BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit DM saat
ini telah menjadi penyakit epidemik. Diabetes Mellitus (DM) telah menjadi masalah besar selama 10 tahun terakhir.
Jumlah penderitanya meningkat menjadi 2-3 kali lipat hal ini disebabkan oleh
gaya hidup,usia dan obesitas. Berdasarkan studi global yang dilakukan,jumlah
penderita DM pada tahun 2011 telah mencapai 366 orang. Diperkirakan,pada tahun
2030 jumlah ini akan meningkat menjadi 552 (IDF 2011). Berdasarkan data dari
WHO tahun 2008,Indonesia telah menduduki urutan ke-4 penderita DM
terbanyak,setelah India,Cina dan Amerika Serika(Shara,2012). Di
Amerika,prevalensi DFU mencapai 15 – 20 %,dengan angka amputasi mencapai 80.000
pertahun dan amka mortalitas 17,6% (Fahmi,2014).Di Indonesia sendiri,prevalensi
DFU juga mencapai 15% dari seluruh penderita diabetes.Jumlah penderita DM
tersebut akan semakin meningkat apabila tidak ada tindakan yang dapat
mengontrol peningkatan penderita DM.
Manifestasi DFU
dapat dijumpai dalam berbagai
stadium,yang masing – masing membutuhkan perawatan sendiri,mulai dari
stadium ringan yang masih menggunakan alat – alat sederhana sampai yang stadium
lebih berat yang harus diberikan perawatan yang maksimal. Komplikasi yang
paling ditakuti oleh para penderita DM adalah luka kaki diabetes (Diabetic Foot
Ulcer). DFU disebabkan akibat terjadinya kerusakan saraf (neurophati). Pada
kondisi ini,penderita tidak dapat merasakan rasa panas,dingin maupun rasa nyeri
(Shara,2012).
Di Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo,angka kematian akibat DFU
mencapai 16% dan angka amputasi 25%,dimana sebanyak 14,3% meninggal 1 tahun
pasca amputasi dan 37% meninggal 3 tahun pasca amputasi. Melihat masalah ini,
penting untuk dilakukan sosialisasi tentang Diabetic Foot Ulcer (DFU).
Pasien yang telah mengalami DFU saat ini dapat bernafas lega,karena
perkembangan perawatan luka di Indonesia telah mengalami kemajuan. Saat ini
berkembang konsep perawatan luka klinik dengan konsep lembab dan seimbang.
Perawatan luka dengan konsep lembab menekankan pada konsep Time
Management yang bereaksi pada proses pembentukan dasar luka ( wourd bed
picparaction).
Time Management merupakan pengkajian dari tissue(jaringa),infection (infeksi),
moisture ( kelembapan ) dan epitelzation ( epitel ).
Dalam konsep Time Management dibahas tentang cara menangani jaringan
mati,mengontrol infeksi,menjaga kelembapan yang seimbang dan menciptakan atau
menjaga tepi luka yang sehat ( menjaga proses epitelisasi yang sehat ).
Selain itu, Time Management juga mebahas tentang penggunaan
modern dressing dalam perawatan luka kronik. Dimana,modern dressing dapat
menciptakan kelembapan yang seimbang.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami perawatan luka Diabetec Foot Ulcer (DFU)
2. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa
dapat menilai perkembangan luka pada klien
Diabetec Foot Ulcer (DFU) setelah perawatan luka.
a. Untuk
mengetahui Gambaran Tentang Diabetec Fool Alcer (DFU)
b. Untuk
mengetahui Gambaran Tentang Diabetec Fool Alcer (DFU)
c. Untuk
mengetahui Gambaran Tentang Luka
d. Untuk
mengetahui Gambaran Tentang Penggunaan Modern Dressing Terhadap Perawatan Luka
Kaki Diabetik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. TINJAUAN
TEORI DIABETIC FOOT ULCER (DFU)
A. Anatomi
fisiologi kulit
Kulit
merupakan organ terbesar dari tubuh manusia, 15 % dari berat badan dewasa
adalah kulit. Kulit menerima 1/3 volume sirkulasi darah tubuh dengan ketebalan bervariasi
antara 0,5-6 mm. Fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung. Satu inci (2,5
cm) kulit terdiri atas 650 kelenjar keringat, 20 pembuluh darah, 60.000
melanosit, dan ribuan ujung saraf tepi. Kulit memiliki aksesoris (bagian
pelengkap) seperti rambut, kuku, dan kelenjar keringat/sabasea. Klein
(1988) menjabarkan bahwa satu meter
persegi kulit terdiri atas 15 kelenjar sabasea, hampir satu meter pembuluh
darah, 100 kelenjar keringat, 3.000 sel sensori diujung atau diakhir serabut
saraf, hampir 4 meter saraf untuk mencatat rangsangan nyeri, 2 aparatus sensori
untuk dingin, 12 aparatus sensori untuk panas, 300.000 sel epidermal dan 10
rambut (Arisanty, 2013)
a. Epidermis
Epidermis merupakan
lapisan paling luar dan paling tipis dari kulit.Epidermis tidak memiliki
pembuluh darah dan sistem persarafan.Fungsi epidermis adalah sebagai sistem
imun yang pertama dari tubuh manusia atau dikenal dengan istilah First Skin
Immune System (SIS).Sel utama epidermis merupakan sel epitel skuamosa
berjenjang (keratinosit).Antara epidermis dan dermis ada lapisan tipis yang
membatasi dan disebut Basement Membrane Zone (BMZ). (Arisanty, 2013)
Epidermis memiliki
variasi ketebalan antara 0,4-0,6 mm dan memiliki 5 stratum/jenjang. Lokasi
epidermis yang paling tebal terletak ditelapak kaki dan telapak tangan. Menurut
Van De Graaff dan Fox (1986), epidermis terdiri dari 5 lapisan (dari lapisan
kulit paling atas), yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum dan lapisan yang menempel pada dermis adalah stratum basale
atau germinativum. Berikut gambaran setiap lapisan dari lapisan paling bawah.
1. Stratum
germinativum atau disebut juga stratum basale adalah lapisan paling dalam dari
epidermis yang berlokasi dekat dermis. Sel ini merupakan sel hidup berinti karena
mendapatkan difusi oksigen dan nutrisi dari dermis. Stratum germinativum
merupakan sel yang mulai melakukan pembedahan sel (mitosis) pada proses
regenerasi sel keratinosit epidermis (kornifikasi/ deskuamasi).
2. Stratum
spinosum adalah lapisan setelah stratum germinativum dan memiliki inti sel
keratinosit besar. Lapisan ini merupakan hasil pembelahan sel yang berikatan
dan melakukan migrasi sel ke arah atas.
3. Stratum
granulosum mengandung sel granular (granular lamerar) dan keratin. Pada lapisan
ini, sel berinti mulai mati dan terus terdorong ke atas.
4. Stratum
lusidum hanya ditemukan di telapak tangan dan telapak kaki. Pada lapisan ini
terdapat sel mati yang tidak memiliki inti.
5. Stratum
korneum adalah lapisan paling atas dari epidermis yang merupakan sel keratin
mati, tipis, tidak berinti, dan berfungsi sebagai waterproof (anti air)
(Arisanty, 2013).
b. Dermis
Dermis adalah lapisan
kedua dari kulit yang merupakan jaringan ikat (connective tissue) memiliki
banyak pembuluh darah dan dikenal sebagai pabriknya kulit karena memiliki
sistem persyarafan dan kelenjar tubuh.Epidermis dan dermis dipisahkan oleh
lapisan tipis yang di sebut BMZ atau dermal epidermal junction (DEJ).Lapisan
ini mengalami gangguan saat kejadian bula (blister) (Arisanty, 2013).
