisa diminum klien, memberikan kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
1. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usahaàInfeksi dan frekuensi pernapasan serta penggunaan obat bantu napas. Pada infeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan masa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektif dan pengunaan otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktifitas bahkan pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan minum. Pengkajian batuk produktif dengan spuktum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan tatil fremitus biasanya menurun.àPalpasi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurunàPerkusi
Sering didapatkan adanya bunyi napas bronki dan wheezingàAukskultasi sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkeolus. Pada pengkajian lain didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (Hiperkapnea) terjadi pada tahap penyakit. Pada waktunya, bahkangerakan ringan sekali pun seperti membungkuk untuk meningkatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispneaeksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkansecara efektif dan sekresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibatpengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspiras.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit ,didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia)dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea). Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpilan sekresi. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengiik yang berkepanjangan saat ekspirasi Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensil selama ekspirasi.
Pada pengkajian yang dilakukan tangan sering didapatkan adanya jari tabung(clubbing finger)sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama, mengi, serta nafas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Perawat pelu mengkaji obat-obat yang bisa diminum klien, memberikan kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
1. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usahaàInfeksi dan frekuensi pernapasan serta penggunaan obat bantu napas. Pada infeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan masa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektif dan pengunaan otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktifitas bahkan pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan minum. Pengkajian batuk produktif dengan spuktum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan tatil fremitus biasanya menurun.àPalpasi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurunàPerkusi
Sering didapatkan adanya bunyi napas bronki dan wheezingàAukskultasi sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkeolus. Pada pengkajian lain didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (Hiperkapnea) terjadi pada tahap penyakit. Pada waktunya, bahkangerakan ringan sekali pun seperti membungkuk untuk meningkatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispneaeksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkansecara efektif dan sekresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibatpengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspiras.
2. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Pengukuran fungsi paru biasanyaàPangukuran Fungsi Paru (Spirometri) menunjukan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan fungsi residual (RV). Terjadi penurunan dalm kapasitad vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami klien dalm mendorong udara keluar dari paru
2. Pemeriksaan Laboratorium Hemeglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukan adanya hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
3. Pengkajian Radiologis Rontgen thoraks menunjukan adanya hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai tergantung (heart till drop).
III.2
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan
jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang di bayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang di bayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
III.3 Intervensi
A.
Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan
ventilasi-perfusi.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal, atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk yang efektif.
R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan peroral, IV, rektal, atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia, disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
R/ Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan toleransi dan respons klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB. Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels, kelonggaran sekresi, penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
R/ Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak tepat akan mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens bronkial, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk yang efektif.
R/ Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan jalan napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/ Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
B.
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d
peningkatan produksi lendirl.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.
R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
R/ Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
R/ Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna sputum, peningkatan kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di dada, keletihan, peningkatan batuk.
R/ Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
R/ Antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
C.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.
Tujuan: Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
Tujuan: Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan oral/selang, nutrisi parenteral.
R/ Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
D.
Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
R/ Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
R/ Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
R/ Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
E.
Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada klien.
R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan bukan sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan subjektif status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif pekerjaan (jika memungkinkan).
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai digunakan untuk mencapai tujuan ini.
Tujuan: Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada klien.
R/ Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan bukan sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
R/ Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi klien.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
R/ Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan subjektif status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif pekerjaan (jika memungkinkan).
R/ Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai digunakan untuk mencapai tujuan ini.
F.
Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi
mengenai penyakit yang dideritanya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
III.4 Evaluasi
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
R/ Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
R/ Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
III.4 Evaluasi
1.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Emfisema
adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara
abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan
kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa
menimbulkan kerusakan pada asinus.
Faktor utama dari penyebab emfisema adalah rokok, karena secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. Setelah rokok yakni polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Selain rokok dan polusi udara, adanya infeksi pada alat pernapasan ini juga bisa menjadi pemicu emfisema. Karena infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
Faktor utama dari penyebab emfisema adalah rokok, karena secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. Setelah rokok yakni polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Selain rokok dan polusi udara, adanya infeksi pada alat pernapasan ini juga bisa menjadi pemicu emfisema. Karena infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
IV.2 Saran
Menghindari asap rokok adalah
langkah terbaik untuk mencegah penyakit ini. Berhenti merokok sangat penting
untuk kesehatan. Patuhi perturan keamanan di tempat kerja seperti memakai
masker.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
·
roughman,Diane C.2000.Keperawatan
Medikal Bedah.Jakarta.EGC
·
Brasher,L valentina.2007.Aplikasi klinis
patofisiologi.Jakarta.EGC
·
Djojodibroto,R
Darmanto.2009.Respirologi (RespiratoryMadicine).Jakarta.EGC
·
Patel,Pradip.2006.Radiologi.Jakarta.Erlangga
·
Arif Muttaqin,C.2008.Askep dgn
Gangguan sistem nafas.jakarta.salemba medika
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA !!! JIKA ADA REFERENSI YG TEMAN2 CARI, SILAHKAN CHAT KAMI DI FB OR BBM, NANTI KAMI UPLOADKAN SEGERA !!! SYUKRAN :)
No comments:
Post a Comment