KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Tak lupa pula
shalawat dan salam tekirim atas junjungan nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi
seluruh umat manusia.
Penulisan makalah “komplikasi kala III dan penatalaksanaannya” diharapkan dapat memberi infomasi kepada pembaca sehingga
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Penyakit infeksi yang di
alami oleh bayi dan balita
merupakan mata kuliah Askeb neonatus ,bayi dan balita.
Penulis
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan
sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan
datang.
Akhirnya,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami sebagai penyusun makalah
serta sekiranya dapat bermanfaat bagi orang lain.
Makassar,
2 JANUARI 2017
ZULFI PRINT
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . i
DAFTAR
ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..ii
BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan Masalah . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
C. Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BAB II . PEMBAHASAN
A. Atonia uteri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 2
B. Retensio plasenta. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 4
C. Robekan / perlukaan jalan lahir. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .16
B. Saran .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . .17
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tingginya angka
kematian ibu dan anak umumnya akibat ahli kebidanan atau bidan terlambat
mengenali, terlambat merujuk pasien ke perawatan yang lebih lengkap, terlambat
sampai di tempat rujukan, dan terlambat ditangani.
Penanganan rujukan
obstetri merupakan mata rantai yang penting, menjadi faktor penentu dari hasil
akhir dari kehamilan dan persalinan. Kurang lebih 40% kasus di RS merupakan
kasus rujukan. Kematian maternal di RS pendidikan 80-90% merupakan kasus
rujukan. Kematian perinatal di RS pendidikan kurang lebih 60% berasal dari
kelompok rujukan.
Oleh karena itu bidan
wajib mempelajari materi ini untuk dapat mencegah dan menangani langsung
komplikasi-koplikasi yang mungkin terjadi pada persalinan kala III.
B. Tujuan
1. Mengetahui
macam-macam komplikasi persalinan kala III.
2. Mengetahui
pengertian, jenis, gejala, tanda-tanda dan cara mencegah atonia uteri.
3. Mengetahui
pengertian, jenis, gejala, tanda-tanda dan cara penanganan retensio plasenta.
4. Mengetahui
pengertian, jenis, gejala, tanda-tanda, dan cara penanganan perlukaan jalan
lahir.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Komplikasi Persalinan
1. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan
pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium
yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak
berkontraksi.
a. Batasan: Atonia uteri adalah
uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
b. Penyebab :
Atonia uteri dapat
terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang )
seperti :
1.
Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia,
polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.
Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3.
Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4.
Partus lama / partus terlantar
5.
Malnutrisi.
6.
Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya
plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
c. Gejala Klinis:
1.
Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2.
Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
d. Pencegahan atonia
uteri.
Atonia uteri dapat
dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera
setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous
atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin
rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari
40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala
III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin.
Masa paruh oksitosin
lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan
postpartum.
2. Retensio Plasenta
Definisi keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
a. Epidemiologi
16-17 % dari kasus
perdarahan postpartum
b. Penyebab
1.
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a.
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
b.
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
d.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
2. Plasenta sudah
terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala
III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum
lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta
sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula
tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya
harus dikosongkan.
c. Penegakan diagnosis
Plasenta belum lahir
selama 1jam setelah bayi lahir.
Gejala dan tanda yang
bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
d. Berdasarkan penyebab perdarahan postpartum
1.
Atoni uteri (50-60%).
2.
Retensio plasenta (16-17%).
3.
Sisa plasenta (23-24%).
4.
Laserasi jalan lahir (4-5%).
5.
Kelainan darah (0,5-0,8%).
e. Penatalaksanaan
Penanganan retensio
plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir
dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
f. Tindakan penanganan retensio plasenta :
1.
Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan
dilakukan
2.
Mencuci tangan secara efektif
3.
Melaksanakan pemeriksaan umum
4.
Mengukur vital sign,suhu,nadi,tensi,pernafasan
5.
Melaksanakan pemeriksaan kebidanan
6.
a.inspeksi, b.palpasi, c.periksa dalam
7.
Memakai sarung tangan steril
8.
Melakukan vulva hygiene
9.
Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
10. Bila placenta tidak
lahir dalam 30 menit sesudah lahir,atau terjadi perdarahan sementara placenta
belum lahir,maka berikan oxytocin 10 IU IM.
11. pastikan bahwa kandung
kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi,kemudian coba melahirkan plasenta
dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
12. Bila dengan tindakan
tersebut placenta belum lahir dan terjadi perdarahan banyak,maka placenta harus
dilahirkan secara manual
13. Berikan cairan infus
NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan
g. Jenis-jenis retensio Plasenta :
1.
Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miomentrium.
3.
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miomentrium.
4.
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yng
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa dinding uterus.
5.
Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum
uteri,
disebabkan oleh kontriksi ontium uteri
Manual plasenta :
1.
Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2.
Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya
dalam keadaan suci hama.
3.
Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan
dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun.
4.
Tepi plasenta dilepas – disisihkan dengan tepi jari-jari tangan
– bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau
sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat
terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
Komplikasi
Perdarahan menyebabkan
syok hemoragik yang berakibat pada kematian.Retensio Plasenta adalah tertahannya
atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir . (Prawirohardjo,2002)
3. Robekan / Perlukaan
Jalan Lahir
a. Pengertian
Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam
keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
B. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
a. Robekan
Perinium
Robekan perineum
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan
kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak
antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999).
Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan
urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus
koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus
levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior
ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia
obturatorius.
Serabut otot
berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum,
membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara
vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang
ekor.