Dermis terdiri atas
jaringan ikat, protein kolagen dan elastin, fibroblas, sistem imun (magrofag,
sel mast, limposit) dan sistem saraf (korpuskel meissner, korpuskel pacini,
ujung saraf tepi).Dermis memiliki dua lapisan utama, yaitu papilare dan
retikulare, dengan tebal papilare satu perlima dari retikulare (merekat pada
hipodermis).
1. Papilare
berfungsi sebagai penguat dari epidermis dalam satu iktan membran. Fleksus
pembulu darah dari papilare memberikan asupan nutrisi dan oksigen ke epidermis
melalui BMZ yang disebut papillary loops/ fleksus.
2. Retikulare
memiliki pembuluh darah perifer yang banyak dan berikatan yang disebut
cutaneous flexus. Kolagen disekresi oleh fibroblast dan berfungsi sebagai
protein pemberi kekuatan dan fleksibilitas (tensie and strength). Elastin disekresi
oleh fibroblast dan berfungsi sebagai protein untuk elastisitas/ pengembalian
(elastic recoil). Sel mast berada di dermis dan granulanya mengandung heparin,
protease, dan histamin. Dermis memiliki beberapa reseptor sensosi. Aksesoris
kulit terdapat didermis seperti akar rambut, kelenjar ekrin, apokrin, dan
sabasea. Dermis memiliki ketebalan hingga 0,5 mm. Referensi lain mengatakan
bahwa ketebalan dermis 2-4 mm yang bergantung pada lokasinya. Jika didaerah
punggung, dermisnya lebih tebal dan dermis yang paling tipis ada diderah kepala
(Arisanty, 2013).
c. Hipodermis
Hipodermis atau lapisan
subkutan adalah lapisan paling tebal dari kulit, terdiri atas jaringan lemak
(paling besar), jaringan ikat, dan pembuluh darah.Hipodermis memiliki fungsi
sebagai penyimak lemak, kontrol temperatur, dan penyangga organ di
sekitarnya.Pada setiap bagian, tubuh memiliki ketebalan epidermis, dermis dan
hipodermis.Misalnya di kepala, dermis tipis, namun di paha, tangan dan kaki
dermis tebal; de telapak kaki dan tangan, epidermis tebal, namun di wajah dan
daerah kemaluan, epidermis tipis.Hipodermis tebal pada gluteus, abdomen dan
mammae (Arisanty, 2013).
a.
Definisi
Diabetic
foot ulcer (DFU) adalah kerusakan
sebagian (partial thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan di bawah
kulit,tendon,otot tulang dan persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita diabetes mellitus (Neither,2012).
Diabetic Foot Ulcer adalah salah
satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
Mellitus berupa luka terbuka
pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.
Ulkus Diabetik adalah kerusakan komponen akibat perjalanan penyakit
diabetes dan disebabkan karena
penurunan kontrol terhadap Diabetes Melitus,neurophati,penyakit vaskuler
perifer dan imunosupresif (Shara,2012).
b.
Etiologi
Etiologi dari DFU antara lain :
Ø Neuropati
Neuropati
menjadi salah satu etiologi dari DFU. Neuropati terjadi dengan 3 efek kelainan
pada saraf,yaitu saraf motorik,sensorik dan
otonom. Dampak dari ke 3 kelainan saraf tersebut juga berbeda. Neuropati
pada saraf motorik menyebabkan terjadinya deformitas pada kaki,sepertihammer toes dan claw foot sehingga terjadi kelainan
tekanan pada tonjolan tulang . Neuropati pada saraf sensorik menyebabkan
hilangnya rasa sensasi sensorik pada area telapak kaki yang menyebabkan
kerentanan terhadap trauma fisik. Neuropati pada saraf otonom menyebabkan kulit
kering,sehingga menyebabkan fisura,pecah – pecah pada kaki dan keretakan.
Gamabr 2.1 DFU akibat Neuropati motorik (Hammer Toes)
Gambar 2.2
DFU akibat Neuropati sensorik
(Claw foot)
Gambar 2.3 DFU akibat Sensorik
(kallus
Jika dilihat dari
manifestasinya,maka neuropati dapat dikelompokkan menjadi 3,yaitu polineuropati,mononeuropati
dan neuropati otonom. Manifestasi
neuropati secara umum sering muncul dalam bentuk hilangnya sensorik bagian
distal. Hyperastesia,paraestesia dan
distesia dapat juga muncul. Beberapa macam gejala juga dapat muncul seiring
dengan bertambah parahnya neuropati. Gejala yang terjadi dapat berupa
kesemutan,nyeri tajam atau sensasi terbakar,sensasi baal yang dimulai dari kaki
dan menyebar kea rah proksimal. Nyeri neuropati kadang – kadang dialami oleh
beberapa pasien,yang diikuti dengan peningkatan kadar gula darah. Nyerri biasa
terjadi pada ekstremitas bawah.Nyeri ini muncul pada saat istirahat dan
memburuk pada malam hari.
Pada pemeriksaan fisik,terjadi penurunan
sensasi sensorik,penurunan reflex pergelangan kaki dan sensasi posisi yang abnormal dapat ditemukan.
Ø Penyakit
vaskuler pembuluh darah
Kadar
gula darah yang meninggi selama beberapa tahun,dapat menyebabkan stenosis
pembuluh darah besar ataupun pembuluh darah pada ekstremitas. Pada pasien
dengan kelainan pembuluh darah perifer (mikroangiopati),menyebabkan suplai
darah menurun pada bagian perifer. Hal ini menyebabkan sel iskemik. Sel yang
mengalami iskemik,apabila terjadi luka,dapat menghambat penyembuhan luka.
Gejala yang paling sering muncul akibat kelainan pembuluh darah perifer adalah
klaudikasio. Karakteristik dari klaudikasio adalah nyeri,sensasi rasa sakit
yang berdenyut,mati rasa atau sensasi pegal pada otot yang muncul pada saat
beraktifitas dan reda ketika beristirahat. Klaudikasio secara umum berada di
bagian distal hingga tempat lokasi lesi oklusi seperti ketidaknyamanan yang
berada di panggul.pinggang dan paha muncul pada pasien dengan penyakit aorta
iliac.
Gambar 2.4 DFU
akibat iskemik
Ø Deformitas
kaki (perubahan bentuk kaki)
Deformitas kaki pada penderita
DFU,terjadi karena neuropati. Neuropati
menyebabkan gangguan fleksor dan
ekstensor pada otot kaki. Deformitas menyebabkan hammer toes dan claw foot.
c. Manifestasi
klinis
DFU terjadi
akibat komplikasi makroangiopati Diabetes mellitus.Komplikasi ini menyebabkan
terjadinya gangguan pada sirkulasi peredaran darah. DFU sering tidak dirasakan
oleh penderitanya dan bila tidak ditangani dengan tepat,dapat menyebabkan
infeksi. Adapun tanda dan gejala dari DFU antara lain :
·
Sering kesemutan
·
Nyeri kaki saat istirahat
·
Penurunan sensasi rasa pada
kulit,terutama pada daerah telapak kaki
·
Kerusakan jaringan (nekrotik)
·
Kuku menebal
·
Pada pemeriksaan palpasi,terjadi
penurunan denyut nadi arteri pada dorsalis pedis,tibial posterior
d.
Klasifikasi DFU
Skala Wagner banyak digunakan untuk
mengklasifikasikan laka kaki diabetes (DFU). Sistem ini mengklasifikasikan luka
berdasarkan kedalaman jaringan,kematian jaringan dan osteomyelitis (infeksi
tulang).
Klasifikasi
DFU pada penderita Wagner terdiri dari 6 tingkatan :
0 = Tidak ada luka terbuka,kulit utuh
1 = Ulkus superfisialis,terbatas pada kulit
2 = Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan
3 = Ulkus
dalam yang melibatkan tulang,sendi dan formasi abses
4 = Ulkus
dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,bagian
depan kaki atau tumit
5 = Ulkus
dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh
kaki
Gamabr 2.5 Skala Wagner
untuk klasifikasi DFU
e.
Diagnosis DFU
1.
Pemeriksaan fisik
ü Inspeksi kaki. Pemeriksan terhadap bentuk kaki ,apakah
terdapat perubahan bentuk,seperti hammer toes
ü Sensasi
pada kaki. Dilakukan pemeriksaan monofilament test,untuk menilai sensitf ivitas
saraf terhadap sentuhan
ü Palpasi
denyut nadi pada area dorsalis pedis dan
tibial posterior
2.
Pemeriksaan penunjang
ü X
– ray ,bertujuan untuk mengetahui apakah penderita DFU mengalami osteomyelitis,fraktur
akibat proses infeksi maupun pembengkakan pada
jaringan lunak
ü Kultur
antibiotik pada luka infeksi. Luka yang mengalami infeksi harus mendapat terapi
farmakologi,berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik harus sesuai
dengan jenis bakteri pada luka
f.
Faktor
resiko
Ø Yang
tidak dapat diubah
1. Usia
2. Telah menderita Diabetes > 10 tahun
Ø Yang
dapat diubah :
1. Neurophati
2. Obesitas
3. Hipertensi
4. Kadar glukosa darah tidak terkontrol
5. Merokok
6.
Ketidakpatuhan diet DM
7. Kurangnya aktivitas fisik
8. Penobatan tidak teratur
9. Perawatan kaki tidak teratur
10. Penggunan alas kaki tidak tepat
g.
Penanganan DFU
Ø Perawatan
luka / penanganan infeksi
Gambar
2.6 Perawatan pada DFU
Ø Offloading
Gambar
2.7 Off Loading pada DFU
Ø Pembedahan
(Surgical debridement)
Ø Terapi
hiperbarik
Gamabr
2.8 Terapi Hiperbarik
h.
Pencegahan DFU
·
Periksa kaki secara teratur setiap hari
·
Cuci kaki dengan air bersih secara
teratur dengan air bersih dan sabun
·
Gunakan kaos kaki
·
Gunakan alas kaki pada saat beraktivitas
·
Periksa alas kaki sebelum digunakan
·
Gunting kuku lurus sesuai garis normal
jari
·
Periksa kadar gula darah secara teratur
2.
Tinjauan
Tentang Menejemen perawatn luka
a.
Pengertian Luka
Luka
adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu
: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial,
yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan
epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis,
lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang.(Misnadiarly, 2006).
b.
Jenis-jenis Luka
Luka
dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler, penekanan dan
keganasan Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :
1. Luka akut : merupakan luka trauma
yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik
bila tidak terjadi komplikasi.
2. Luka kronik : luka yang berlangsung
lama atau sering timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita
(Waspadji, 2006).
c.
Tipe PenyembuhanLuka
Terdapat
3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan
jumlah jaringan yang hilang.
1. Healing by primary intention
Tepi
luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu
insisi, tidak ada jaringan yang hilang.Penyembuhan luka berlangsung dari bagian
internal ke ekseternal.
2. Healing by secondary intention
Terdapat
sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan
jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
3. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan
luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan
klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut
dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 2-3 minggu.Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak
tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda
infeksi.(Arisanti, 2013)
d.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan
luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu
kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses
penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat
lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik (InETNA,2004:13).
1.
Faktor Instrinsik adalah faktor dari
penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia,
status nutrisi dan hidrasi, vaskularisasi, nyeri, oksigenasi dan perfusi jaringan, status
imunologi, kadar
albumin darah dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).
2.
Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang
didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan
luka, meliputi : pengobatan corticosteroids, radiasi, stres psikologis, infeksi,
iskemia dan trauma jaringan (InETNA,2004:13).
e. Pengkajian
Pengkajian
pasien secara umum atau general health assesment yang dimulai dari identitas
pasien, usia, berat badan dan perubahannya, riwayat penyakit dan penyakit yang
menyertai, keluhan saat ini, vaskularisasi (menggunakan alat vaskuler doppler),
status nutrisi, gangguan sensasi atau pergerakan, status psikologis, terapi
kanker (radiasi), dan obat-obatan.
a. Tipe Luka
1.
Luka
akut
·
Stadium
1 : warna dasar luka merah
·
Stadium
2 : warna dasar luka kuning
2.
Luka
Kronis
·
Stadium
3 : warna dasar luka hitam
·
Stadium
4 : warna dasar luka pink
b.
Tipe
Penyembuhan Luka
1.
Secara
primer : penyembuhan luka dengan bantuan jahitan, klip atau tape, jaringan yang
minimal.
2.
Secara
sekunder : Luka sembuh tanpa bantuan jahitan, banyak jaringan hilang dan tidak beraturan,
biasanya terbentuk scar/keropeng.
3.
Secara
tersier : luka sembuh dengan jahitan, namun terhambat karena luka infeksi, ada
benda asing/kontaminasi.
c.
Tipe
Eksudat
Kode
|
Istilah
|
Berbentuk
|
0
|
Serous
|
Cairan jernih (normal) tipis
|
1
|
Bloody
|
Tipis merah cerah
|
2
|
Hemoserous
|
Cairan serosa disertai darah
|
3
|
Sanguineous
|
Cairan banyak mengandung darah dan kental
|
4
|
Serosanguineous
|
Cairan berwara merah pucat hingga pink tipis
|
5
|
Purulent
|
Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu berwarna kuning
|
6
|
Foul Purulent
|
Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu berwarna hijau
|
d.
Jumlah
eksudat
Kode
|
Istilah
|
Bentuk
|
0
|
Tidak ada eksudat
|
Dasar luka kering
|
1
|
Eksudat sedikit
|
Dasar luka lembab, memproduksi sekitar <2ml eksudat
per hari (bergantung pada ukuran luka), keluaran eksudat mengenai <25%
balutan
|
2
|
Eksudat sedang
|
Dasar luka basah, memproduksi sekitar 2-5 ml eksudat
per hari (bergantung pada ukuran luka), keluaran eksudat mengenai 25% balutan
|
3
|
Eksudat banyak
|
Dasar luka jenuh, memproduksi sekitar 5-10 ml eksudat
per hari (bergantung pada ukuran luka), keluaran eksudat mengenai 25-75 %
balutan
|
4
|
Eksudat sangat banyak
|
Dasar luka “banjir”, memproduksi sekitar >10 ml per
hari (bergantung pada ukuran luka), keluaran eksudat mengenai >75% balutan
hingga keluar
|
5
|
Infeksi
|
Infeksi atau kolonisasi kritis
|
e.
Bau
(odour)
Kode
|
Bau (odour)
|
0
|
Tidak ada bau
|
1
|
Bau tercium saat membuka balutan
|
2
|
Bau tercium saat rembesan keluar
|
3
|
Bau tercium mulai jarak satu tangan dari pasien
|
4
|
Bau tercium saat petugas memasuki kamar tempat pasien
berada
|
5
|
Bau tercium saat petugas memasuki ruangan di beberapa
kamar tempat pasien di rawat
|
2. Penatalaksanaan luka
a. Luka
akut.
Luka akut adalah luka
yang terjadi kurang dari 5 hari dengan diikuti proses hemostasis dan inflamasi.
Luka akut sembuh atau menutup sesuai dengan waktu penyembuhan luka fisiologis
(0_21 hari).Contoh luka akut adalah luka pasca operasi. Luka akut sembuh sesuai
dengan fisiologis proses penyembuhan luka pada setiap fasenya. Misalnya, jika
luka operasi sejak 14 hari yang lalu saat datang masih ditemukan tanda
inflamasi, luka operasi tersebut bukan lagi luka akut, melainkan kronis.