Diafragma urogenitalis
terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara
tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari
muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan
selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Luka perinium adalah
perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin
menghadap (Prawirohardjo S,1999).
C.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan
hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan
mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak
mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan
mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan
sampai mukosa rectum
Umumnya terjadi pada
persalinan karena :
1.
Kepala janin terlalu cepat lahir
2.
Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3.
Jaringan parut pada perinium
4.
Distosia bahu
Tanda dan Gejala yang
selalu ada :
1.
Pendarahan segera
2.
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
3.
Uterus kontraksi baik
4.
Plasenta baik
Gejala dan tanda yang
kadang-kadang ada
1.
Pucat
2.
Lemah
3.
Menggigil
b. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan
peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya
yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah
dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Menurut Sarwono
Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas
dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura
uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik.
Ruptura uteri termasuk
salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri
hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan
tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di
sekitarnya. Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.
Ruptur Uteri Gravidarum adalah rupture yang terjadi waktu sedang
hamil, sering berlokasi pada korpus.
2.
Ruptur Uteri Durante Partum adalah rupture yang terjadi waktu
melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Ruptur uteri dapat
dibagi menurut beberapa cara :
a. Menurut
lokasinya:
1.
Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
2.
Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus
yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
3.
Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan
ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
4.
Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
b. Menurut
robeknya perineum
1.
Rupture uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara
rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
2.
Rupture uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamen
latum
c. Menurut
etiologinya
Ruptur uteri spontanea
menurut etiologinya dikarenakan dinding rahim yang lemah dan cacat, bekas
seksio sesarea, bekas miomectomia, bekas perforasi waktu keratase.
Pembagian rupture
uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
1. Ruptur uteri
kompleta
a.
Jaringan peritoneum ikut robek
b.
Janin terlempar ke ruangan abdomen
c.
Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d.
Mudah terjadi infeksi
2. Ruptura uteri
inkompleta
a.
Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b.
Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c.
Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d.
Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Atonia
uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta
lahir. Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang ) seperti :
a. Overdistention
uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
b. Umur
yang terlalu muda atau terlalu tua.
c. Multipara
dengan jarak kelahiran pendek
d. Partus
lama / partus terlantar
e. Malnutrisi.
f. Penanganan
salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari
dinding uterus.
Gejala Klinis:
a. Uterus
tidak berkontraksi dan lunak
b. Perdarahan
segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
2. Definisi
retensio plasenta keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi
lahir. Penyebabnya adalah karena plasenta belum terlepas dari dinding
rahim dan melekat serta tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva :
plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta inkreta :
vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke
miometrium.
c. Plasenta akreta :
vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d. Plasenta perkreta :
vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
3. Perlukaan
jalan lahin terdiri dari :
a. Robekan
Perinium
Robekan perineum
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika. Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan
hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan
mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak
mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan
mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan
sampai mukosa rektum.
Umumnya
terjadi pada persalinan karena :
1.
Kepala janin terlalu cepat lahir
2.
Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3.
Jaringan parut pada perinium
4.
Distosia bahu
Tanda dan
Gejala yang selalu ada :
1.
Pendarahan segera
2.
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir
3.
Uterus kontraksi baik
4.
Plasenta baik
Gejala
dan tanda yang kadang-kadang ada
1.
Pucat
2.
Lemah
3.
Menggigil
b. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan
peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya
yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah
dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Menurut Sarwono
Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas
dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura
uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.
Ruptur Uteri Gravidarum adalah rupture yang terjadi waktu sedang hamil, sering
berlokasi pada korpus.
2.
Ruptur Uteri Durante Partum adalah rupture yang terjadi waktu melahirkan anak,
lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Pembagian rupture
uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
a. Ruptur
uteri kompleta
a. Jaringan peritoneum
ikut robek
b. Janin terlempar ke
ruangan abdomen
c. Terjadi perdarahan
ke dalam ruangan abdomen
d. Mudah terjadi
infeksi
b. Ruptura
uteri inkompleta
a. Jaringan peritoneum
tidak ikut robek
b. Janin tidak
terlempar ke dalam ruangan abdomen
c. Perdarahan ke dalam
ruangan abdomen tidak terjadi
d. Perdarahan dapat
dalam bentuk hematoma
Menurut lokasinya:
1. Korpus uteri, ini
biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio
sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
2. Segmen bawah rahim
( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR
tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang
sebenarnya
3. Serviks uteri ini
biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan
ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
4. Kolpoporeksis,
robekan-robekan di antara serviks dan vagina
B. Saran
Disini, kami yang
menyusun makalah ini hanya mengambil bahan yang diperlukan dari beberapa buku
sumber saja. Sehingga sangat kurang apabila dibandingkan dengan apa yang
seharusnya pembaca terima.
Kami menyarankan
supaya pembaca tidak hanya berpatokan pada makalah kami ini saja untuk
dijadikan bahan belajar. Alangkah baiknya bila para pembaca mencari bahan-bahan
yang berkaitan dengan makalah kami ini pada buku sumber yang lain atau pada
media lainnya.
Sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan para pembaca tentang Komplikasi Persalinan
Kala III.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Nugroho,
Taufan. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Nuha medika. Jogjakarta.
2010.
2. Mochtar,
Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid I. Buku kedokteran EGC. Jakarta. 1998.
3. Mochtar,
Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid I. Buku kedokteran EGC. Jakarta. 1998.
4. https://zulfiprint19.blogspot.co.id/
JANGAN LUPA INVITE BBM KAMI YAH :)
No comments:
Post a Comment