1. Penatalaksanaan
luka akut
1)
Luka pasca pembedahan adalah luka akut
yang paling banyak ditemui dan resiko infeksi minimal karena tindakan
pembedahan dilakukan secara steril
2)
Penutupan luka
a. secara
sekunder : penyembuhan secara primer menggunakan beberapa metode misalnya
menggunakan benang, klip, stspler dan tape kulit
b. secara
primer : dengan penyembuha secara primer menggunakan stapler untuk menutup,
hanya di tutup mrnggunakan pelindung ( sebagai pengganti kulit)
c. skin
graft : merupakan salah satu pembedahan untuk menutup luka dengan memindahkan
sebagian atau seluruh ketebalan kulitke tempat yang di butuhkan
3.
Komplikasi luka akut pasca pembedahan
Adalah hematoma, nekrosis, infeksi,
luka jahitan terbuka setiap luka akut mengalami perdarahan dan menghentikan
perdarahan seperti yang terjadi pada yang terjadi pada proses inflamasi.
4. Luka
akut ( pasca pembedahan )
Penanganan luka secara
steril terutama pada fase inflamasi hingga proliferasi yaitu sekitar 21 hari.
5. Luka
akut ( kontaminasi)
Luka yang baru saja
terjadi dengan keadaan sudah terkontaminasi
b. Luka
kronis.
Luka kronis adalah luka yang sudah
lama terjadi atau menahun dengan penyembuhan yang lebih lama akibat adanya
gangguan selama proses penyembuhan luka.
Gangguan dapat berupa infeksi dan dapat terjadi pada fase inflamasi,
proliferasi, atau maturasi. Biasanya luka akan sembuh setelah perawatan yang
tepat selama 2-3 bulan (dengan memperhatikan faktor penghambat
penyembuhan).contoh luka kronis adalah luka diabetes melitus, luka kanker, dan
luka tekan. Luka kronis umumnya sembuh atau menutup dengan tipe penyembuhan
sekunder.Akan tetapi tidak semua luka dengan tipe penyembuhan sekunder disebut
luka kronis, misalnya luka bakar.
1. Penataksanaan
luka kronis
Penatalaksanaan luka kronis sedikit
berbeda dengan penatalaksanaan luka akut karena kondisi lukanya berbeda
walaupun pada prinsipnya penatalaksanaan luka sama, yaitu mengontrol dan
menghilangkan penyebabnya (pressure, shear, friction, moisture, neurophaty),
menciptakan dukungan sistemik (nutrisi dan cairan, edema, GDS), dan menciptakan
serta mempertahankan lingkungan luka (mencegah infeksi, kebersihan luka,
jaringan mati, lembab, dll). Hal yang harus diperhatikan saat merawat luka
kronis, adalah sebagai berikut.
a. Pengkajian
berkelanjutan.
b. Persiapan
dasar luka merupakan kegiatan spesifik yang wajib dilakukan pada luka kronis.
c. Kebutuhan
penanganan dengan prinsip steril atau bersih.
d. Peningkatan
kualitas hidup pasien.
e. Pendidikan
kesehatan pasien dan keluarga.
f. Perbaikan
aktivitas sehari-hari pasien hingga kemampuan optimal (Arisanty, 2014).
2.
Persiapan dasar luka (Wound Bed
Preparation)
Metode ini
bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing atau
jaringan mati, menjadi merah terang denganproses epitalisasi yang baik melalui
manajemen TIME.
T : tissue management
(manajemen jaringan )Tindakan utama manajemen jaringan adalah debridement. Ada
beberapa debridement yaitu ;
Chemical debridement :
pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan enzim
a. Mechanical
debridement : pengangkatan jaringan mati menggunakan kassa (digosok/usap),
pinset.
b. Autolysis
debridement : pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh dengan menciptakan
kondisi lembap pada luka
c. Surgical
debridement : tindakan pembedahan dengan menggunakan benda tajam tidak hanya
jaringan mati tetapi juga pada jaringan sehat.
d. Conservative
sharp wound debridement : pengangkatan jaringan mati menggunakan guting,
pinset, bisturi hanya pada jaringan mati
I
: infection – inflammation control (manajemen infeksi dan inlamasi) : yaitu
kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka.
M
: moisture balance management (manjemen pengaturan kelembapan luka) bertujuan
melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan kelembabpan,
mendukung penyembuhan luka dengan menentukan jenis dan fungsi balutan yag akan
digunakan.
E
: Ephitalization Advancement Management (manajemen terapi luka) Tepi luka yang
siap melakukan pross penutupan (epitalisasi) adalah tepi luka yang halus,
bersih, tipis, menyatu, dengan dasar luka dan lunak.
3.
Modern
Dressing
a.
Pengertian
teknik perawatan luka dengan menciptakan
kondisi lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka (safety schulits,et al.2005 )
a.
Tujuan
1)melindungi luka dari kecederaan
mekanikal
2)mengelakkan luka dari mendapat
infeksi
3)menggalakkan penyembuhan luka
4)untuk menyerap discaj
5)memberhentikan
pendarahan pada luka(bila pressure dressing dilakukan)
6)membantu dalam penyembuhan
b.
Jines dan kegunaan MODERN dressing
4. Menejemen warna dasar luka
·
Salep herbal Tea Tree Oil ( TTO )
Tea tree oil
adalah kandungan populer dalam pasta gigi alami atau cairan pembersih mulut.
Hal ini karena tea tree oil memiliki efek anti-inflamasi dan
anti-bakteri. Penelitian menunjukkan, tea tree oil adalah obat anti-jamur yang
menjanjikan. Dan satu studi lain menguji keefektivitasan sebuah krim yang
mengandung tea tree oil pada jamur kuku. Keberhasilannya mencapai 80
persen.
·
Zine cream
Terdiri dari
satu atom zink dan satu atom oksigen yang saling berikatan. Ada sekitar 300
enzim yang membutuhkan zink dalam kegiatanya,sebagai miniral esensial dalam
pembentukan sintesis DNA, sintesis protein,perbaikan dan pergantian jaringan.
·
Hydroactive gel/hydrogel
Merupakan jenis balutan yang dapat menghindari luka
karena berbahan dasar air.
·
Hydrocoll oid paste/lembaran
Hydrocolloid
memiliki sifat impermeable terhadap cairan dan oksigen, balutan ini mengandung
partikel hydroactive (hydrophilic) yang terikat dalam polymer
hydrophobic.Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi kelebihan kelembaban pada
luka dan menkonversikannya ke dalam bentuk gel.
·
Madu
cairan yang
menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga
lainnya dari nektar
bunga.
Jika Tawon madu sudah berada dalam sarang nektar dikeluarkan dari kantung madu
yang terdapat pada abdomen dan dikunyah dikerjakan bersama tawon lain, jika
nektar sudah halus ditempatkan pada sel, jika sel sudah penuh akan ditutup dan
terjadi fermentasi.
·
Alove
vera
Lidah buaya (Aloe vera) adalah sejenis tumbuhan yang
sudah dikenal sejak ribuan tahun silam dan digunakan sebagai penyubur rambut,
penyembuh luka, dan untuk perawatan kulit. Tumbuhan ini dapat ditemukan dengan
mudah di kawasan kering di Afrika.
·
Bromelain
Bromelain
adalah enzim protease yang ditemukan dalam nanas (Ananas comosus) yang termasuk
dalam keluarga tanaman Bromeliaceae. Bromelain efisien menjaga kesehatan
jantung karena mengurangi pembentukan abnormal bekuan darah dan terjadinya plak
di arteri.Bromelain memiliki sifat anti-koagulan yang membantu mengurangi
pembentukan gumpalan darah beku dalam pembuluh darah sehingga mengurangi risiko
penyakit jantung.
·
Enzim papain
Enzim
papain adalah enzim protease yang terkandung dalam getah papaya, baik dalam
buah, batang maupun daunnya. Sebagai enzim yang berkemampuan sebagai memecahkan
molekul protein, dewasa ini papain menjadi suatu produk yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik di kehidupan rumah tangga maupun industri.
·
Coconut oil
Coconut Oil
(VCO), adalah modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan
produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang
rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup
lama yaitu lebih dari 12 bulan.
5. Menejemen eksudat
·
Transparent film
Film
dressing terbuat dari polyurethane memilki sifat tipis, transparent dan
merekat.Transparent film memungkingkan transmisi uap air, oxygen dan
karbondioksida namun tidak memiliki sifat absorben sehingga tidak tepat
digunakan pada luka dengan eksudat.Umumnya digunakan untuk balutan intravena
dan fiksasi kateter.Keistimewaan film dressing karena hanya merekat pada daerah
yang kering sehingga tidak berpotensi mengganggu dasar luka (wound bed),
meskipun demikian perlu hati-hati saat menggunakan dalam fase epitelisasi sebab
aplikasi film dressing bisa melepaskan epitel-epitel yang masih muda. Contoh film
: Op-Site (Smith and Nephew)., Polyskin (Kendali Healtcare).
·
Hydrocoll oid lembaran/powder
Hydrocolloid
memiliki sifat impermeable terhadap cairan dan oksigen, balutan ini mengandung
partikel hydroactive (hydrophilic) yang terikat dalam polymer hydrophobic.Partikel
hydrophilic-nya mengabsorbsi kelebihan kelembaban pada luka dan
menkonversikannya ke dalam bentuk gel.
·
Calcium alginatc
Calcium
Alginate adalah balutan topical yang terbuat dari rumput laut (algae) dan telah
ada sejak 1984 (Smith,1992). Manfaat rumput laut telah diketahui sejak
berabad-abad yang lalu dan rumput laut dikenal sebagai penyembuh
pelaut/mariner’s (Johns, 1999). Serat calcium dan sodium alginate memiliki
kemampuan menyerap cairan, tidak merekat pada luka (Thomas, 2000).
·
Hydrocellulose
Selulosa daya serap amat tinggi melebihi calcium alginate exudate sedang hingga
banyak. Keuntungannya adalah tidak mudah koyak/larut, mudah dalam melepasnnya dan dapat mengikat
bakteri. Saat ini baru satu yang ada dipasaran Aquacel.
·
Polyurethane foam
sangat
comformable, permeable, non adherent serta mudah di aplikasikan pada luka,
tersedia dalam kemasan sheets (lembaran) atau cavity filling. Contoh foam
antara lain Allevyn (Smith an Nephew), Hydrasorb (convatec) dan Cutinova
(Beirsdeorf-Jobst, Inc).
·
Absorben:kasa/gangge/low adherent ( LA )
Kasa gulung jenis terapi topikal ini berupa tumpukan
bahan balutan yang tebal, didalamnya terdapat kapas dengan daya serap cukup
tinggi, dan jika bercampur dengan cairan luka, dapat berubah menjadi gel.
·
Pembalut wanita
Pembalut
wanita adalah menampung darah dan menjaga kebersihan, tetapi sangat berperan
kenyamanan pemakainya.
·
Kantong stoma
Stoma adalah
lubang pada dinding perut yang sengaja dibuat untuk mengeluarkan peses bagi
orang yang mengalami gangguan saluran pembungan disekitar anus.
6. Menejemen infeksi
·
Silver ionized
Silver ionized adalah
agen anti antimicrobial spektnum luas telah dimasukan kedalam jenis balutan
silvermerupakan agen yang efektif terhadap entenococus.
·
Cadexomer iodine
Cadexomer lodine adalah
iodofor yang dihasilkan dari reaksi dekstrin dengan epichlorhydrin dan
dipasangka dengan ertukaran kelompok ion dari iodine. Cadexomer lodine merupakan modifikasi ikatan
polimer yang mengandung 9% iodine. Metcovasin regular adalah terdiri dari
zinc,Vaseline,chitosan,yang berfungsi untuk semua jenis luka
·
Hydrophobic/DACC
Interaksi hydrophobic
adalah cara kerja dasar pada ilmu fisika, yaitu ketika dua partikel
hydrophobicbertemu pada lingkungan air,akan terjadi ikatan satu sama lain
dengan bantuan molekul air.DACC adalah turunan alami dari asam lemak dialkyl
carbamoyl choliride. Hydrophobic dan DACC di kombinasikan dengan cotton
gauze,tidak dapat menyerap eksudat,sedangkan jika dikombinasikandengan poliester,dapat
menyerap cairan.
7.
Balutan
fiksasi
Ø Orthopedic
wool
Perban
yang digunakan untuk orthopedics wool dibuat dalam berbagai jenis matrial
seperti plester,fibicglass,atupun material yang lain.
Ø Elastic bandage
Digunakan
untuk membebat daerah pergelangan dan persendian yang mengalami cedar dalam.
Cedra yang dimaksut antara lain keseleo,terkilir,patah tulang,persendia
terlepas dan sebagainya. ( tokoalkes.com > Home>)
Ø Kohesive
bandage
Pelekat
yang dapt melekatkan balutan tetapi tidak untuk kulit rambut atau pakain
pelekat ini sangat nyaman,anti selip serta penggantinya othopedics wool sangat
mudah.
Ø Adhisive
tape
Kalau
dilihat dari pengertian Adhesive yaitu perekat, jelas kita semua tahu kalau
plester adhesive tape adalah plester yang umum digunakan. Masyarakat awam
mengenal plester ini dengan sebutan plester saja atau plester rol-rolan yang
berwarna kecoklatan yang tanpa mengandung obat.http://pakmantrionline.blogspot.co.id/2012/04/alkes-alat-alat-pembalut.html.
Ø Kasa
gulung
Kasa
gulung digunakan sebagai balutan terluar untuk meneupi dressing primer dan
sekunder.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
LAPORAN
KASUS PERAWATAN LUKA
PADA
Tn. “S” DENGAN DIABETIC FOOT ULCER
(DFU)
A. BIODATA
1.
Identitas Klien
a. Nama : Tn. “S”
b. Umur : 62 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Alamat : Jl.Dakota Lr. Angkasa/Maros
e. Status Perkawinan : Kawin
f. Agama : Islam
g. Suku : Bugis
h. Pendidikan :
SD
i.
Pekerjaan : Petani
j.
Tgl. Pengkajian : 29 Agustus 2016
k. Sumber Informasi : Klien
2.
Identitas
Penanggung jawab
a. Nama :
Ny. “N”
b. Usia :
32 Tahun
c. Jenis kelamin :
Perempuan
d. Hubungan dengan klien :
Anak
B. RIWAYAT
KELUHAN
1. Keluhan Utama
·
Luka pada kaki
kiri
2. Riwayat Keluhan
utama
Luka pada punggung
kaki kiri dialami kurang lebih ± 3 minggu yang lalu akibat tertusuk pecahan kaca pada
saat akan membuat kolom ikan lele.Luka hanya dirawat biasa oleh anaknya.Namun,luka
semakin melebar dan sulit sembuh.Klien memutuskan untuk melakukan perawatan di
ETN CENTRE.
3.
Riwayat Kesehatan
1.
Riwayat kesehatan sekarang
Ø Tekanan
darah klien : 160/100 mmHg
Ø GDS : 206
mgdL
2. Riwayat
kesehatan yang lalu
Ø Klien telah menderita DM ± 5 Tahun
Ø Klien sebelumnya belum pernah luka
Ø Klien telah menjalani perawatan ke 3 di ETN CENTRE
Ø Klien juga menderita hipertensi ± 5 tahun
3. Riwayat
kesehatan keluarga
Ø Keluarga klien tida ada yang menderita DM dan Hipertensi
Ø Kedua orang tua klien tidak ada yang menderita DM dan
Hipertensi.
C. Pengkajian Luka
1)
Jumlah luka : 1
2)
Lokasi luka : kaki kiri ( dorsal dan digit 4,5 )
3)
Tipe luka :
luka kronik
4)
Tipe penyembuhan : sekunder dimana kulit mengalami luka (kerusakan)dengan
kehilangan banyak jaringan sehingga memerlukan proses granulasi(pertumbuhan sel),kontraksi,
dan epitelisasi
(
penutupanepidermis ) untuk menutup luka.
5)
Penampilan klinis
Tanggal
29-Agustus 2016
Ø Nekrotik
50%
Ø Slogh
40%
Ø Granulasi
10%
6.
Jenis dan jumlah eksudat
Tanggal
29 Agustus 2016
Ø Jenis
eksudat purulent,dengan jumlah sedang
7.
Menurut skala nyeri hayward,klien
menyatakan nyerinya berada pada skala nyeri menurut hayvard 0-10 (Comparative Pain Scale).
0. = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal.
1. Nyeri hampir tak terasa (sangat
ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian besar waktu Anda
tidak pernah berpikir tentang rasa sakit.
2. (Tidak Menyenangkan) = nyeri ringan,
seperti !ubitan ringan pada kulit.
3. (bisa
ditoleransi) = nyeri Sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan
hidung berdarah,
atau suntikan oleh dokter.
4. (Menyedihkan) = kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit
gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah.
5. (Sangat Menyedihkan) = kuat, dalam, nyeri yang menusuk,
seperti pergelangan kaki terkilir
6. (Intens) = kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga
tampaknya sebagianmempengaruhi
sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7. (Sangat Intens) = Sama seperti 6 ke!uali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri.
8. (Benar-Benar Mengerikan) = nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak
lagi dapat berpikir jernih,dan sering mengalami perubahan
kepribadian yang parah jika sakit datang dan berlangsung
lama..
9. (Menyiksa Tak
Tertahankan) = Nyeri begitu
kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut
untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak
peduli apa efek samping atau risikonya.
10.
(Sakit Tak Terbayangkan Tak Dapat
Diungkapkan) = nyeri begitu
kuat tak sadarkan diri.kebanyakan orang
tidak pernah mengalami sakala rasa sakit ini. karena sudah
keburu pingsan seperti mengalami
ke!elakaan parah, tangan hancur, dan
kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa
parah.
D.
Pengkajian
Luka
1.
Lokasi Luka
Luka
|
|
Depan Belakang
Items
|
Pengkajian
|
Tanggal
29-08-2016
|
Tanggal
01-09-2016
|
1. Ukuran luka
|
1.
P X L < 4 cm
2.
P X L 4 < 16 cm
3.
P X L 16 < 36 cm
4.
P X L 36 < 80 cm
5.
P X L > 80 cm
|
P ( 11 cm ) x L (4,5 cm ) = 49,5 cm
4
|
P ( 11 cm ) x
L (4,5 cm ) = 49,5 cm
4
|
2. Kedalaman
|
1.
Stage 1
2.
Stage 2
3.
Stage 3
4.
Stage 4
5.
Necrosis wound
|
5
|
5
|
3. Tepi luka
|
1.
Samar, tidak jelas terlihat
2.
Batas tepi terlihat, menyatu
dengan dasar luka
3.
Jelas, tidak menyatu dengan dasar luka
4.
Jelas, tidak menyatu dgn dasarluka, tebal
5.
Jelas, fibrotic, parut tebal/
Hyperkeratonic
|
1
|
1
|
4. Goa
|
1.
Tidak ada
2.
Goa < 2 cm di di area manapun
3.
Goa 2-4 cm < 50 % pinggir luka
4.
Goa 2-4 cm > 50
% pinggir luka.
5.
Goa > 4 cm di area manapun
|
1
|
1
|
5. Tipe eksudat
|
1.
Tidak ada
2.
Bloody
3.
Serosanguineous
4.
Serous
5.
Purulent
|
5
|
5
|
6. Jumlah eksudat
|
1.
Kering
2.
Moist
3.
Sedikit
4.
Sedang
5.
Banyak
|
4 3
|
4
|
7. Warna kulit sekitar luka
|
1.
Pink Atau Normal
2.
Merah terang jika di
tekan
3.
Putih, pucat atau hipopigmentasi.
4.
Merah gelap/abu2.
5.
Hitam hyperpigmentasi
|
1
|
1
|
8. Jaringan yang edema
|
1.
No swelling atau edema
2.
Non pitting edema kurang dari 4 cm di sekitar luka.
3.
Non pitting edema > 4 cmdisekitar luka.
4.
Pitting edema kurang dari < 4 cm disekitar luka.
5.
Krepitasi atau pitting edema > 4 cm
|
5
|
5
|
9. Jaringan granulasi
|
1.
Kulit utuh atau stage 1
2.
Terang 100 % jaringan granulasi
3.
Terang 50 % jaringan granulsi
4.
Granulasi 25 %
5.
Tidak ada jaringan granulasi
|
4
|
4
|
10. Epitalisasi
|
1.
100 % epitelisasi
2.
75 % - 100 % epitelisasi
3.
50 % - 75% epitelisasi
4.
25 % - 50 % epitelisas
5.
< 25 % epitelisasi
|
5
|
5
|
Skor Total
|
35
|
35
|
|
Paraf dan Nama Petugas |
|
|
Status Kondisi Luka
│
1 15
35 55
Prediksi
Penyembuhan Luka
35x12
= 8-9 Minggu
55
|
29-08-2016
|
|
|
E. Implementasi
Tanggal 29-08-2016
1)
Cuci Luka (Cleansing)
Pencucian luka menggunakan air mineral yang masih tersegel
dan sabun yang mengandung chlorhexidine.Tehnik pencucian pertama diawali dari
daerah kulit sekitar luka dengan cara digosok secara lembut menggunakan kasa
yang telah dibasahi dan diberi sabun.Setelah itu,ganti kasa, lakukan pencucian pada luka dengan menggunakan jari-jari tangan dan
digosok secara lembut.Bilas dengan air mineral daerah luka dan kulit sekitar
luka hingga bersih.Keringkan dngan kasa steril.
2.
Debridement
Tehnik
debridement yang dilakukan pada luka Tn.S:
a.
CSWD ( Conserative Sharp Wourd Deprident
),digunakan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan slogh pada semua luka klien,menggunakan pinset,gunting jaringan dan
kasa.
b.
Mechanical Debridement,digunakan untik
mengangkat sisa-sisa topical terapi serta jaringan mati pada luka klien dengan
menggunakan pincet dan kasa steril.
c.
Autolisi Debridement,tehnik ini
menggunakan tubuh sebagai media dalam menghancurkan jaringan mati pada luka
Tn.S,yang dibantu dengan menggunakan agen antimikroba yaitu cadexomer lodine dan tropical terapi berupa
metcovazin regular.
3.
Pemasangan
Dressing :
a.
Dressing primer
Ø Cadexomer
lodine ditaburkan pada jaringan slogh
Ø Metcovazin
reguler dioleskan secara tebal pada jaringan nekrotik serta pada tepi dan
sekitar luka klien.
b.
Dressing sekunder
Ø Pembalut
wanita diletakan diatas jaringan slogh dan nekrotik pada
luka Tn.S yang digunakan untuk menampung
cairan luka klien.
c.
Dressing tersier
Ø Orthopedics
wool,dipasang mengelilingi dressing primer dan sekunder
Ø Kasa
gulung dipasang pada daerah terluar balutan setelah orthopedics wool,untuk
memfiksasi dressing primer dan sekunder.
F. Implementasi
Tanggal 01-09-2016
1.
Cuci Luka (Cleansing)
Pencucian luka menggunakan air mineral yang masih tersegel
dan sabun yang mengandung chlorhexidine.Tehnik pencucian pertama diawali dari
daerah kulit sekitar luka dengan cara digosok secara lembut menggunakan kasa
yang telah dibasahi dan diberi sabun.Setelah itu,ganti kasa, lakukan pencucian pada luka dengan menggunakan jari-jari tangan dan
digosok secara lembut.Bilas dengan air mineral daerah luka dan kulit sekitar
luka hingga bersih.Keringkan dngan kasa steril.
2.
Debridement
Tehnik
debridement yang dilakukan pada luka Tn.S:
a.
CSWD ( Conserative Sharp Wourd Deprident
),digunakan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan slogh pada semua luka
klien,menggunakan pinset,gunting jaringan dan kasa.
b.
Mechanical Debridement,digunakan untik
mengangkat sisa-sisa topical terapi serta jaringan mati pada luka klien dengan
menggunakan pincet dan kasa steril.
c.
Autolisi Debridement,tehnik ini
menggunakan tubuh sebagai media dalam menghancurkan jaringan mati pada luka
Tn.S,yang dibantu dengan menggunakan agen antimikroba yaitu cadexomer lodine dan tropical terapi berupa
metcovazin regular.
3.
Pemasangan
Dressing :
a.
Dressing primer
Ø Cadexomer
lodine ditaburkan pada jaringan slogh
Ø Metcovazin
reguler dioleskan secara tebal pada jaringan nekrotik serta pada tepi dan sekitar luka klien.
b.
Dressing sekunder
Ø Pembalut
wanita diletakan diatas jaringan slogh dan nekrotik pada
luka Tn.S yang digunakan untuk menampung
cairan luka klien.
c.
Dressing tersier
Ø Orthopedics
wool,dipasang mengelilingi dressing primer dan sekunder
Ø Kasa
gulung dipasang pada daerah terluar balutan setelah orthopedics wool,untuk
memfiksasi dressing primer dan sekunder.
BAB IV
PEMBAHASAN
a.
Tanggal 29-08-2016
Klien Tn. S ( 62 )
memiliki luka yang terletak pada kaki
kiri,lukaberada pada stage 4,dengan penampilan klinis Nampak nekrotik 50%,slogh
40%,granulasi 10%.Batas tepi luka samar tidak jelas terlihat. Tipe eksudat adalah
purulent,dengan jumlah eksudat sedang warna kulit sekitar luka pink atau normal.Terdapat
pitting edema >4.
Terdapat 3 langkah
yang dilakukan pada perawatan luka Tn.S. 3 langkah tersebut antara lain
pencucian luka ( cleansing ),memmbuang jaringan mati ( debridement ), dan memasang balutan.
Pada proses
perawatan luka tindakan pertama yang dilakukan adalah pencucian luka (
cleansing ).Tujuan pencucian luka adalah untuk membersihkan dan mengangkat
kotoran atau jaringan mati pada klien.
Pencucian
luka Tn.S diawali dari daerah
kulit sekitar luka dengan cara digosok secara lembut menggunakan kasa yang
telah dibasahi dan diberi sabun.Setelah itu,ganti kasa, lakukan pencucian pada
luka dengan menggunakan jari-jari tangan
dan digosok secara lembut.Bilas dengan air mineral daerah luka dan kulit
sekitar luka hingga bersih.Keringkan dngan kasa steril.
Air mineral
yang digunakan dalam proses pencucian luka Tn.S merupakan alternative pencuci
luka selama berasal dari sumber yang bersih dan hygiene. ( whitney.,et al 2006
)
Sabun yang
digunakan dalam proses pencucian luka Tn.S mengandung chlorhexidine.
Chlorhexidine adalah antiseptic dan disinfektan yang mempunyai efek
bakterisidal dan bakteriostatikterhadap bakteri gram (+) dan (-).Langkah ke 2 yang di lakukan dalam proses perawatan luka
Tn.S adalah mengangkat jaringan mati (debridement ).
Debridement
merupakan menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka dari kotoran yang
berasal dari luar yang termasuk benda asing bagi tubuh. ( Brenner dan suddarth
2002)
CSWD (
Conservative Sharp Wound Debridement ) merupakan pengangkatan jaringan mati
dengan menggunakan gunting,pincet, dan bisturi hanya pada jaringan mati
sehingga tidak banyak berdarah dan tidak menimbulkan nyeri pada pasien. Pada
proses debridement jaringan mati Tn.S,Teknik CSWD digunakan untuk mengangkat
jaringan slogh an nekrotik pada semua luka klien.
Setlah dilakukan
CSWD,Kemudian dilakukan tehnik mechanical debridement.Mechanical debridement
adalah pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan kasa ( digosok/usap ),
pincet,dengan konsep wet-dry dressing,atau dengan irigasi tekanan tinggi dan
hidroterapi/whirlpool. Pada luka Tn.S,mechanical debridemen dilakukan untuk
mengangkat sisa topical terapi dan jaringan mati.
Selain ke 2 tehnik
tersebut,juga digunakan tehnik Aoutolisis Debredement. Aoutolisis Debredement
adalah pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh dengan menciptakan kondisi
lembab pada luka. Kondisi lembab pada luka klien juga dioptimalkan dengan
penggunaan cadexomer lodine dan metcovasin regular pada luka klien. Pada
autolisis debridement, tubuh ,mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang
berperan penting selama proses autolysis berlangsung.
Setelah dilakukan
pencucian dan proses debridement, luka kemudian dibalut menggunakan dressing.
Primary dressing
yang digunakan adalah cadexomer lodine, yang ditaburkan pada jaringan slogh
luka klien, sedangakan metcovazin regular, dioleskan secara tebal pada jaringan
nekrotik
serta tepi luka dan kulit sekitar luka klien.
Cadexomer lodine
adalah iodofor yang dihasilkan dari reaksi dekstrin dengan epichlorhydrin dan
dipasangka dengan ertukaran kelompok ion dari iodine. Cadexomer lodine merupakan modifikasi ikatan
polimer yang mengandung 9% iodine. Metcovasin regular
adalah terdiri dari zinc,Vaseline,chitosan,yang berfungsi
untuk semua jenis luka
Sekunder dressing
yang digunakan adalah pembalut wanita, Pembalut wanita adalah merupakan sebuah
perangkat yang dapat digunakan oleh wanita saat menstruasi,berfungsi untuk
menyerap darah dari vagina. Pembalut wanita tersusun atas kapas yang memiliki
daya serap yang cukup tinggi, sihingga dapat digunakan sebagai balutan luka (https:id.m.wikipedia,org)
Tersier dressing
yang digunakan adalah orthopedics wool (softban) dan kasa gulung dipasang
pada daerah terluar balutan setelah orthopedics
wool ( softban ).
Orthopedics Wool (
Softban ) adalah balutan yang tebal untuk menutupi luka dan menyerap
cairan/eksudat.
Kasa gulung
digunakan sebagai balutan terluar untuk meneupi dressing primer dan sekunder.
b.
Tanggal 01-09-2016
Klien Tn. S ( 62 )
memiliki luka yang terletak pada kaki
kiri,lukaberada pada stage 4,dengan penampilan klinis Nampak nekrotik 50%,slogh
40%,granulasi 10%. Batas tepi luka samar tidak jelas terlihat. Tipe eksudat adalah
purulent,dengan jumlah eksudat sedang
warna kulit sekitar luka pink atau normal.Terdapat pitting edema >4.
Terdapat 3 langkah
yang dilakukan pada perawatan luka Tn.S. 3 langkah tersebut antara lain
pencucian luka ( cleansing ),memmbuang jaringan mati ( debridement ), dan memasang balutan.
Pada proses
perawatan luka tindakan pertama yang dilakukan adalah pencucian luka (
cleansing ).Tujuan pencucian luka adalah untuk membersihkan dan mengangkat
kotoran atau jaringan mati pada klien.
Pencucian
luka Tn.S diawali dari daerah
kulit sekitar luka dengan cara digosok secara lembut menggunakan kasa yang
telah dibasahi dan diberi sabun.Setelah itu,ganti kasa, lakukan pencucian pada
luka dengan menggunakan jari-jari tangan
dan digosok secara lembut.Bilas dengan air mineral daerah luka dan kulit
sekitar luka hingga bersih.Keringkan dngan kasa steril.
Air mineral
yang digunakan dalam proses pencucian luka Tn.S merupakan alternative pencuci
luka selama berasal dari sumber yang bersih dan hygiene. ( whitney.,et al 2006
)
Sabun yang
digunakan dalam proses pencucian luka Tn.S mengandung chlorhexidine. Chlorhexidine
adalah antiseptic dan disinfektan yang mempunyai efek bakterisidal dan
bakteriostatikterhadap bakteri gram (+) dan (-).Langkah ke 2 yang di lakukan dalam proses perawatan luka
Tn.S adalah mengangkat jaringan mati (debridement ).
Debridement merupakan
menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka dari kotoran yang berasal
dari luar yang termasuk benda asing bagi tubuh. ( Brenner dan suddarth 2002)
CSWD (
Conservative Sharp Wound Debridement ) merupakan pengangkatan jaringan mati
dengan menggunakan gunting,pincet, dan bisturi hanya pada jaringan mati sehingga tidak banyak berdarah dan
tidak menimbulkan nyeri pada pasien. Pada proses debridement jaringan mati
Tn.S,Teknik CSWD digunakan untuk mengangkat jaringan slogh an nekrotik pada
semua luka klien.
Setlah dilakukan
CSWD,Kemudian dilakukan tehnik mechanical debridement.Mechanical debridement
adalah pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan kasa ( digosok/usap ),
pincet,dengan konsep wet-dry dressing,atau dengan irigasi tekanan tinggi dan
hidroterapi/whirlpool. Pada luka Tn.S,mechanical debridemen dilakukan untuk
mengangkat sisa topical terapi dan jaringan mati.
Selain ke 2 tehnik
tersebut,juga digunakan tehnik Aoutolisis Debredement. Aoutolisis Debredement
adalah pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh dengan menciptakan kondisi
lembab pada luka. Kondisi lembab pada luka klien juga dioptimalkan dengan
penggunaan cadexomer lodine dan metcovasin regular pada luka klien. Pada
autolisis debridement, tubuh ,mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang
berperan penting selama proses autolysis berlangsung.
Setelah dilakukan
pencucian dan proses debridement, luka kemudian dibalut menggunakan dressing.
Primary dressing
yang digunakan adalah cadexomer lodine, yang ditaburkan pada jaringan slogh
luka klien, sedangakan metcovazin regular, dioleskan secara tebal pada jaringan
nekrotik
serta tepi luka dan kulit sekitar luka klien.
Cadexomer lodine
adalah iodofor yang dihasilkan dari reaksi dekstrin dengan epichlorhydrin dan
dipasangka dengan ertukaran kelompok ion dari iodine. Cadexomer lodine merupakan modifikasi ikatan
polimer yang mengandung 9% iodine. Metcovasin regular
adalah terdiri dari zinc,Vaseline,chitosan,yang berfungsi
untuk semua jenis luka
Sekunder dressing
yang digunakan adalah pembalut wanita, Pembalut wanita adalah merupakan sebuah
perangkat yang dapat digunakan oleh wanita saat menstruasi,berfungsi untuk
menyerap darah dari vagina. Pembalut wanita tersusun atas kapas yang memiliki
daya serap yang cukup tinggi, sihingga dapat digunakan sebagai balutan luka (https:id.m.wikipedia,org)
Tersier dressing
yang digunakan adalah orthopedics wool (softban) dan kasa gulung dipasang
pada daerah terluar balutan setelah orthopedics
wool ( softban ).
Orthopedics Wool (
Softban ) adalah balutan yang tebal untuk menutupi luka dan menyerap
cairan/eksudat.
Kasa gulung
digunakan sebagai balutan terluar untuk meneupi dressing primer dan sekunder.
BAB V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi terhadap perawatan luka Tn.S
yang telah dilakukan sebanyak 2 kali,maka dapat disimpulkan bahwa belum
terdapat perubahan pada penampilan pada luka klien. Hal ini ditujukan pada
observasi pertama, nampak luka nekrotik 50%,slogh 40%,granulasi 10%. pada
observasi ke 2,penampilan klinis ke luka klien masih menunjukan pennampilan klinis
yang sama.
2.
Health Education
a. Memberi
penjelasan kepada klien dan keluarganya tentang proses perawatan dan
perkembangan lukanya.
b. Memberi
penjelasan kepada klien dan keluarganya tentang pengaruh DM terhadap
penyembuhan luka.
c. Memberi
penjelasan kepada klien dan keluarganya tentang tentang pengaruh buruk tekanan
pada luka kaki diabetik.
DAFTAR PUSTAKA
Arisanty Irma. (2013). PanduanPraktisPemilihanBalutan
Luka Kronik. PenerbitMitraWacanaMedika.Jakarta.
Decroli, Eva. 2008. Pencegahan,
Diagnosis dan Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetik.Semijurnal Farmasi & Kedokteran : Ethica
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse
Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais.
2004,Perawatan Luka, Makalah Mandiri,
Jakarta.
Mansjuer dkk . Diabetic Foot
Ulcers,Prevention,Diagnosis and Classification. 2009. http://www.aafp.org/afp/980315ap/armstron.html,.
Diakses tanggal 29september 2015
Nurlatifa,Gita (2010).makalahilmiah:Asuhankeperawatanpadakliendengan
diabetes mellitus.jakarta:tidak di publikasikan
Schulitzdkk, 2005.wound healing and TIME:New concepts and scientific
application wound repair end
regeneration.
Silvia. 2005.Permasalahan
Kaki Diabetes dan Upaya Penanggulangannya.
Suharjo. DM Harus
Diobati Meski Belum Bisa Disembuhkan. 2007. http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Health&newsno=2507.
Diakses tanggal 30september 2015
Amstrong G. D and Lavery
Lawrence. Diabetic foot ulcer :Prevention,Diagnosis and classifikation. 2015. http:www.ncbi.nlm.gov/,diakses tanggal 2 Maret
2016
Bakker and Schaper. The
development of global consensus guidelines on the management and prevention of
the diabetic foot. 2011.http:www.ncbi.nlm.gov/,
diakses tanggal 3 Maret 2016
Bakker and Apelqvist. Practical
guidelines on the management and prevention of the diabetic foot. 2011. http:www.ncbi.nlm.gov/, diakses tanggal 2 Maret 2016
Carville Keryln. Wound Care
Manual,Edisi 6. 2012.
Kurnia Shara dan
Setyogoro. Faktor Risiko Kejadian
Diabetes Melitus Tipe I Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
Tahun2012.http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/artikel%202.%20vol%205%20no%201_shara.pdf, diakses
tanggal 2 Maret 2016
Nather Aziz. The Diabetic Foot.
2012
Widasari. Perawatan Luka
Diabetes.2008. Bandung : Wo Care Publishing
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.. JANGAN LUPA SHARE BLOG KAMI YAH !!! THANKS :) SYUKRAN :)
No comments:
Post a Comment